BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang masalah
Indonesia
merupakan negara yang tidak hanya kaya akan sumber daya alam saja, namun juga
kaya akan sumber daya budaya. Sumber daya budaya yang dimiliki Indonesia salah
satunya adalah peninggalan-peninggalan sejarah. Peninggalan sejarah di
Indonesia mempunyai keaneka ragaman baik dalam bentuk benda ataupun kisah.
Peninggalan sejarah di Indonesia di antaranya adalah peninggalan masa
hindu-budha sampai kerajaan islam ataupun peninggalan sejarah dari masa pemerintahan
soekarno sampai sekarang.
Masa pemerintahan di Indonesia terbagi menjadi masa orde lama, orde baru dan reformasi. Orde Lama adalah pada masa pemerintahan Soekarno yang menganut sistem Presidensial dengan artian Presiden sebagai kepala negara yang berjalan pada setiap priodik masa jabatan dan keseimbangan terhadap pemerintah dan rakyat.
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh. Hingga akhirnya soeharto menjadi presiden Republik Indonesia.
Masa pemerintahan di Indonesia terbagi menjadi masa orde lama, orde baru dan reformasi. Orde Lama adalah pada masa pemerintahan Soekarno yang menganut sistem Presidensial dengan artian Presiden sebagai kepala negara yang berjalan pada setiap priodik masa jabatan dan keseimbangan terhadap pemerintah dan rakyat.
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh. Hingga akhirnya soeharto menjadi presiden Republik Indonesia.
Reformasi
secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang
telah ada pada suatu masa. Di Indonesia,
kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang
menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau
era setelah Orde Baru. Masa reformasi
disebut sebagai masa demokrasi, yaitu kekebasan dampir disegala apsek
kehidupan, termasuk dalam kehidupan politik. Misalnya, pada masa orde baru
pemenang Pemilihan Umum (pemilu) sudah dipastikan, namun pada masa reformasi
benar-benar merupakan persaingan yang terbuka. Dalam hal pengambilan kebijakan,
rakyat dapat menyalurkan aspirasinya secara bebas melalui wakil rakyat mau pun
media, meskipun pada kenyataannya aspirasi rakyat saat ini cenderung tidak
didengar, setidaknya rakyat tidak membungkam saat pada masa orde baru.
Banyak
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa orde lama, orde baru dan
reformasi yang saling berhubungan sehingga menimbulkan dampak ke masa depannya
seperti dampak dari pada orde lama ke orde baru dan orde baru ke masa
reformasi. Oleh sebab itu, saya ingin meneliti dampak orde baru terhadap masa
reformasi yang kita jalani sekarang ini melalui beberapa sumber atau referensi
yang saya baca. Hal ini sangat menarik untuk di teliti karena dapat menambah
wawasan dan Ilmu Pengetahuan bagi penulis maupun pembaca. penulis mencoba untuk menyusun
karya tulis yang berjudul Dampak Kehidupan Orde Baru Terrhadap Masa
Reformasi
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana awal mula adanya orde baru dan reformasi?
2. Apa dampak dari orde baru terhadap masa reformasi?
1. Bagaimana awal mula adanya orde baru dan reformasi?
2. Apa dampak dari orde baru terhadap masa reformasi?
1.3.Tujuan
penulisan
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Ingin mengetahui sejarah terjadinya orde baru dan reformasi
2. Ingin mengetahui dampak dari perubahan orde baru ke reformasi
1. Ingin mengetahui sejarah terjadinya orde baru dan reformasi
2. Ingin mengetahui dampak dari perubahan orde baru ke reformasi
1.4.Manfaat
penulisan
Manfaat yang di peroleh dari karya ilmiah ini adalah:
1. Bagi masyarakat, dapat mengetahui sejarah terjadinya perubahan dari masa orde baru ke masa reformasi serta dapat mengambil pelajaran dari dampak-dampak nya baik positif maupun negatif dan menerapkannya di masa mendatang.
Manfaat yang di peroleh dari karya ilmiah ini adalah:
1. Bagi masyarakat, dapat mengetahui sejarah terjadinya perubahan dari masa orde baru ke masa reformasi serta dapat mengambil pelajaran dari dampak-dampak nya baik positif maupun negatif dan menerapkannya di masa mendatang.
2. Bagi peneliti, dapat dijadikan kajian awal untuk melakukan penelitian lanjutan.
3. Bagi sekolah, dapat meningkatkan wawasan tentang sejarah Indonesia dan sebagai salah satu referensi dalam pembelajaran sejarah.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1. Sejarah Singkat Orde Baru
Peristiwa
G 30 S/PKI membawa bencana pada pemerintahan Orde Lama, sebab ketidak tegasan
pemerintah terhadap para pemberontak membawa dampak negatif pada pemerintah.
Ketidak puasan rakyat makin meningkat karena ekonomi makin terpuruk, keamanan
rakyat juga tidak terjamin.
Akibatnya
dengan dipelopori oleh mahasiswa terjadi berbagai demonstrasi. Untuk lebih
mengkoordinasi demonstrasinya para mahasiswa membentuk KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia), sedangkan para pelajar membentuk KAPPI (Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia ). Pada 10 Januari 1966 KAMI dan KAPPI menggelar
demonstrasi di depan gedung DPR-GR, dengan tuntutan (TRITURA) :
1.Bubarkan PKI dan
ormas-ormasnya.
2. Bersihkan kabinet Dwi Kora dari unsur-unsur PKI.
3. Turunkan harga barang.
Ternyata pemerintah tidak menuruti tuntutan para demonstran, sebab pemerintah tidak membubarkan kabinet tetapi hanya mereshufle Kabinet Dwi Kora menjadiKabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan atau yang lebih dikenal sebagai kabinet seratus menteri. Pembentukan kabinet ini membuat rakyat semakin tidak puas sebab masih banyak tokoh yang diduga terlibat peristiwa G 30 S/PKI masih dilibatkan dalam kabinet seratus menteri.
Untuk menggagalkan pelantikan kabinet, pada 24 Februari 1966 para mahasiswa memblokir jalan yang akan dilalui para menteri. Karena tindakan mahasiswa itu terjadi bentrokan dengan pihak keamanan, akibatnya seorang mahasiswa yang bernama ARIEF RAHMAN HAKIM gugur terkena tembakan pasukan keamanan. Sehari setelah insiden itu, pada 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan.
Pembubaran KAMI tidak menyurutkan tekat para mahasiswa, bahkan mahasiswa membentuk LASKAR ARIEF RAHMAN HAKIM yang bersama dengan kesatuan aksi lainnya pada 8 – 9 Maret 1966 menggelar aksi besar-besaran di depan kantor Waperdam I / MENLU, Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dan Kedutaan Besar CINA, sebab ketiga tempat itu dianggap sebagai sumber dukungan yang utama terhadap PKI.
Untuk mengatasi krisis politik yang tak kunjung reda, pada 10 Maret 1966 Presiden Soekarno mengadakan pertemuan dengan para utusan partai politik. Dalam pertemuan itu presiden meminta agar partai politik turut mengecam tindakan para demonstran, tetapi ditolak oleh para utusan partai yang tergabung dalam FRONT PANCASILA, sebab partai politik yang tergabung dalam front itu juga menuntut pembubaran PKI.
Dalam menyikapi keadaan negara yang semakin gawat, pada 11 Maret 1966 di Istana Negara diadakan sidang Pleno Kabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan. Para menteri yang akan menghadiri sidang ini mengalami kesulitan karena mereka dihadang oleh para demonstran. Untuk menjaga keamanan sidang maka prajurit RPKAD ditugaskan menjaga istana negara secara kamuflase, tetapi oleh Ajudan Presiden yaitu Brigjend Sabur pasukan itu dianggap akan menyerbu istana negara.
Akibatnya bersama dengan Wakil Perdana Menteri (Waperdam) I Soebandrio dan Waperdam III Chairul Saleh, presiden mengungsi ke Istana Bogor. Setelah pimpinan sidang diserahkan kepada Waperdam II Dr. J. Leimena.
Karena situasi negara yang semakin gawat dan kewibawaan pemerintah yang semakin merosot, dan didorong oleh rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memulihkan situasi negara maka tiga perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu Mayjend Basuki Rahmat, Brigjen M.Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud berinisiatif menemui presiden di Istana Bogor setelah sebelumnya meminta ijin kepada Letjen Soeharto. Pertemuan itu menghasilkan suatu konsep surat perintah kepada MEN / PANGAD LETJEN SOEHARTO, untuk atas nama presiden mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. Surat itulah yang pada akhirnya dikenal sebagai SUPER SEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret).
Berdasar surat perintah itu, Letjen Soeharto mengambil beberapa langkah, yaitu:
1. Terhitung mulai tanggal 12 Maret 1966, PKI dan ormas-ormasnya dibubarkan dan di
nyatakan sebagai partai terlarang. Dan diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX / MPRS / 1966 yang intinya melarang penyebaran ajaran komunis dan sejenisnya di Indonesia.
2. Mengamankan 15 orang menteri Kabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan yang diduga terlibat dalam peristiwa G 30 S / PKI.
3. Membersihkan MPRS dan lembaga negara yang lain dari unsur-unsur G 30 S / PKI dan menempatkan peranan lembaga-lembaga itu sesuai dengan UUD 1945.
Dengan mengacu pada Ketetapan MPRS No. XIII /MPRS/1966, Presiden Soekarno membubarkan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan dan kemudian menyerahkan wewenang kepada Letjen Soeharto untuk membentuk kabinet AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat). Tugas pokok kabinet Ampera tertuang dalam Dwidarma Kabinet Ampera, yang intinya mewujudkan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Ternyata Kabinet Ampera belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena terganjal persoalan “DUALISME KEPEMIMPINAN NASIONAL”, yaitu Presiden Soekarno selaku pemimpin negara / pemerintahan dan Letjen Soeharto selaku pelaksana pemerintahan.
Konflik itu berakhir setelah timbul tekanan dan desakan agar presiden Soekarno segera mengundurkan diri dari jabatannya. Oleh karena itu MPRS mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/ 1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilu. Akhirnya pada sidang umum MPRS V tanggal 21 – 30 Maret 1967 Jendral Soeharto diangkat sebagai Presiden RI untuk masa jabatan 1968 – 1973.
2. Bersihkan kabinet Dwi Kora dari unsur-unsur PKI.
3. Turunkan harga barang.
Ternyata pemerintah tidak menuruti tuntutan para demonstran, sebab pemerintah tidak membubarkan kabinet tetapi hanya mereshufle Kabinet Dwi Kora menjadiKabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan atau yang lebih dikenal sebagai kabinet seratus menteri. Pembentukan kabinet ini membuat rakyat semakin tidak puas sebab masih banyak tokoh yang diduga terlibat peristiwa G 30 S/PKI masih dilibatkan dalam kabinet seratus menteri.
Untuk menggagalkan pelantikan kabinet, pada 24 Februari 1966 para mahasiswa memblokir jalan yang akan dilalui para menteri. Karena tindakan mahasiswa itu terjadi bentrokan dengan pihak keamanan, akibatnya seorang mahasiswa yang bernama ARIEF RAHMAN HAKIM gugur terkena tembakan pasukan keamanan. Sehari setelah insiden itu, pada 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan.
Pembubaran KAMI tidak menyurutkan tekat para mahasiswa, bahkan mahasiswa membentuk LASKAR ARIEF RAHMAN HAKIM yang bersama dengan kesatuan aksi lainnya pada 8 – 9 Maret 1966 menggelar aksi besar-besaran di depan kantor Waperdam I / MENLU, Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dan Kedutaan Besar CINA, sebab ketiga tempat itu dianggap sebagai sumber dukungan yang utama terhadap PKI.
Untuk mengatasi krisis politik yang tak kunjung reda, pada 10 Maret 1966 Presiden Soekarno mengadakan pertemuan dengan para utusan partai politik. Dalam pertemuan itu presiden meminta agar partai politik turut mengecam tindakan para demonstran, tetapi ditolak oleh para utusan partai yang tergabung dalam FRONT PANCASILA, sebab partai politik yang tergabung dalam front itu juga menuntut pembubaran PKI.
Dalam menyikapi keadaan negara yang semakin gawat, pada 11 Maret 1966 di Istana Negara diadakan sidang Pleno Kabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan. Para menteri yang akan menghadiri sidang ini mengalami kesulitan karena mereka dihadang oleh para demonstran. Untuk menjaga keamanan sidang maka prajurit RPKAD ditugaskan menjaga istana negara secara kamuflase, tetapi oleh Ajudan Presiden yaitu Brigjend Sabur pasukan itu dianggap akan menyerbu istana negara.
Akibatnya bersama dengan Wakil Perdana Menteri (Waperdam) I Soebandrio dan Waperdam III Chairul Saleh, presiden mengungsi ke Istana Bogor. Setelah pimpinan sidang diserahkan kepada Waperdam II Dr. J. Leimena.
Karena situasi negara yang semakin gawat dan kewibawaan pemerintah yang semakin merosot, dan didorong oleh rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memulihkan situasi negara maka tiga perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu Mayjend Basuki Rahmat, Brigjen M.Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud berinisiatif menemui presiden di Istana Bogor setelah sebelumnya meminta ijin kepada Letjen Soeharto. Pertemuan itu menghasilkan suatu konsep surat perintah kepada MEN / PANGAD LETJEN SOEHARTO, untuk atas nama presiden mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. Surat itulah yang pada akhirnya dikenal sebagai SUPER SEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret).
Berdasar surat perintah itu, Letjen Soeharto mengambil beberapa langkah, yaitu:
1. Terhitung mulai tanggal 12 Maret 1966, PKI dan ormas-ormasnya dibubarkan dan di
nyatakan sebagai partai terlarang. Dan diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX / MPRS / 1966 yang intinya melarang penyebaran ajaran komunis dan sejenisnya di Indonesia.
2. Mengamankan 15 orang menteri Kabinet Dwi Kora Yang Disempurnakan yang diduga terlibat dalam peristiwa G 30 S / PKI.
3. Membersihkan MPRS dan lembaga negara yang lain dari unsur-unsur G 30 S / PKI dan menempatkan peranan lembaga-lembaga itu sesuai dengan UUD 1945.
Dengan mengacu pada Ketetapan MPRS No. XIII /MPRS/1966, Presiden Soekarno membubarkan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan dan kemudian menyerahkan wewenang kepada Letjen Soeharto untuk membentuk kabinet AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat). Tugas pokok kabinet Ampera tertuang dalam Dwidarma Kabinet Ampera, yang intinya mewujudkan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Ternyata Kabinet Ampera belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena terganjal persoalan “DUALISME KEPEMIMPINAN NASIONAL”, yaitu Presiden Soekarno selaku pemimpin negara / pemerintahan dan Letjen Soeharto selaku pelaksana pemerintahan.
Konflik itu berakhir setelah timbul tekanan dan desakan agar presiden Soekarno segera mengundurkan diri dari jabatannya. Oleh karena itu MPRS mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/ 1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilu. Akhirnya pada sidang umum MPRS V tanggal 21 – 30 Maret 1967 Jendral Soeharto diangkat sebagai Presiden RI untuk masa jabatan 1968 – 1973.
2.2.
Penyebab Terjadinya Reformasi
Pemerintahan
Orde Baru memang dapat membawa bangsa Indonesia kearah yang lebih baik, tetapi
sayang semua itu di bangun di atas pondasi yang keropos yaitu hutang luar
negri. Selama pemerintahan Orde Baru, rakyat terpedaya dengan gambaran fisik
yang menampakkan seolah-olah bangsa Indonesia berhasil dalam pembangunan
nasional.
Keroposnya perekonomian semakin diperparah dengan tindakan para konglomerat yang menyalah gunakan posisi mereka sebagai aktor pembangunan ekonomi. Mereka banyak mengeruk utang tanpa ada kontrol dari pemerintah dan masyarakat. Semua ini dapat terjadi karena adanya KOLUSI, KORUPSI dan NEPOTISME (KKN) yang luar biasa.
Semua kemajuan yang ada di Indonesia akhirnya menjadi titik balik pada tahun 1997, hal ini bermula dari adanya krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi dan mempengaruhi segala sendi kehidupan masyarakat. Tatanan ekonomi rusak, pengangguran meningkat dan kemiskinan meraja lela. Dampak dari krisis adalah makin pudarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah Orde Baru.
Dalam kondisi seperti itu muncullah gerakan REFORMASI yang berawal dari rasa keprihatinan moral yang mendalam atas berbagai krisis yang terjadi. Gerakan reformasi dipelopori oleh para mahasiswa dan cendekiawan serta didukung oleh masyarakat luas yang sadar akan arti perubahan.
Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal 15 Mei1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir.
Tanggal 18 Mei para mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Hal ini jelas berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah yang merosot sampai Rp 15.000 per dollar.
Dari realita di atas, akhirnya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada B.J. Habibie, yang membuka peluang suksesi kepemimpinan nasional kepada B.J. Habibie. Tujuan reformasi adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa sebelumnya.
Keroposnya perekonomian semakin diperparah dengan tindakan para konglomerat yang menyalah gunakan posisi mereka sebagai aktor pembangunan ekonomi. Mereka banyak mengeruk utang tanpa ada kontrol dari pemerintah dan masyarakat. Semua ini dapat terjadi karena adanya KOLUSI, KORUPSI dan NEPOTISME (KKN) yang luar biasa.
Semua kemajuan yang ada di Indonesia akhirnya menjadi titik balik pada tahun 1997, hal ini bermula dari adanya krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi dan mempengaruhi segala sendi kehidupan masyarakat. Tatanan ekonomi rusak, pengangguran meningkat dan kemiskinan meraja lela. Dampak dari krisis adalah makin pudarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah Orde Baru.
Dalam kondisi seperti itu muncullah gerakan REFORMASI yang berawal dari rasa keprihatinan moral yang mendalam atas berbagai krisis yang terjadi. Gerakan reformasi dipelopori oleh para mahasiswa dan cendekiawan serta didukung oleh masyarakat luas yang sadar akan arti perubahan.
Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal 15 Mei1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir.
Tanggal 18 Mei para mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Hal ini jelas berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah yang merosot sampai Rp 15.000 per dollar.
Dari realita di atas, akhirnya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada B.J. Habibie, yang membuka peluang suksesi kepemimpinan nasional kepada B.J. Habibie. Tujuan reformasi adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa sebelumnya.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1. Dampak Perubahan dari Orde Baru
terhadap masa Reformasi
Perubahan sistem
pemerintahan dari orde baru ke Reformasi membawa dampak positif dan negatif.
Berikut beberapa Dampak positif dan negatif dari perubahan orde baru ke masa
reformasi.
a. Dampak Positif
1. Pada masa orde baru asas pemilu di Indonesia
adalah LUBER artinya LANGSUNG,UMUM, BEBAS DAN RAHASIA. Tetapi semasa Reformasi
asas pemilu ditambah dengan istilah JURDIL artinya JUJUR dan ADIL.
2. Pada masa orde baru yaitu tepatnya pada
tanggal 28 Desember 1966, Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Tindakan itu
mendapat sambutan baik dari anggota PBB yang lain, dengan bukti terpilihnya
ADAM MALIK sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
Indonesia menjadi anggota PBB sampai dengan saat ini.
3. Pada masa orde baru tidak ditemukan
pergantian pimpinan yang wajar sebab tidak adanya pembatasan masa jabatan.
Namun berkat pengalaman tersebut masa reformasi memberi batas jabatan agar
terjadinya kemudahan dalam pergantian pimpinan.
4. Masa orde baru menjadi sebuah pelajaran dalam
sistem pemerintahan Indonesia ke depannya agar terciptanya kehidupan dalam
bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa
sebelumnya.
b. Dampak Negatif
1. Masih tersisanya budaya KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme) di Indonesia akibat dari masa orde baru.
2. Walaupun Indonesia merupakan negara demokrasi,
namun masih banyak aspirasi rakyat yang tidak di dengar oleh para pejabat. Ini
menandakan bahwa budaya kepemimpinan otoriter pada masa orde baru masih tersisa
di era reformasi.
3. Di masa orde baru belum terdapat keadilan
dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara Indonesia, ini merupakan
salah satu faktor pendorong reformasi. Namun ini juga masih terjadi di era
reformasi walaupun hanya sedikit yang mengalaminya. Ini di akibat kan masih
adanya KKN sehingga belum tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3.2 FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA TUNTUTAN REFORMASI DAN JATUHNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU
Penyebab utama runtuhnya
kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997
kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang
melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara
kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat
mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi
besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu
terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas
Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah
Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat
mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”.
Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle
Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan
membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi.
Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Keberhasilan
Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui
sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan
meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, keberhasilan ekonomi maupun
infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental (character
building) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku
ekonomi (pengusaha/ konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997,
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa,
aparat dan penguasa).
Beberapa Penyebab Munculnya Reformasi
Banyak hal yang
mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama
terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde
Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru
memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal
ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde
Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai
Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan
oleh pemerintah Orde Baru. Berikut ini adalah beberapa hal yang menyebabkan
timbulnya Reformasi.
1. Krisis
Politik
Demokrasi yang tidak
dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan
kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di
pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada
dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan
oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam
kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar
anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini
mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR,
dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi.
Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang,
termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga
menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik
yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan di antaranya :
a.
UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
b.
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/ MPR.
c.
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
d.
UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
e.
UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan
pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih
besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak
mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi
dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa
kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat
terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai
faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut
masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi
baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam
kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi
sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau
kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan
yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga
menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan
politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan
baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye
pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan
korban jiwa.
Pemilihan umum tahun
1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih
kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai
Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan
masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat
untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR
bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ.
Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden
Soeharto yang datang dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
2. Krisis
Hukum
Pelaksanaan hukum pada
masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya
gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga
menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di
bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau
posisi yang sebenarnya.
3. Krisis
Ekonomi
Krisis moneter yang
melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu
untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar
rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan
berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank
pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha
yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman
bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di
kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak
hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan
keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah
mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin
memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako
di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak
terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk
mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran
dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi,
walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang
menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah
utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia
menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar
negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi
merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari
1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai
73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang
tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis.
Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang
di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit
macet.
Penyimpangan Pasal 33
UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik
Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan
tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu,
pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang
dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa
dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah
pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi
yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi
kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli,
oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan
Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru
bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini
semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat
pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik
sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat
dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini
menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah
pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers
yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta
selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang
kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita
yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang
memberitakan itu pers daerah.
4. Krisis
Kepercayaan
Demontrasi di lakukan
oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan
harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para
mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi
mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah
tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri
Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu
telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang
menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat.
Soeharto kembali ke
Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan
diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR /
MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR akhirnya berubah
menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil
rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan
para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya
mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Maka pada tanggal 18
Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.
Presiden Soeharto
mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di
Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi,
melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia
dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya,
upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan
diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan
Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung
diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang
baru di Istana Negara.
BAB
IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Masa orde baru berawal setelah G 30 S/PKI terjadi.
2. Masa Reformasi terjadi akibat banyak nya dorongan untuk mengubah bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik.
3. Banyak dampak yang di tinggalkan Orde baru terhadap masa Reformasi baik dari sisi positif maupun negatif.
4.2.Saran
Dengan adanya karya tulis ini di harapkan masyarakat atau pembaca dapat mengambil pelajaran yang positif serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya negara Indonesia sebagai negara maju dan bermartabat di mata Dunia.
Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Masa orde baru berawal setelah G 30 S/PKI terjadi.
2. Masa Reformasi terjadi akibat banyak nya dorongan untuk mengubah bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik.
3. Banyak dampak yang di tinggalkan Orde baru terhadap masa Reformasi baik dari sisi positif maupun negatif.
4.2.Saran
Dengan adanya karya tulis ini di harapkan masyarakat atau pembaca dapat mengambil pelajaran yang positif serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya negara Indonesia sebagai negara maju dan bermartabat di mata Dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru
2. http://widhisejarahblog.blogspot.com/2011/10/orde-baru-dan-peristiwa-reformasi.html
3. http://khayfauzan13.blogspot.com/2013/06/perkembangan-politik-orde-lama-orde.html
2. http://widhisejarahblog.blogspot.com/2011/10/orde-baru-dan-peristiwa-reformasi.html
3. http://khayfauzan13.blogspot.com/2013/06/perkembangan-politik-orde-lama-orde.html
4. https://samdaulay.wordpress.com/tag/penyebab-munculnya-tuntutan-reformasi/
1 komentar:
waktu zaman itu memang terlalu banyak kekejaman hingga banyak pelajar Indonesia mencari info beasiswa untuk hengkang ke luar negeri dan mengganti kewarganegaraan
Posting Komentar