BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat adalah
merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk
memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu
pengetahuan tentang hakikat menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti
atau esensi segala sesuatu. Filsafat adalah suatu titik penemuan tentang
hakikat kebenaran yang sudah ada namun ingin dikembangkan lebih mendalam tanpa
adanya ujung dari kebenaran yang ada karena penyelesaian masalah dalam filsafat
itu bersifat mendalam dan universal.
Filsafat merupakan sikap
atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan untuk membantu individu untuk
mengevaluasi keberadaannya dengan cara yang lebih memuaskan. Filsafat membawa
kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang telah
layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk
mencapai tujuan.
Filsafat membahas segala
sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil
meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua
masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin
kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Hakikat dari Filsafat dan Filsafat Ilmu itu?
2.
Metode-metode apa saja dalam Filsafat?
3.
Apa persamaan dan perbedaaan antara Filsafat dan Filsafat Ilmu?
4.
Apa Hakikat dari Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi?
C. Tujuan Dan Kegunaan
Penelitian
Adapun penyusunan laporan penelitian memiliki tujuan dan kegunaan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui tentang
Hakikat dari Filsafat dan Filsafat Ilmu.
2. Untuk mengetahui tentang
Metode-metode dalam Filsafat.
3. Untuk mengetahui tentang
persamaan dan perbedaaan antara Filsafat dan Filsafat Ilmu.
4. Untuk mengetahui tentang
Hakikat dari Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Hakikat Filsafat dan Filsafat Ilmu
1.
Hakikat Filsafat
Manusia
di dunia selalu dihinggapi rasa keingintahuan. Jujun S. Suriasumantri
menyatakan pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan
rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuannya akan pernah kita
ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga
berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang,
seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Poedjawiyatna
memdefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah
Bakry, mengatakan bahwa Filsafat ialah sejenis pengetahuan yang menyelidiki
segala sesuatu dengaan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagamana hakikatnya sejauh yang
dapat di capai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu. Plato menyatakan bahwa Filsafat ialah ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli. Bagi Aristoteles, Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dan bagi Al
Farabi, Filsafat adalah pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikat yang
sebenarnya. Imamanuel Kant mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang tercakup didalamnya empat
persoalan:
·
Apa yang dapat diketahui? (dijawab Metafisika)
·
Apa yang seharusnya diketahui? (dijawab Etika)
·
Sampai dimana harapan kita? (dijawab Agama)
·
Apa itu manusia? (dijawab Antropologi).
O’Kattsoff,
filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan menerbitkan
serta mengatur semua itu didalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa kita
kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang layak.
Filsafat merupakan pemikiran yang sistematis. Kegiatan kefilsafatan adalah
merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara
kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah
percobaan untuk menyusun suatau sistem pengetahuan yang rasional yang memadai
untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita
sendiri. Perenungan kefilsafatan dapat merupakan karya satu orang yang
dikerjakan sendiri, ketika ia dengan pikirannya berusaha keras menemukan alasan
dan penjelasan dengan cara semacam bertanya pada diri sendiri. Atau perenungan
itu dapat pula dilakukan oleh dua atau lebih dari dalam suatu percakapan ketika
mereka melakukan analisis, melakukan kritik dan menghubungkan pikiran mereka
secara timbal balik. Perenungan kefilsafatan dapat pula semacam percakapan yang
dilakukan dengan diri sendiri atau orang lain. Hal itu dapat ditunjukkan oleh
aktifitas seorang filsuf yang berhubungan dengan polemik yang terkadang
mempertentangkan dan membandingkan diantara alternatif-alternatif yang
masing-masing berpegangan dari unsur atau segi yang penting, dan kemudian
mencoba untuk mengujinya pada pengalaman, kenyataan empirik dan akal. Ada yang
berpendirian bahwa pengetahuan diperoleh hanya melalui pengalaman, dan ada yang
berpendirian bahwa pengetahuan didapat hanya melalui akal. Kedua pendirian itu
diuraian secara panjang lebar sampai tercapai suatu sintesis.
2.
Hakikat Filsafat Ilmu
The
Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Jujun
S. Suriasumantri memandang filsafat ilmu sebagai bagian filsafat pengetahuan
(epistimologi) yang ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan mengenai hakikat
ilmu sebagai berikut:
1.
Kelompok pertanyaan pertama merupakan tinjauan ilmu secara
ontologis, antara lain:
·
Objek apa yang ditelaah ilmu?
·
Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?
·
Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia?
2.
Kelompok pertanyaan kedua merupakan tinjauan ilmu secara
epistimologis:
·
Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang
berupa ilmu?
·
Bagaimana prosedurnya?
·
Hal-hal apa yang diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan
yang benar?
·
Apa yang dimaksud dengan kebenaran?
·
Dan seterusnya
3.
Kelompok pertanyaan ketiga sebagai tinjauan ilmu secara
aksiologis:
·
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu?
·
Bagaimana kaitan antara cara menggunakan ilmu dengan kaidah-kaidah
moral?
·
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral?
·
Dan seterusnya.
B. Metode-metode dalam
Filsafat
Metode-metode filsafat
yang khas adalah sebagai berikut:
- Metode Kritis : Socrates dan Plato
Metode ini bersifat
analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang di kemukakan orang.
Merupakan hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan
pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan,
menyisihkan dan menolak yang akhirnya di temukan hakikat.
2.
Metode Intuitif : Plotinus dan Bergson
Dengan jalan metode
intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan membersihkan
intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu
penerangan pemikiran. Sedangkan Bergson dengan jalan pembauran antara kesadaran
dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3.
Metode Skolastik
Aristoteles, Thomas
Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan. Metode ini bersifat sintetis-deduktif
dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau prinsip-prinsip yang jelas
dengan sendirinya di tarik berbagai kesimpulan.
4.
Metode Geometris : Rene Descartes dan Pengikutnya
Melalui analisis
mengenai hal-hal kompleks di capai intiuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide
terang dan berbeda dari yang lain), dari hakikat-hakikat itu dideduksikan
secara matematis segala pengertian lainnya.
5.
Metode Empiris : Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah
menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam intropeksi
di bandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama
secara geometris.
6.
Metode Transendental : Immanuel Kant dan Neo skolastik
Metode ini bertitik
tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis diselidiki
syarat-syarat apriori bagi pengertian demikian.
7.
Metode Fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme
Yakni dengan jalan
beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam
kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni. Fenomelogi adalah suatu
aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri, atau
yang membicarakan gejala. Hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau
penyaringan dan menurut Husserl ada tiga macam reduksi yaitu:
a.
Reduksi Fenomologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman
kita dengan maksud supaya mendapatkan fenomena dalam wujud semurni-murninya.
b.
Reduksi eidetis, penyaringan atau penempatan inti sari atau
fenomena untuk melihat hakikat sesuatu.
c.
Reduksi Transendental, eksistensi dan segala sesuatu yang tiada
hubungan timbal balik dengan kesadaran murni agar sampai kepada apa yang ada
pada subjek itu sendiri.
- Metode Dialektis : Hegel dan Mark
Dengan jalan mengikuti
dinamik pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis, antitetis, sistesis di
capai hakikat kenyataan. Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu
dua pengertian yang bertentangan kemudian di damaikan
(tesis-antitesis-sintesis).
9.
Metode Non-positivistis
Kenyataan yang di pahami
menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku
pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10.
Metode analitika bahasa : Wittgenstein
Dengan jalan analisa
pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan
filosofis. Metode ini di nilai cukup netral sebab tidak sama sekali
mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan
hasilnya senantiasa di dasarkan kepada penelitian bahasa yang logis.
C.
Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat dan Filsafat Ilmu
Persamaan
Filsafat dan Ilmu, sebagai berikut:
1.
Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2.
Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang
ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan
sebab-sebabnya.
3.
Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan.
4.
Keduanya mempunyai metode dan sistem.
5.
Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya
timbul dari hasrat manusia (objektifitas), akan pengetahuan yang lebih
mendasar.
Adapun
perbedaan Filsafat dan Ilmu adalah sebagai berikut:
1.
Objek material filsafat itu bersifat universal, yaitu segala
sesuatu yang ada sedangkan material ilmu itu bersifaat khusus dan empiris.
Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin
tertentu.
2.
Objek formal filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena
mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam
dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif.
Disamping itu, objek formal ilmu itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara
ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
3.
Filsafat dilaksanakan dalam suatu suatu suasana pengetahuan yang
menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah
diadakan riset lewat pendekatan trial dan error. Oleh karena itu, nilai
ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedang kegunaan filsafat timbul dari
nilainya.
4.
Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan mendalam berdasarkan
pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu
menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5.
Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan
mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan
sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary
cause).
D.
Hakikat Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
- Ontologi
Ontologi
adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan ilmu,
landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara
objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindra)
yang membuahkan pengetahuan?
Ontologi
dinamakan pula teori hakikat, dimana cakupan hakikat itu luas sekali yaitu
segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas artinya
kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara
atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah.
Noeng
Muhadjir mengatakan Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal dan berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan, menjelaskan yang ada yang meliputi realitas dalam semua bentuknya.
Menurut Jujun S. Suriasumantri mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin
kita ketahui, seberapi jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang ”ada”. A. Dardiri mengatakan ontologi adalah
menyelidiki sifat dasar dari apaq yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan
(objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada; dalam
kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal yang ada,sedangkan dalam pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Beberapa
cakupan ontologi:
a.
Metafisika
Metafisika dapat
diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki apa hakikat di balik alam nyata ini.
Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak
dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah.
b.
Asumsi
Determinisme,
probabilistik dan pilihan bebas merupakan permasalahan filsafati yang rumit
namun menarik. Tanpa mengenal ketiga aspek ini akan sulit bagi kita untuk
mengenal hakikat keilmuan dengan baik. Paham determinisme dikembangkan oleh
William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang
menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh
zat dan gerak yang bersifat universal. Aliran ini merupakan lawan dari
fatalisme yang menyatakn bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang
ditetapkan lebih dahulu.
c.
Peluang
Berdasarkan teori
keilmuan tidak akan pernah mendapatkan hal yang pasti mengenai suatu kejadian.
Yang ada adalah kesimpulan yang probabilistik.
d.
Beberapa Asumsi dalam Ilmu
Suatu permasalahan
kehidupan tidak bisa dianalisis secara cermat dan saksama hanya oleh satu
disiplin keilmuan saja. Dalam mengembangkan asumsi kita harus perhatikan
beberapa hal. Pertama, asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan
pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi harus operasional dan merupakan dasar dari
pengkajian teoritis. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari keadaan
sebagaimana adanya bukan bagaimana keaadaan yang seharusnya. Asumsi yang
pertama adalah mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi yang kedua adalah
asumsi yang mendasari telaah moral.
e.
Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Ilmu memulai
penjelajahan pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahanya pada batas pengalaman manusia juga
disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji
kebenaranya secara empiris.
2.
Epistemologi
Epistemologi
atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Mula-mula
manusia percaya bahwa dengan kekuasaan pengenalannya ia dapat mencapai realitas
sebagaimana adanya para filosof pra Sokrates, yaitu filosof pertama di alam
tradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka
memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan perubahan, sehingga
mereka kerap dijuluki filosof alam.
Metode
empiris yang telah dibuka oleh Aristoteles mendapat sambutan yang besar pada
Zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Dua di antara
karya-karyanya yang menonjol adalah The Advancement of Learning dan Novum
Organum (organum baru).
Fisafat
Bacon mempunyai peran penting dalam metode induksi dan sistematisasi prosedur
ilmiah menurut Russel, dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis,
yaitu untuk memberi kekuasaan pada manusia atas alam melalui peyelidikan
ilmiah. Bacon mengkritik filsafat yunani yang menurutnya lebih menekankan
perenungan dan akibatnya tidak mempunyai praktis bagi kehidupan manusia.
Karena
itu, usaha yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan.
Menurutnya, pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan, dan tidak akan
bermakna kecuali ia mernpunyai kekuatan yang dapat membantu manusia meraih
kehidupan yang lebih baik.
Sikap
khas Bacon mengenai ciri dan tugas filsafat tampak paling mencolok dalam Novum
Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia satu sama lain, menurutnya alam
tidak dapat dikuasai kecuali dengan jalan menaatinya, agar dapat taat pada
alam, manusia perlu mengenalnya terlebih dahulu dan untuk mengetahui alam
diperlukan observasi, pengukuran, penjelasan. dan pembuktian.
Umat
manusia ingin menguasai alam tetapi menurut Bacon, keinginan itu tidak tercapai
sampai pada zamannya hidup, hal ini karena ilmu-imu pengetahuan berdaya guna
dalam mencapai hasilnya, sementara logika tidak dapat digunakan untuk
mendirikan dan membangun ilmu pengetanuan. Bahkan, Bacon meganggap logika lebih
cocok untuk melestarikan kesalahan dan kesesatan yang ada ketimbang mengejar
menentukan kebenaran.
Pengetahuan
yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
a.
Metode Induktif
Induksi
yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi
dalam suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan yang luas
diterima, ilmu-ilrnu empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif
bila bertolak dari pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil
pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan pernyataan universal.
b.
Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu
metode yang menyimpan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu
sistem pernyataan yang runtut. Yang harus ada dalam metode deduktif ialah
adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada bentuk
logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris
atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori
dengan jalan rnenerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik
dari teori tersebut.
c.
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan
oleh August Comte. Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui yang faktual
yang positif. Dia menyampingkan segala uraian persoalan di luar yang ada
sebagai fakta oleh karena itu, ia menolak metafisika yang diketahui positif,
adalah segala yang nampak dan segala metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu
pengetahuan diatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
d.
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan
adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan,
sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda seharusnya dikembangkan
suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
e.
Metode Dialektis
Dalam
filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya
diskusi logika. Kini dialekta berarti tahap logika, yang mengajarkan
kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang
ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam dan metode peraturan, juga
analisis sistematika tentang ide mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
3.
Aksiologi
Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi
nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan
itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan
sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing
menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan
kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam
praksis. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut
Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1.
Moral Conduct, yaitu tindakan moral,
bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika
2.
Estetic Expression, yaitu ekspresi
keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan
3.
Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial
politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Dari
definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek
formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula
bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak
baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan
norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian
tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and
wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi
mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
Kattsoff menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab
dengan tiga macam cara yaitu:
- Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.
- Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
- Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
·
Penilaian Dalam Aksiologi
Dalam
aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya
ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis.
Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral
ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak
menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
·
Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan
dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia,
dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Nilai
kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga
hal, yaitu:
- Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
- Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi
yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan
dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3.
Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita
menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari
pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani
lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara
menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit.
Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan
secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua
masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia
·
Kaitan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu
Kaitan
Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi
kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak
tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran
tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada
objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek
berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian.
Dengan
demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki
akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah
menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus
bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah
dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.
Seorang
ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang
bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam
menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika
seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan
tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi
tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif .
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Filsafat
sangat luas pembahasannya yang mana objek materinya meliputi segala yang ada
bahkan yang mungkin ada sekalipun baik tampak maupun tidak. Penelitian tentang
filsafat terus berkembang dan tak kan pernah berhenti, sehingga sampai saat ini
banyak sekali penemuan-penemuan para filsuf.
Secara
garis besar ada tiga bagian struktur filsafat yaitu: ontologi, epistemologi,
dan aksiologi. Ontologi atau teori hakikat membahas tentang hakikat segala
sesuatu yang melahirkan pengetahuan, Epistemologi atau teori pengetahuan
membahas tentang bagaimana kita memperoleh pengetahuan, dan aksiologi
atau teori nilai membahas tentang guna pengetahuan.
Ontologi
membahas tentang apa objek yang kita kaji,bagaimana wujudnya yang hakiki dan
hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas
tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan
perkembangannya. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang
bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan
dengan yang lain. Dalam aksiologi, ada dua penilaian yang umum digunakan yaitu;
Pertama Etika atau cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral dan yang Kedua Estetika atau bidang studi manusia yang
mempersoalkan tentang nilai keindahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir. 2007. Filsafat
Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Amsal Bakhtiar. 2004. Filsafat
Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jujun S. Suriasumatri.
2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Sinar Harapan:
Jakarta
Soejono Soemargono.
1996, Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.
Surajiyo. 2007. Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumber : http://strata2.blogspot.co.id