BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berdirinya
Organisasi Serikat Islam pada
awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis
pada tahun 1909 oleh R.M. Tirto Adi Suryo pada tahun 1909 dengan tujuan untuk
melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim dari monopoli dagang yang dilakukan
untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa.
Namun pada tahun 1911 di Solo, Haji
Samanhudi (seorang pengusaha batik) mendirikan sebuah perkumpulan bernama
Sarekat Dagang Islam. Lahirnya sarekat Dagang Islam ini didorong oleh faktor
ekonomi dan agama[1][1].
Latar belakang ekonomis perkumpulan
ini ialah perlawanan dagang antara (penyalur) oleh orang Cina,[2][2] pada saat itu orang-orag china
memegang monopoli di bidang perdagangan bahan baku batik. Akibat monopoli di
bidang perdagangan tersebut sangat terasa bagi pengusaha Indonesia, terutama
dalam usaha untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan bahan baku untuk
keperluan membatik.
Di bawah
pimpinan H. Samanhudi perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan
yang berpengaruh dan akhirnya pada tahun 1912 oleh pimpinannya yang baru yaitu
Haji Omar Said Cokroaminoto namanya diubah menjadi Sarekat Islam . Hal ini
dilakukan agar organisasi ini tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi
juga dalam bidang lain seperti politik[3][3]. Walaupun
dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam
kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan
menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan
kekhawatiran pihak belanda.
1.2 Berdiri
1. Sarekat
Dagang Islam
Serikat
Dagang Islam didirikan pada tanggal 27 Maret 1909 di rumah Tirto Adhi Soerjo di
Bogor dengan keluarga Badjenet, namun baru mendapat peresmian dari pihak
pemerintah Hindia-Belanda pada tanggal 5 April 1909. Pada perjalanannya terjadi
perbedaan pandangan dan tujuan organisasi antara Tirto Adhi dan Badjenet, Tirto
Adhi menghendaki organisasi di arahkan kepada suatu pergerakan dalam bidang
politik sedangkan keluarga Badjenet hanya semata-mata untuk kepentingan dagang.
2. Sarekat
Islam
Dengan
keluarnya keluarga Badjenet dari keanggotaan SDI, maka arah dan tujuan SDI
diwarnai gerakan dalam bidang politik. Untuk masuk ke kota-kota kecil, maka
Tirto Adhi menganjurkan untuk didirikan Serikat Dagang Islam di Solo yang di
ketua oleh Haji Samanhoedi pada tanggal 9 November 1911. Dalam penyusunan dasar
organisasi maka dagangnya dihilangkan menjadi Sarekat Islam. Sejak itulah
organisasi ini mulai mengubah langkah pergerakannya dari bidang ekonomi ke arah
bidang politik.[4][4]
1.3 Kepengurusan
1. Susunan
kepengurusan
Susunan kepengurusan Serikat Dagang
Islam yang berdiri pada tanggal 27 Maret 1909 di Bogor
Presiden : Sjech Achmad bin Abdoelrachman Badjenet
Wakil Presiden : dr. Mohamad Dagrim
Komisaris : Sjech Achmad bin Said Badjenet. Sjech Galib bin
Said
Tebe. Sjech Mohamad bin Badjenet, Mas Railoes, dan Haji Mohamad Arsad
Kasir : Sjech Said bin Abdurrachman Badjenet
2. Tujuan
organisasi
1. Memajukan perdagangan
2. Memberikan pertolongan kepada
anggotanya yang mengalami kesukaran dalam bidang usaha
3. Memajukan kepentingan jasmani dan
rohani penduduk asli
4. Memajukan
pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
5. Memajukan kehidupan beragama
6. Memperbaiki
pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
1.4 Arah Organisasi dan
Perkembangannya
1. Organisasi
Sosial
2. Politik
Perkembangan Organisasi Sarekat Islam semakin Pesat, yang
memiliki cabang-cabang di berbagai daerah, untuk mempermudah pengawasan
terhadab cabang tersebut maka pada kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam yang
membentuk Central Serikat Islam (CSI).[6][6] Ia berusaha
tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk
memisahkan diri dari Central Sarekat
Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai
unsur penyatu.
Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central
Sarekat Islam baru diberi pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan
keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg
digantikan oleh Gubernur Jenderal van
Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak
simpatik terhadap Sarekat Islam.
Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta
muncul aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat
itu ia menduduki jabatan ketua pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian,
kongres tetap memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk
pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat.
Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad.
HOS Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih)
mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin
meluas. Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat
bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah, tetapi antara
kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan buruh dan tani
disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun
1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Sekerja karena hal
ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial.
Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun
cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun
melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang
menimbulkan perpecahan.
Rupanya benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu
tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat
Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang
menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam
penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan
ketetapan aturan Disiplin Partai[7][7]. Artinya,
dengan dikeluarkannya aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh
Semaun dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun
dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan
kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang
berpusat di Semarang.
Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat
Islam digantikan menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis
menyatakan diri bernaung dalam Sarekat
Rakyat yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Pada periode antara tahun
1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan
evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan
pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis
perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan
pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam
tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan
nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai
kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah
dengan “Indonesia” untuk menunjukan perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya
menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII).[8][8]
Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman dari negeri Belanda.
Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara Tjokroaminoto yang
menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka lain dr. Sukiman
yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai Islam Indonesia
(PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII pecah menjadi PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman
1.5 Pengaruhnya dalam Mewujudkan
Indonesia Merdeka
1. Organisasi Sarekat Islam memiliki
Peranan penting dalam penyatuan masyarakat dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
2. Dengan adanya Sarekat Islam telah
memberikan semangat bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan, terutama dari
tujuan awalnya yaitu mendapatkan hak-hak para pedagang batik di Pulau Jawa dari
bangsa China.
3. Sarekat Islam sebagai pemersatu umat
Islam dan membangkitkan semangat nasionalisme
4. Sarekat Islam juga sebagai Cikal
bakal lahirnya berbagai partai politik dan berbagai aliran sebagai penambah
kazhanah percaturan politik sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia.
BAB II
P E N U T U P
2.1 Kesimpulan
Sarekat Islam merupakan sebuah organisasi yang berdiri pada
tahun 1909 dengan nama Sarekat Dagang Islam. Namun pada tahun 1911 berganti
nama menjadi Sarekat Islam, dimana pada awalnya organisasi ini hanya bergerak
di bidang Sosial-Budaya seiring perkembangannya alirannya berubah haluan
menjadi bersifat Politik.
Organisasi Sarekat Islam ini memiliki peranan yang sangat
penting dalam mewujudkan kemerdekaan, dimana organisasi ini telah berhasil
menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa persatuan bahwa kita bangsa Indonesia
harus bisa menumpas penjajahan dan harus meraih kemerdekaan. SI telah berhasil
mencetak kaum-kaum Intelektual.
2.2 Kritik dan Saran
1. Makalah ini hendaknya dilengkapi
dengan buku sumber yang lebih banyak sehingga pemahaman materi lebih rinci
dan lebih banyak perbandingannya.
2. Makalah ini diharabkan bisa
dijadikan bahan pembelajaran untuk materi yang tercakup.
DAFTAR PUSTAKA
Enar,
Fatimah. 2008. Kapita Selekta Sejarah Indonesia dan Dunia. Padang : Program
Belajar
Jarak
Jauh Unit Pembina Regional III IKIP Padang 1982.
Noer,
Deliar. 1994. Gerakan Moderen Islam di
Indonesia 1900-1942. Jakarta : PT Pustaka
LP3ES.
Poesponegoro,
Marwati Djoened, Dkk. 1992. Sejarah
Nasional Indonesia V. Jakarta : Balai
Pustaka.
Sudiyo.
2002. Pergerakan Nasional Mencapai &
Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta : PT
Rineka
Cipta.
Syamdani.
2012. Tan Malaka Nasionalisme seorang
Revolusioner. Jakarta : TERAS
Setianto,
Yudi. Sarekat
Islam: Gerakan Awal Nasional-Religius Di Indonesia.