cari

Pengaruh pola asuh orang tua dengan perilaku remaja



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kepribadian seorang remaja bisa dibentuk dari beberapa faktor, salah satunya adalah keluarga. Menurut Brown (dikutip dalam Yusuf, 2004), keluarga memiliki dua arti. Dalam arti luas, keluarga merupakan orang-orang yang memiliki hubungan darah atau keturunan sehingga bisa dihubungkan dengan marga. Dalam arti sempit, keluarga terdiri dari orang tua dan remaja. Sementara itu, Sigelman dan Shaffer (dikutip dalam Yusuf, 2004) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat umum atau universal. Keluarga terdapat dalam setiap masyarakat di dunia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan bagian sosial terkecil dari seseorang yang terdiri dari orang-orang yang saling memiliki ikatan darah.
Sebagai komponen sosial terkecil dalam lingkungan sosial remaja, keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan kepribadian remaja. Salah satu peran keluarga yang memengaruhi kepribadian remaja adalah pola asuh orang tua. Kepribadian remaja yang terbentuk tergantung dari bagaimana orang tua mengasuh remajanya. Untuk bisa mendapatkan kepribadian remaja yang diharapkan, orang tua harus bisa menggunakan pola asuh yang tepat. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas lebih lanjut tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan kepribadian remaja.  Karakteristik remaja yang sedang dalam tahap pencarian identitas menjadi rentan terhadap timbulnya permasalahan. Permasalahan pada remaja adalah prilaku yang dipandang sebagai masalah dalam segi sosial, atau hal yang tidak sesuai dengan norma dan ketentuan orang dewasa salah satu permasalahan yang kerap muncul pada masa remaja adalah tindakan kenakalan. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang prilaku yang luas, mulai prilaku yang tidak dapat di terima secara sosial, pelanggaran, hingga tindakan kriminal.
Setiap orang tua pasti menginginkan remajanya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi remaja  yang pertama dan utama dalam kehidupan remaja, sudah seharusnya  menjadi teladan yang baik bagi remaja-remajanya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Zakiyah Daradjat, bahawa kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi remaja yang sedang tumbuh.  Pola asuh orangtua berdampak terhadap perkembangan emosi remaja. Namun, baik atau tidaknya perilaku remaja ketika beranjak remaja tidak hanya dipengaruhi oleh pola asuh orangtua tetapi sebagian besar dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. Setiap pola asuh orangtua memiliki efek terhadap perkembangan emosi remaja. Remaja yang dibesarkan dengan pola asuh yang baik dan sesuai akan memiliki emosi yang terkontrol sehingga mudah berkembang di lingkungannya. Dan remaja yang menjadi karakter seorang remaja karena keluarga merupakan kelompok kegagalan pola asuh orang tua berdampak sistemik dan terpahat dalam pikiran benak dan prilaku seorang sosial yang pertama bagi seorang remaja untuk mengetahui aturan aturan sosial yang berlaku dan keluarga juga diharapkan dapat menanamkan faham-faham positif tentang aturan kehidupan dan menanamkan kesadaran dan kontrol diri dalam karakter remaja. Hal ini menarik bagi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul: “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku  Remaja”

1.2 Rumusan Masalah
Mencermati uraian pada latar belakang maka dapat merumuskan masalah adalah Bagaimana pengaruh  pola asuh orang tua dengan perilaku remaja?

1.3 Tujuan
Untuk menjelaskan pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku remaja.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang kami harapkan adalah semoga dapat memberi manfaat bagi para pembaca, menambah ilmu pengetahuan baru, dan menjadi media pengingat bahwasannya penerapan pola asuh orang tua itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak, sehingga tidak boleh sembarangan dan harus bijaksana.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pola Asuh
2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada remaja yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh remaja dari segi negatif maupun positif. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada remaja. Pengasuhan terhadap remaja berupa suatu proses Interaksi antara orang tua dengan remaja. Interaksi tersebut mancakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik remajanya.
Cara orang tua mendidik remajanya disebut sebagai pola pengasuhan dalam Interaksinya dengan orang tua, remaja cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi dirinya (Rahmadiana, 2004). Orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat untuk kebutuhan dan situasi remaja, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk remaja menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Rahmadiana, 2004). Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik remaja, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh remaja. Menurut Baumrind (1997), orang tua dalam mengasuh remaja seharusnya memperhatikan beberapa hal seperti perilaku yang patut dicontoh, kesadaran diri, dan komunikasi.
Perilaku yang patut dicontoh menurut Baumrind (1997) memberikan arti setiap perilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi remaja-remajanya. Sementara itu kesadaran diri orangtua juga harus ditularkan pada remaja-remajanya dengan mendorong mereka agar perilaku kesehatannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh karena itu, orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku. Tidak kalah pentingnya yang perlu disiapkan oleh orangtua menurut Baumrind (1997) adalah pola komunikasi orangtua, dimana komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan remaja-remajanya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan masalahnya.
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian remaja. Semua sikap dan perilaku remaja yang telah dipolesi dengan sifat/pola asuh dari orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa remajanya. Pola asuh orang tua berhubungan dengan masalah tipe kepimpinan orang tua dalam keluarga.
Tipe kepimpinan orang tua dalam keluarga itu bermacam-macam, sehingga pola asuh orang tua bersifat demokratis / otoriter. Pada sisi lain, bersifat campuran antara demokratis & otoriter.

2.1.2. Macam Pola Asuh
Menurut Baumrind (1997), pola asuh yang dilakukan oleh orangtua kepada remajanya umumnya dilakukan melalui pola asuh otoriter, demokratis, permisif, dan pola asuh dialogis. Pola asuh otoriter adalah dicirikan dengan orang tua yang cenderung menetapkan standart yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila remaja tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum remajanya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari remajanya untuk mengerti mengenal remajanya. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkan kepentingan remaja, akan tetapi tidak ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran dan orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan remaja, memberikan kebebasan pada remaja untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada remaja untuk memilih dan melakukan suatu pendekatan pada remaja bersifat hangat. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik remaja yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru (Baumrind, 1997). Pola asuh permisif umumnya dicirikan bahwa orang tua memberikan kesempatan pada remajanya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur / memperingati remaja apabila sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun orang tua type ini biasanya hangat sehingga disukai remaja. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik remaja yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara social (Baumrind, 1997). Sedangkan pola asuh dialogis dicirikan bahwa orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan remaja dalam menemani pertumbuhan / perkembangan remaja mereka. Setiap kali ada persoalan remaja dilatih untuk mencari akan persoalan, lalu diarahkan untuk ikut menyelesaikan secara bersama dengan demikian remaja akan merasakan bahwa hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Hal ini berarti pula orang tua dapat ikut bersama remaja untuk mengantisipasi bahaya yang mengintai kehidupan remaja-remaja setiap saat. Selain itu orang tua yang dialogis akan berusaha mengajak remaja agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya, sehingga remaja akan menghindari keburukan dia sendiri, merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang tuanya (Baumrind, 1997).

2.1.3  Definisi Perilaku
Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. . Belajar dapat didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. 
Skinner membedakan perilaku menjadi dua, yakni : 
  1. perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-insting.
  2. perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.
Pada manusia, perilaku operan atau psikologis inilah yang dominan. Sebagian terbesar perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). Timbulnya perilaku (yang dapat diamati) merupakan resultan dari tiga daya pada diri seseorang, yakni :
  1. daya seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman yang enak dan cenderung untuk menghindari pengalaman yang tidak enak (disebut conditioning dari Pavlov & Fragmatisme dari James).
  2. daya rangsangan (stimulasi) terhadap seseorang yang ditanggapi, dikenal dengan “stimulus-respons theory” dari Skinner.
  3. daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang atau kemandirian (Gestalt Theory dari Kohler).
Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret).
Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula 



2.1.4  Pengertian Remaja
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah Darajat adalah :Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak lagi, baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Hal senada diungkapkan oleh bahwa adolescene diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.  
Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:  192).
2.2 Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Remaja
Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental. Perkembangan remaja pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa remaja tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Selain itu, nilai-nilai sosial, norma agama, serta prinsip hidup yang diinternalisasikan melalui persinggungan dan interaksi sosial remaja yang intensif dengan anggota keluarga akan lebih mudah menancap kuat di alam kesadaran remaja yang kelak akan menjadi sistem kontrol internal bagi perilaku mereka. Dalam konteks ini, orang tua adalah pemegang kendali utama tanggung jawab atas proses pembentukan karakter remaja. Kita tidak dapat menutup mata misalnya, bahwa saat ini terjadi pergeseran nilai kesusilaan pada masyarakat mengenai terminologi patut dan tidak patut. Di level itu, peran orang tua menjadi sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada remaja sebagai bekal utama sebelum mereka terjun ke masyarakat melalui sekolahan dan media interaksi sosial lainnya. Karena itu, teladan sikap orang tua sangat dibutuhkan bagi perkembangan remaja-remaja mereka. Hal ini penting karena pada fase perkembangan manusia, usia remaja adalah tahapan untuk mencontoh sikap dan perilaku orang di sekitar mereka. Dengan sikap dan teladan yang baik ditambah dengan penguatan emotional bondin antara remaja dengan orang tua, upaya infiltrasi nilai-nilai moral dan karakter yang baik pada remaja akan lebih mudah untuk dilakukan.
Selain itu, sikap keterbukaan antara remaja dan orang tua juga sangat dibutuhkan untuk menghindari remaja dari pengaruh nilai-nilai negatif yang ada di luar lingkungan keluarga. Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan seorang remaja adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja. Dengan kata lain, tugas utama seorang remaja dalam perkembangannya adalah mempelajari ”aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini. Sebagai contoh, remaja harus belajar memahami bahwa setiap benda memiliki hukum tertentu (hukum-hukum fisika), seperti : benda akan jatuh ke bawah, bukan ke atas atau ke samping (hukum gravitasi bumi). Selain itu, remaja juga harus belajar memahami aturan main dalam hubungan kemasyarakatan, sehingga ada hukum dan sanksi yang mengatur perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk membentuk karakter remaja diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik.
Menurut Megawangi (2003), ada tiga kebutuhan dasar remaja yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada remaja. Kelekatan ini membuat remaja merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan remaja akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter remaja karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi.
Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi remaja. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan remajanya.
Menurut pakar pendidikan remaja, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata remajanya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada remajanya) terhadap remajanya yang berusia usia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi remaja yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya remaja yang kreatif.
Secara umum, Kekuasaan orangtua dominan, Remaja tidak diakui sebagai pribadi, Kontrol terhadap tingkah laku remaja sangat ketat, Orangtua menghukum remaja jika remaja tidak patuh. Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orangtua – remaja sehingga antara orang tua dan remaja seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan orang tua dengan anak. Studi yang dilakukan oleh Fagan (dalam Badingah, 1993) menunjukan bahwa ada keterkaitan antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan keluarga, di mana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah.
Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter remaja. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orangtua mendorong remaja untuk membicarakan apa yang ia inginkan, Ada kerjasama antara orangtua – remaja, Remaja diakui sebagai pribadi, Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua, Ada kontrol dari orangtua yang tidak kaku. Pola asuh permisif mempunyai ciri orangtua memberikan kebebasan penuh pada remaja untuk berbuat. Dominasi pada remaja, Sikap longgar atau kebebasan dari orangtua, Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua, Kontrol dan perhatian orangtua sangat kurang. Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebesan terhadap remaja untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter remaja.
Bagaimana pun remaja tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat remaja bingung dan berpotensi salah arah.
Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter remaja. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orangtua yang demokratis lebih mendukung perkembangan remaja terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab. Sementara, orangtua yang otoriter merugikan, karena remaja tidak mandiri, kurang tanggungjawab serta agresif, sedangkan orangtua yang permisif mengakibatkan remaja kurang mampu dalam menyesuaikan diri di luar rumah.
Menurut Arkoff (dalam Badingah, 1993), remaja yang dididik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja. Di sisi lain, remaja yang dididik secara otoriter atau ditolak memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan merugikan. Sementara itu, remaja yang dididik secara permisif cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan.
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Dimana remaja beradaptasi dengan tumbuh kembangnya dan pembentukan konsep dirinya. Konsep diri adalah penilaian terhadap diri, gambaran terhadap diri yang ditafsirkan oleh individu sendiri baik positif atau negatif. Pembentukan konsep diri pada remaja dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan orangtua. Pola asuh yaitu sikap perlakuan yang dimiliki dan diterapkan orangtau dalam pengasuhan terhadap anak sejak usia kandungan hingga anak dewasa. Pola asuh demokratis menjadikan anak memiliki konsep diri yang positif sedangkan pola asuh yang otoriter dan permisif memnadikan anak memiliki konsep diri yang negatif.

3.2 Saran
Agar para remaja tidak mudah terpengaruh ke dalam pergaulan negatif serta dapat mengontrol perilaku mereka baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Selain itu juga sebaiknya orang tua lebih bijaksana dalam menerapkan pola asuh terhadap remaja remajanya agar dapat menjalin komunikasi yang lebih baik lagi sehingga menciptakan kehidupan yang harmonis antara remaja dan orang tua. Serta orang tua lebih meningkatkan lagi dalam memberi pengawasan dan membimbing remaja dalam bersikap serta berperilaku dan kepada masyarakat agar turut serta menciptakan situasi kehidupan yang memperlihatkan nilai-nilai atau norma-norma yang sudah ada dan peran serta masyarakat untuk ikut membantu mengawasi perilaku remaja yang ada disekitar 







DAFTAR PUSTAKA


 http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/06/pengaruh-pola-asuh-terhadap-kepribadian-anak/
          Idris,Meity H.2012. Pola Asuh Anak,Jakarta:Luxima
Santrock, Safa’ah, Nurus. 2009. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Konsep Diri pada Remaja di SMA PGRI Tuban.
John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. pahipeh.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/04/pengaruh-pola-asuh-orang-tua-terhadap-perilaku-anak
Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. (2008). Menanamkan disiplin pada anak. Dalam S. D. Gunarsa (Ed.), Psikologi perkembangan anak dan remaja (h. 80-92). Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hudri, S. (di akses tanggal 13 November 2015 ). Pengertian pola asuh orang tua. Diunduh darihttp://expresisastra.blogspot.com/2013/12/pengertian-pola-asuh-orangtua.html