BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi
remaja merasakan keraguan dan kebingungan akan peran yang harus dilakukan dan
status yang tidak jelas ini juga menguntungkan bagi remaja untuk mencari jati
diri dan mencoba gaya hidup yang berbeda menentukan pola prilaku, nilai dan sifat
yang sesuai bagi dirinya.
Karakteristik remaja yang sedang dalam
tahap pencarian identitas menjadi rentan terhadap timbulnya permasalahan.
Permasalahan pada remaja adalah prilaku yang dipandang sebagai masalah dalam
segi sosial, atau hal yang tidak sesuai dengan norma dan ketentuan orang dewasa
salah satu permasalahan yang kerap muncul pada masa remaja adalah tindakan
kenakalan. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang prilaku yang
luas, mulai prilaku yang tidak dapat di terima secara sosial, pelanggaran,
hingga tindakan tindakan kriminal. Kenakalan remaja didefinisikan sebagai
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh individu yang berusia di bawah 18
tahun.
Beberapa faktor seperti keluarga sekolah dan teman sepermainan dianggap menjadi faktor penyebab prilaku kenakalan remaja banyak ahli percaya bahwa keluarga yang bermasalah merupakan penyebab utama dalam pembentukan masalah emosional pada remaja yang dapat mengarah pada masalah sosial dalam jangka panjang dan orang tua yang mengacuhkan atau tidak memenuhi kebutuhan remaja dengan akan meningkatkan resiko keterlibatan remaja dalam prilaku sosial yang tidak dapat diterima seperti agresi dan masalah prilaku.
Orang tua dari remaja yang terlibat kenakalan remaja biasanya gagal dalam memberi penguatan pada prilaku positif terhadap perkembangan remaja hingga beranjak remaja kesalahan pola asuh sejak dini inilah yang merupakan akar utama yang menjadi penyebab asal masalah kenakalanremaja
Dan remaja yang menjadi karakter seorang remaja karena keluarga merupakan kelompok kegagalan pola asuh orang tua berdampak sistemik dan terpahat dalam pikiran benak dan prilaku seorang sosial yang pertama bagi seorang remaja untuk mengetahui aturan aturan sosial yang berlaku dan keluarga juga diharapkan dapat menanamkan faham-faham positif tentang aturan kehidupan dan menanamkan kesadaran dan kontrol diri dalam karakter remaja. Hal ini menarik bagi penulis untuk menyusun karaya tulis ilmiah dengan judul: “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja”
Beberapa faktor seperti keluarga sekolah dan teman sepermainan dianggap menjadi faktor penyebab prilaku kenakalan remaja banyak ahli percaya bahwa keluarga yang bermasalah merupakan penyebab utama dalam pembentukan masalah emosional pada remaja yang dapat mengarah pada masalah sosial dalam jangka panjang dan orang tua yang mengacuhkan atau tidak memenuhi kebutuhan remaja dengan akan meningkatkan resiko keterlibatan remaja dalam prilaku sosial yang tidak dapat diterima seperti agresi dan masalah prilaku.
Orang tua dari remaja yang terlibat kenakalan remaja biasanya gagal dalam memberi penguatan pada prilaku positif terhadap perkembangan remaja hingga beranjak remaja kesalahan pola asuh sejak dini inilah yang merupakan akar utama yang menjadi penyebab asal masalah kenakalanremaja
Dan remaja yang menjadi karakter seorang remaja karena keluarga merupakan kelompok kegagalan pola asuh orang tua berdampak sistemik dan terpahat dalam pikiran benak dan prilaku seorang sosial yang pertama bagi seorang remaja untuk mengetahui aturan aturan sosial yang berlaku dan keluarga juga diharapkan dapat menanamkan faham-faham positif tentang aturan kehidupan dan menanamkan kesadaran dan kontrol diri dalam karakter remaja. Hal ini menarik bagi penulis untuk menyusun karaya tulis ilmiah dengan judul: “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja”
1.2
Rumusan Masalah
Mencermati
uraian pada latar belakag maka dapat rumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana
hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja?
b. Bagaimaana
dampak dari pola asuh terhadap kepribadian remaja?
c. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh?
1.3
Tujuan
a. Mengetahui
bagaimana hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja
b. Mengetahui
bagaimaana dampak dari pola asuh terhadap kepribadian remaja
c. Menjelaskan
apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh
1.4
Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis
mempergunakan metode kepustakaan atau literatur. Yaitu metode penelitian dengan
cara mengumpulkan data yang bersumber dari media buku, Koran, artikel dan situs
atau web internet
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1.
Pola Asuh
2.1.1
Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola
asuh adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada remaja yang bersifat
relatif dan konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan
oleh remaja dari segi negatif maupun positif. Pada dasarnya pola asuh dapat
diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada remaja.
Pengasuhan terhadap remaja berupa suatu proses Interaksi antara orang tua
dengan remaja. Interaksi tersebut mancakup perawatan seperti dari mencukupi
kebutuhan makan. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara
orang tua dalam mendidik remajanya. Cara orang tua mendidik remajanya disebut
sebagai pola pengasuhan dalam Interaksinya dengan orang tua, remaja cenderung
menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi dirinya
(Rahmadiana, 2004). Orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat untuk
kebutuhan dan situasi remaja, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai
keinginan dan harapan untuk membentuk remaja menjadi seseorang yang
dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Rahmadiana, 2004).
Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik remaja, mutlak didahului oleh
tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh remaja. Menurut Baumrind (1997), orang
tua dalam mengasuh remaja seharusnya memperhatikan beberapa hal seperti
perilaku yang patut dicontoh, kesadaran diri, dan komunikasi. Perilaku yang
patut dicontoh menurut Baumrind (1997) memberikan arti setiap perilakunya tidak
sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran
bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi remaja-remajanya.
Sementara itu kesadaran diri orangtua juga harus ditularkan pada remaja-remajanya
dengan mendorong mereka agar perilaku kesehatannya taat kepada nilai-nilai
moral. Oleh karena itu, orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu
melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun
non verbal tentang perilaku. Tidak kalah pentingnya yang perlu disiapkan oleh
orangtua menurut Baumrind (1997) adalah pola komunikasi orangtua, dimana
komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan remaja-remajanya,
terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan
masalahnya. Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian remaja. Semua sikap dan perilaku remaja yang telah
dipolesi dengan sifat/pola asuh dari orang tua akan mempengaruhi perkembangan
jiwa remajanya. Pola asuh orang tua berhubungan dengan masalah tipe kepimpinan
orang tua dalam keluarga. Tipe kepimpinan orang tua dalam keluarga itu
bermacam-macam, sehingga pola asuh orang tua bersifat demokratis / otoriter.
Pada sisi lain, bersifat campuran antara demokratis & otoriter.
2.1.2.
Macam Pola Asuh
Menurut
Baumrind (1997), pola asuh yang dilakukan oleh orangtua kepada remajanya
umumnya dilakukan melalui pola asuh otoriter, demokratis, permisif, dan pola
asuh dialogis. Pola asuh otoriter adalah dicirikan dengan orang tua yang
cenderung menetapkan standart yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan
dengan ancaman-ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah dan menghukum.
Apabila remaja tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua
tidak segan menghukum remajanya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak
memerlukan umpan balik dari remajanya untuk mengerti mengenal remajanya. Orang
tua yang otoriter beranggapan bahwa mereka dapat merubah perilaku remaja yang
tidak sesuai dengan nilai yang 7 7 mereka anut dengaa cara mencongkel yang
mereka kehendaki tanpa memperdulikan perasaan remajanya (Baumrind, 1997). Pola
asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkan kepentingan remaja, akan
tetapi tidak ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran dan
orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan remaja, memberikan kebebasan
pada remaja untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada remaja
untuk memilih dan melakukan suatu pendekatan pada remaja bersifat hangat. Pola
asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik remaja yang mandiri, dapat
mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat
terhadap hal-hal baru (Baumrind, 1997). Pola asuh permisif umumnya dicirikan
bahwa orang tua memberikan kesempatan pada remajanya untuk melakukan sesuatu
tanpa pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur / memperingati remaja
apabila sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh
orang tua. Namun orang tua type ini biasanya hangat sehingga disukai remaja.
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik remaja yang impulsive,
agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya
diri, dan kurang matang secara social (Baumrind, 1997). Sedangkan pola asuh
dialogis dicirikan bahwa orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan remaja
dalam menemani pertumbuhan / perkembangan remaja mereka. Setiap kali ada
persoalan remaja dilatih untuk mencari akan persoalan, lalu diarahkan untuk
ikut menyelesaikan secara bersama dengan demikian remaja akan merasakan bahwa
hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang
tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Hal ini berarti pula orang
tua dapat ikut bersama remaja untuk mengantisipasi bahaya yang mengintai
kehidupan remaja-remaja setiap saat. Selain itu orang tua yang dialogis akan
berusaha mengajak remaja agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam
setiap tindakannya, sehingga remaja akan menghindari keburukan dia 8 8 sendiri,
merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang tuanya
(Baumrind, 1997).
2.2 Definisi Perilaku
Perilaku berasal dari
kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan perbuatan, dan laku
berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. . Belajar dapat didefinisikan
sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman.
Skinner membedakan
perilaku menjadi dua, yakni :
- perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-insting.
- perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.
Pada manusia, perilaku
operan atau psikologis inilah yang dominan. Sebagian terbesar perilaku ini
merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang
dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). Timbulnya perilaku
(yang dapat diamati) merupakan resultan dari tiga daya pada diri seseorang,
yakni :
- daya seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman yang enak dan cenderung untuk menghindari pengalaman yang tidak enak (disebut conditioning dari Pavlov & Fragmatisme dari James);
- daya rangsangan (stimulasi) terhadap seseorang yang ditanggapi, dikenal dengan “stimulus-respons theory” dari Skinner;
- daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang atau kemandirian (Gestalt Theory dari Kohler).
Perilaku adalah suatu
reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan
bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya
digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret)
dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret)
Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula
Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula
Proses pembentukan dan
atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri
individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi,
emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku
manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke
respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat
dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam
impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui
melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
pendengaran, penciuman dan sebagainya.
Para psikolog mengemukakan bahwa perilaku terbentuk dari adanya interaksi antara domain trikomponen sikap yakni interaktif antara komponen kognitif, afektif dan domain konatif. Namun masih terdapat kekeliruan yang menganggap komponen konatif salah satu komponen dalam trikomponent sikap sebagai perilaku (behaviour), sehingga perilaku dianggap sebagai salah satu komponen sikap (aptitude).
Para psikolog telah membedakan perilaku dan sikap sebagai dua gejala yang dapat berbeda satu sama lainnya. Lapiere ) telah meneliti dan menghasilkan poskulat variasi independent, intitemen yang dijelaskan dengan konsep adalah bahwa sikap dan perilaku merupakan dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Hubungan Pola asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja
Sifat
dan perilaku remaja sangat dipengaruhi dengan pola asuh kedua orang tuannya.
Terlalu memanjakan atau memandang sebelah mata keberadaan mereka, bisa
berakibat buruk terhadap kepribadian mereka kelak (Surya. 2008). Oleh sebab
itu, seringkali remaja-remaja yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang
keliru dan negif ataupun lingkungan yang kurang mendukung cenderung mempunyai
konsep diri yang negative, dan sikap positif orang tua akan menimbulkan konsep
dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri (Qumana. 2008).
Orang tua yang hangat, responsive, dan memiliki harapan-harapan yang relistik
akan meningkatkan harga diri remaja, sedangkan orang tua yang perfecsionis,
suka mengkritik, terlalu mengontrol attau terlalu melindungi, memanjakan,
mengabaikan serta tidak memberikan batasan-batasan atau aturan-aturan yang
jelas dan konsisten akan menurunkan, tingkat harga diri remaja.(Rusdijana.
2004). Remaja-remaja yang berasal dari keluarga-keluarga dimana terdapat
penerimaan, rasa saling percaya, dan kecocokan diantara orang tua dan remaja,
lebih baik penyesuaian dirinya, lebih mandiri dan berpandangan lebih positif
tentang diri mereka sendiri. remaja-remaja yang berasal dari keluarga-keluarga
dimana terdapat ketidak cocokan diantara anggota-anggota keluarga pada umumnya
kemampuan untuk menyesuaikan diri kurang (Behrens. 1954). Juga memperlihatkan
bahwa gaya pribadi orang tua dapat mempengaruhi konsep diri remaja untuk
menjadi lebih baik ataupun lebih buruk.
Orang
tua terlalu memaksakan kehendak antara lain peraturan yang dibuat untuk remajanya.
Orang tua melakukan semua itu karena orang tua menginginkan remajanya tidak
melakukan perilaku menyimpang (kenakalan remaja). Remaja dipaksa untuk mematuhi
semua peraturan tersebut, sehingga remaja menjadi terpaksa untuk mematuhinya.
Dilihat dari hasil data pembahasan di atas, orang tua yang memberikan pola asuh
otoriter kepada remajanya lebih banyak melakukan kenakalan dari pada orang tua
yang memberikan pola asuh demokratis dan permisif. Dari pola asuh tersebut remaja
akan senantiasa menuruti orang tua sewaktu dirumah. Dan remaja akan melakukan
suatu kenakalan diluar rumah, karena remaja beranggapan kalau dirinya bebas dan
tidak ada yang mengaturnya
di
luar rumah. Remaja akan melakukan suatu perilaku menyimpang (kenakalan remaja)
antara lain kebut-kebutan dijalan, merokok, minum-minuman keras, dan lain
sebagainya.
3.2
Dampak Pola Asuh terhadap Kepribadian Remaja
a. Dampak positif pola asuh
demokratis.
Remaja akan lebih kompeten bersosialisasi, mampu bergantung
pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab secara sosial (King,
2010/2013). Remaja pun memiliki kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk
mengembangkan kreatifitas. Orangtua pun akan tetap membimbing remaja dan
mempertimbangkan semua pendapat-pendapat remaja.
b. Dampak negatif pola asuh demokratis
. Walaupun
pola asuh demokratis lebih banyak memiliki dampak positif, namun terkadang juga
dapat menimbulkan masalah apabila remaja atau orangtua kurang memiliki waktu
untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, diharapkan orangtua tetap meluangkan
waktu untuk remaja dan tetap memantau aktivitas remaja. Selain itu, emosi
remaja yang kurang stabil juga akan menyebabkan perselisihan disaat orangtua
sedang mencoba membimbing remaja.
c. Dampak positif pola asuh otoriter.
Pola
asuh ini lebih banyak memiliki dampak negatif. Remaja akan lebih disiplin
karena orangtua bersikap tegas dan memerintah. Orangtua pun akan lebih mudah
mengasuh remaja karena remaja takkan memiliki masalah di bidang pelajaran dan
tidak akan terjerumus ke dalam kenakalan remaja atau pergaulan bebas.
d. Dampak
negatif pola asuh otoriter.
Menurut Dariyo (2007) remaja yang dididik dengan pola asuh
otoriter cenderung tumbuh berkembang menjadi pribadi yang suka membantah,
memberontak dan berani melawan arus terhadap lingkungan sosial. Biasanya pola
asuh ini disebabkan oleh kekhawatiran orangtua. Orangtua khawatir kemudian
secara sadar atau tidak membuat remaja mengalami pembatasan ruang gerak,
mengalami pengekangan kreativitas dan pembunuhan rasa ingin tahu (Aprilianto,
2007).
e.Dampak positif pola asuh permisif. O
rangtua akan lebih mudah mengasuh remaja karena kurangnya
kontrol terhadap remaja. Bila remaja mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap, dan
tindakannya dengan baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan oleh orangtua
dapat dipergunakan untuk mengembangkan kreativitas dan bakatnya, sehingga ia
menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif, dan kreatif (Dariyo, 2007).
Artinya, dampak positif akan tergantung kepada bagaimana remaja menyikapi sikap
orangtua yang permisif.
f. Dampak
negatif pola asuh permisif.
Remaja akan tumbuh menjadi remaja yang tidak terkontrol.
Remaja memiliki kesempatan untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pergaulan
bebas yang pada akhirnya merugikan pihak remaja dan orangtua. Dampak negatif
pola asuh ini juga akan membuat remaja memiliki kemampuan komunikasi yang
buruk.
g. Dampak positif pola asuh situasional.
Dampak positif di pola asuh ini sangat sedikit karena
merupakan pola asuh campuran dari demokratis, otoriter, dan permisif. Salah
satunya adalah orangtua bebas menerapkan peraturan apapun dirumah dan terkadang
juga tidak perlu repot mengawasi remaja. Orangtua pun dapat bersikap
fleksibel terhadap remaja.
h. Dampak
negatif pola asuh situasional.
Dengan campuran pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif,
remaja akan memiliki pendirian yang kurang stabil. Remaja pun akan merasa
ketergantungan terhadap orang lain. Hal ini membuat remaja akan kurang nyaman
dengan kondisi keluarga.
3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Menurut
Soekanto (2004) perilaku pola asuh orangtua yang diterapkan pada remajanya
dipengaruhi oleh factor tingkat pendidikan, lingkungan, dan social budaya. Tingkat
pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman sangat berpengaruh dalam
mengasuh remaja. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan
alternatif jawaban dari hal - hal yang dipertanyakan oleh putra-putri
remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan
alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
Sebaliknya orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan
bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan
mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa
menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan
atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua
mungkin akan terjadi dan semakin buruk (Soekanto, 2004). Seringkali orangtua
mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh remaja.
Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik remaja kearah
kematangan. Orang tua mengharapkan kelak remajanya dapat diterima di masyarakat
dengan baik. Oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam
memberikan pola asuh pada remajanya.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kenakalan
remaja yaitu merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh
satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mengembangkan bentuk tingkah laku yang
menyimpang.. Pola asuh orang tua merupakan suatu pola interaksi antara remaja
dan orang tua (ibu dan ayah) selama mengadakan pengasuhan. Di dalam pengasuhan
ini tidak hanya bagaimana orang tua memperlakukan remaja melainkan membina
serta melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan remaja itu sendiri. Dari
hasil pembahasan di atas diharapkan dapat memberikan manfaat bagi keluarga untuk
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membina perilaku remaja sebagai
remaja yang baik.
4.2
Saran
Agar
para remaja tidak mudah terpengaruh ke dalam pergaulan negatif serta dapat
mengontrol perilaku mereka baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat. Selain itu juga sebaiknya orang tua lebih bijaksana dalam
menerapkan pola asuh terhadap remaja remajanya agar dapat menjalin komunikasi
yang lebih baik lagi sehingga menciptakan kehidupan yang harmonis antara remaja
dan orang tua. Serta orang tua lebih meningkatkan lagi dalam memberi pengawasan
dan membimbing remaja dalam bersikap serta berperilaku dan kepada masyarakat
agar turut serta menciptakan situasi kehidupan yang memperlihatkan nilai-nilai
atau norma-norma yang sudah ada dan peran serta masyarakat untuk ikut membantu
mengawasi perilaku remaja yang ada disekitar
DAFTAR
PUSTAKA
Habie (2008) hal – hal
yang mempengaruhi kenakalan remaja.http://www.h4b13.wordpress.com
Kartono 2003.Patologi
Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Pers.
Nursalam. 2003. Konsep
dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo S. 2002.
Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Yogyakarta.
Sarwono, S.W. 2002.
Psikologi Remaja. Edisi Enam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Santrock 1996.
Adolescence.Perkembangan Remaja. (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Shochib, Mohammad.
(1998). Pola asuh orang tua dalam membantu remaja mengembengkan disiplin diri.
Jakarta: Rineka cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar