Baca atau Download disini
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Keluarga
merupakan kesatuan yang terkecil didalam masyarakat tetapi menempati kedudukan
yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berartinuclear
family yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal
tidak terpisah tetapi bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai
orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik, dan setiap eksponen
keluarga melaksanakan fungsinya masing-masing.
Keluarga
merupakan tempat pertama anak-anak mendapat pengalaman dini langsung yang akan
digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial,
mental, emosional dan spritual. Seperti juga yang dikatakan oleh Malinowski
(Megawangi, 1999) tentang “principle of legitimacy” sebagai basis keluarga,
struktur sosial (masyarakat) harus diinternalisasikan sejak individu dilahirkan
agar seorang anak mengetahui dan memahami posisi dan kedudukannya, dengan
harapan agar mampu menyesuaikannya dalam masyarakat
kelak
setelah ia dewasa. Dengan kata lain, keluarga merupakan agen terpenting yang berfungsi
meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara individu dengan lingkungan.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan satu fungsi tertentu bukan yang bersifat
alami saja melainkan juga adanya berbagai faktor atau kekuatan yang ada di
sekitar keluarga, seperti nilai-nilai, norma dan tingkah laku serta
faktor-faktor lain yang ada di masyarakat.
Sebagai
makhluk sosial, mungkin tak jarang kita temui sebagai anak remaja yang frustasi
atau depresi karena beragam masalah yang muncul dengan berbagai alasan, faktor
utamanya adalah orang tua. Sebagai remaja, tentunya kita tak asing lagi dengan
kata “Broken Home” atau keluarga yang tidak harmonis. Kata inilah yang biasanya
menyelimuti rasa takut para remaja saat ini, Ketika kedua orang tua mereka
sedang berbeda pendapat atau berselisih paham. Maka remaja merupakan masa
dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa
dewasa.
Remaja
berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang
mencari identitasnya atau mencari jati diri. Dalam proses perkembangan yang
serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan perhatian
dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau
keluarganya. Seperti yang telah diketahui bahwa fungsi keluarga adalah memberi
pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja
sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut.
Menurut
WHO remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai mencapai kematangan seksual, mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa,
serta peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan
yang relative lebih mandiri. Oleh karena itulah
penulis tertarik untuk menyusun sebuah karya tulis ilmiah dengan judul, “Pengaruh
Broken Home Terhadap Kenakalan Remaja”
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang
yang telah di urauikan diatas maka penulis merumuskan masalah menjadi sebagai
berikut:
1. Apa
saja faktor – faktor penyebab broken home?
2. Apa
saja dampak Broken Home bagi Remaja?
3. Apa
saja efek efek kehidupan remaja yang mengalami
broken home?
4. Bagaimana
solusi mencegah dampak negative pada remaja yang mengalami broken home?
1.3
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas karya ilmiah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui
apa saja faktor – faktor penyebab broken home
2. Mengetahui
apa saja dampak Broken Home bagi Remaja
3. Mengetahui
apa saja efek efek kehidupan remaja yang mengalami broken home
4. Mengetahui
bagaimana solusi mencegah dampak negative pada remaja yang mengalami broken
home
1.4 Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis
mempergunakan metode kepustakaan atau literatur. Yaitu metode penelitian dengan
cara mengumpulkan data yang bersumber dari media buku, Koran, artikel dan situs
atau web internet
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Remaja
Remaja
adalah periode perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.
Perkembangan ini meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan
perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi pada perubahan dalam hubungannya
dengan orang tua dan cita-cita mereka. Remaja merupakan masa yang labil, dimana
mereka sedang mencari jatidiri mereka, dan merekalah yang menentukan mau ke
arah mana mereka esok hari.
Istilah
remaja mengandung arti yang cukup luas, menurut Piaget (dalam Muhammad Ali dan
M. Astori) mengatakan bahwa: Remaja masih suatu usia dimana individu menjadi
terintegrasi kedalam masyarakat dewasa dan suatu usia dimana anak tidak merasa
bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama
atau paling tidak sejajar. Masa remaja merupakan masa transisi yang
menginginkan sesuatu yang baru. Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono,
“Remaja adalah periode peralihan kemasa dewasa” dimana mereka seyogyanya mulai
mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa.
Jadi
remaja adalah individu yang berumur 12 sampai 21 tahun dimana seorang mengalami
saat kritis sebab akan menginjak masa dewasa, remaja berada dalam masa
peralihan dari anak-anak kemasa dewasa.
2.2 Pengertian Broken Home
Broken home adalah kurangnya perhatian dari
keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental
seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat
berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan
seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa
merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak
disiplin di dalam kelas, mereka selalu
berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka cuma ingin cari
simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi
hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih
agar mereka sadar dan mau berprestasi.
Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk
menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli
dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian
terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan
pergaulan anak-anaknya di masyarakat.
Orang
tua adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama pada perkembangan
psikis dan emosi, orang tua adalah pembentukan karakter yang terdekat. Jika
remaja dihadapkan pada kondisi “Broken Home” dimana orang tua mereka tidak lagi
menjadi panutan bagi dirinya maka akan berdampak besar pada perkembangan
dirinya.
Dampak
psikis yang dialami oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi
lebih pendiam, pemalu, bahkan despresi berkepanjangan. Faktor lingkungan tempat
remaja bergaul adalah sarana lain jika orang tua sudah sibuk dengan urusannya
sendiri. Jika remaja berada di lingkungan pergaulan yang negatif, karena
keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja akan tercebur dalam
lembah pergaulan yang tidak baik.
Namun, broken home dapat
juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan
layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi
keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada
perceraian yang menimbulkan
dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak.
2.3 Gangguan Psikologi Remaja Yang
Broken Home
a. Broken
Heart : si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga
memandang hidup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si
pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih sayang dan biasanya lari kepada
yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi
simpanan irang, tertarik dengan isteri orang, atau suami orang dan lainnya.
b. Broken
Relation : si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di
hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat
diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh
terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak
mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
c. Broken
Values : si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya
dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang
”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang
menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.
Berdasarkan
beberapa asumsi dalam literatur, penulis menemukan bahwa keluarga broken
home bukan hanya keluarga dengan kasus perceraian saja.
Keluarga broken home secara keseluruhan berarti keluarga dimana
fungsi ayah dan ibu sebagai orangtua tidak berjalan baik secara fungsional.
Fungsi orangtua pada dasarnya adalah sebagaiagen sosialisasi
nilai-nilai baik-buruk, sebagai motivator primer bagi anak, sebagai tempat
anak untuk mendapatkan kasih sayang, dan sebagainya. Jikalau fungsi orangtua
ini terhambat, maka aspek-aspek khusus dalam keluarga bisa dimungkinkan tak
terjadi.
Pada
hakikatnya, anak membutuhkan orangtuanya untuk mengembangkan kepribadian yang
sehat. Pada masa remaja, berdasarkan asumsi Erickson, remaja memerlukan
figur tertentu yang nantinya bisa menjadi figure sample dalam
internalisasi nilai-nilai remajanya. Dengan tidak berfungsinya peran orangtua
sebagaimana mestinya, maka hal in bisa terhambat. Proses pencarian identitas
dalam kondisi serupa ini bisa jadi meriam bagi remaja itu. Remaja itu
dimungkinkan membentuk kerpibadian yang kurang sehat dengan perasaan
terisolasi. Proses pencarian identitas akan terhambat dan
menimbulkan rasa kebingungan identitas (confused of Identity). Penambahan
juga, remaja itu mungkin bisa mengembangkan perilaku yang delinquency,
atau bahkan patologis, jika keadaan keluarga yang broken home itu
dirasakannya sangat menekan dirinya. Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Yeri Abdillah (2003) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa
agresivitas pada remaja dalam keluarga broken home mempunyai taraf
lebih tinggi daripada rekannya yang tidak mengalami kasus broken home.
Masih
banyak kasus lagi yang mungkin dirasakan anak dalam keluarga broken home.
Efeknya akan lebih terasa jika anak berada dalam masa remaja. Masa remaja dalam
psikologi diasumsikan sebagai masa yang penuh dengan strom and stress.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor – faktor Penyebab Broken
Home
Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan broken home adalah:
1. Terjadinya
perceraian diantara kedua orang tua yang menyebabkan dampak psikologi terhadap
anak yang biasanya mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, namun kini
setelah kedua orang tuanya berpisah membuat anak kesepian dengan keadaan ini.
2. Ketidak
dewasaan sikap orang tua terhadap masalah yang sedang dihadapi mereka sehingga
anak selalu menjadi korban dari pertengkaran kedua orang tuanya.
3. Orang
tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab sehingga selalu membiarkan keadaan
anak-anak dirumah sehingga keadaan lahir maupun batin anak-anak yang tidak
menjadi perhatian kedua orang tuanya karena kesibukan pekerjaan kedua orang
tuanya.
4. Jauh
dari agama Allah SWT, sehingga disaat terjadi masalah yang sangat berat menimpa
pada kedua orang tuanya tidak ada pegangtan batin pada kedua orang tuanya
sehingga Allah SWT tidak dijadikan curahan hati disaat mereka tertimpa masalah.
5. Adanya
masalah ekonomi, salah satunya juga masalah ekonomi yang yang sangat minimal
dari keadaan kedua orang tuan ataupun keadaan ekonomi yang salah satu sangat
besar antara suami maupun istri, sehingga sering terjadi percekcokan diantara
mereka.
3.2 Dampak Broken Home Terhadap
Remaja
Dalam
hubungan nikah yang sudah sangat jelek, yang pertengkarannya sudah sangat
parah, kebanyakan anak-anak akan memilih supaya mereka bercerai. Demi kesehatan
jiwa anak-anak akan lebih tentram sewaktu dilepaskan dari suasana seperti itu.
Pada waktu orang tua tidak tinggal bersama-sama dengan mereka rasanya lebih
tenang karena tidak harus menyaksikan pertengkatan. Akhirnya, mereka lebih
mantap, lebih damai hidupnya dan lebih bisa berhubungan dengan orang tuanya
sacara lebih sehat.
Ada
sisi positif dari anak korban perceraian atau broken home, misalnya
Ø
Anak
cepat dewasa
Ø Punya rasa tanggungjawab yang baik,
bisa membantu ibunya.
Memang
ada anak yang bisa jadi nakal luar biasa, tapi ada yang kebalikannya justru
menjadi anak yang sangat baik dan bertanggungjawab. Anak-anak ini akhirnya
didorong kuat untuk mengambil alih peran orang tua yang tidak ada lagi dalam
keluarganya. Secara luar kita melihat sepertinya baik menjadi dewasa, tapi
sebetulnya secara kedewasaan tidak terlalu baik karena dia belum
siap untuk mengambil alih peran orang tuanya itu.
Dampak Negatif Broken Home antara lain:
1. Perkembangan Emosi.
Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif
yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah suatu hal yang
harus dihindari, agar emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian adalah
suatu penderitaan atau pengalaman dramatis bagi anak.
Perceraian
orangtua membuat tempramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak secara jelas
dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi pemurung, pemalas (menjadi
agresif) yang ingin mencari perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri
dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan kurang serasi.
Peristiwa
perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi. Ketidakberartian
pada diri remaja akan mudah timbul, sehingga dalam menjalani kehidupan remaja
merasa bahwa dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan dalam kehidupan
ini. Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua, emosi
marahnya akan mudah terpancing.
2. Perkembangan Sosial Remaja.
Dampak keluarga Broken Home terhadap
perkembangan sosial remaja adalah:
Ø Perceraian orang tua menyebabkan ketidakpercayaan
diri terhadap kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut
untuk keluar dan bergaul dengan teman- teman. Anak sulit menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
Ø Anak yang dibesarkan dikeluarga
pincang, cenderung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan, kesulitan itu
datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
Ø Dampak bagi remaja putri yang tidak
mempunyai ayah berperilaku dengan salah satu cara yang ekstrim terhadap
laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua
terlalu aktif, agresif dan genit.
3. Perkembangan Kepribadian
Perceraian
ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian
remaja. Remaja yang orang tuannya bercerai cenderung menunjukan ciri-ciri:
Ø
Berperilaku
nakal
Ø
Mengalami
depresi
Ø
Melakukan
hubungan seksual secara aktif
Ø Kecenderungan pada obat-obat
terlarang
Keadaan
keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan (broken home)
merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat.
3.3
Efek –efek Kehidupan Remaja Yang Mengalami Broken Home:
Efek efek kehidupan seseorang broken
home, antara lain :
1. Academic
Problem, seorang yang mengalami broken home akan menjadi orang yang
malas belajar, dan tidak bersemangat berprestasi.
2. Behavioural
Problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh, memiliki kebiasaan
merusak, seperti mulai merokok, minum minum, judi, lari ketempat pelacuran.
3. Sexual
Problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi kebutuhan hawa
nafsu
4. Spritual
Problem, mereka kehilangan father’s figure (Figur seorang ayah)
sehingga Tuhan, pendeta, atau orang orang rohani hanya bagian dari sebuah
sandiwara kemunafikan
3.4 Solusi Mencegah Dampak
Negatif Pada Remaja Broken Home
Agar
para remaja yang sedang mencari jati diri tidak semakin terjerumus, tentunya
diperlukan peranan orang tua. Selain itu, dibutuhkan pengawasan ketat dari
pihaksekolah dan itu menjadi kunci keberhasilan pencegahan kenakalan remaja
baik sebagai akibat broken home maupun akibat hal lainnya. Peran orang tua
dirumah dan peran sekolah menjadi kunci keberhasilan pencegahan moral remaja
akibat pengaruh pergaulan bebas. Kasih sayang dan perhatian orang tua adalah
langkah pertama.
a. Berbasis Pendidikan Formal.
Ruang
kedua bagi anak/remaja adalah pendidikan formal. Disini mereka bergelut dengan
waktu, menumpahkan sebagian besar energinya untuk mendalami berbagai ilmu
pengetahuan, bekalnya di kemudian hari ketika terjun di masyarakat. Institusi
pendidikan juga memiliki peran penting melanjutkan estapet orang tua dalam
mendidik dan membimbing anak-anaknya. Karena itulah, pendidikan formal harus
berjalan maksimal.
b. Berbasis Masyarakat atau
Sosial
Masyarakat
adalah tempat dimana orang-orang dengan berbagai latar belakang membentuk
sebuah sistem. Mereka hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang saling tergantung satu sama lain. Pencerahan berbasis masyarakat ini
diharapkan dapat menggugah, mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk sadar,
peduli, dan aktif terhadap remaja yang mengalami broken home.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dari semua pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa broken
home yang marak terjadi dikalangan masyarakat besar yang sangat
merugikan faktor psikologi anak yang menjadi korban rusaknya rumah tangga orang
tuanya. Banyak orang tua yang merasa
dirinya paling berjasa karena telah melahirkan dan membesarkannya, tidak segan-
segan menghakimi berbagai persoalan dan permasalahan yang dihadapi atau
dilakukan anak. Bahkan, tidak jarang orang tua hanya berfungsi reproduksi,
setelah itu proses pendidikan dan bimbingan dikuasakan kepada pembantu rumah
tangga. Ini banyak terjadi pada keluarga - keluarga di kota besar yang sibuk di
perbudak pekerjaan sehingga hak- hak anak atas kasih sayang, pendidikan, dan
bimbingan terabaikan. Muncullah istilah Broken Home, dimana anak mencari tempat
pelarian yang mereka tidak didapatkan dari orang tuanya.
Sebagai
seorang anak atau remaja dimana kehidupannya mengalami keadaan Broken Home
harus menghadapi keadaan tersebut dengan positif, agar tidak terjerumus kedalam
pergaulan yang salah, beberapa hal menghadapi broken home dengan positif,
diantaranya :
1. Tariklah
pelajaran positif dari masalah tersebut
2. Dekatkan
pada Tuhan
3. Jangan
menghakimi semua orang karena keadaan tersebut
4. Tetap
menjaga diri dan memegang teguh kebenaran
5. Broken
home bukanlah akhir dunia.
4.2
Saran
1. Jangan
menatap masa lalu, berorientasilah ke masa depan. Masalah perceraian bukan
milik Anda, melainkan milik orang tuan Anda.
2. Tetap
berhubungan baik dengan kedua orang tua, meskipun mereka telah berpisah. Harus
tetap menghomati keduanya dengan segala kondisi yang ada, sekalipun mereka
telah gagal dam menjalankan sebuah rumah tangga
3. Harus pandai
dan selektif memilih teman atau lingkungan pergaulan. Jangan terjebak pada
hal-hal yang memperburuk kondisi Anda sebagai seorang anak broken home.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Muhammad, Muhammad
Asrori (2006) Psikologi Remaja; Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Atriel (2008) Broken Home Cunha, M.J (2007) Modelling Peer Group Dieting
Behaviour. Journal World Academy
of Science, Engineering and Technology. Vol.30.2007. Portugal: Institute of
Technical University of Lisbon.
Papalia, Diane E., Sally Wendkos Olds, Ruth
Duskin Feldmen (2009) Human Development: Perkembangan Msanusia. Jakarta:
Salemba Humanika.
Gerungan, (2009) Psikologi
Sosial. Bandung: PT Refika
Aditama Irawati Istadi (2009) Mendidik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar