Baca atau Download selengkapanya disini
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Perbincangan tentang modernisasi
telah menyita konsentrasi para sarjana baik Muslim maupun non-Muslim dibuktikan
dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran dibidang ini menunjukkan
modernisasi telah mendapat tempat yang cukup proporsional dalam kajian global,
bahkan ditambah lagi dengan intensnya upaya-upaya pembaruan tersebut dilakukan
secara serentak dan kompak baik dunia Islam sendiri maupun di luar dunianya
merupakan suatu arus deras yang tidak dapat dihentikan demi menciptakan
perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya.
Semakin
hari kian terasa bahwa kehidupan manusia makin menjurus kearah pengejaran
segala sesuatu yang bermakna fisik-material, di mana dalam kajian sosiologi
kecenderungan semacam ini disebut sebagai proses “reifikasi”, yaitu ketika
manusia saling mengejar apa saja yang bernilai “material”. Bagi mereka
kehidupan ini dimaknai hanya sekedar untuk mengisi “perut” dan memenuhi segala
macam kesenangan yang nyaris mengabaikan segala aspek yang berdimensi
spiritual.
Agama
hampir dapat dipastikan akan mengalami dampak yang cukup mengancam kelangsungan
hidupnya, ketika sekularisasi besar-besaran telah menggusur ikatan yang
bersifat “sakral, suci dan transenden”, sehingga afinitas keagamaan makin pudar
dan luntur, bahkan kadar keberagamaan dapat menghilang sama sekali dalam
pergaulan hidup manusia era modern, inilah salah satu ciri dan dampak dari era
yang disebut “ Zaman Teknik”.
Kemoderenan
selalu identik dengan kehidupan keserbaadaan, sedangkan modernisasi itu sendiri
merupakan salah satu ciri umum peradaban maju – yang dalam sosiologi
berkonotasi perubahan sosial masyarakat yang kurang maju atau primitive untuk
mencapai tahap yang telah dialami oleh masyarakat maju atau berperadaban.
Bagaimana
peran agama di tengah Era Modern (dampak yang ditimbulkan, juga pengaruh yang
drastis bagi kehidupan manusia), penulis mencoba untuk menyusun karya tulis
yang berjudul Hubungan Kehidupan Beragama Di era modern.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, untuk memudahkan dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menyusun
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan agama dan modern?
2. Bagaimana peran agama dalam era modern?
3. Apa Manfaat agama di era modern?
1.3
TUJUAN
1. Untuk mengetahui hubungan agama
dan era modern.
2. Untuk mengetahui peran agama
dalam era modern
3. Untuk mengetahui manfaat agama di
era modern
1.4
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam makalah
ini adalah metode studi pustaka. Yang pelaksanaan penyusunannya melalui
pengkajian buku-buku pustaka yang mempunyai keterkaitan dengan masalah yang
dibahas, sehingga diharapkan data atau keterangan yang terkumpul akurat dan
menyakinkan sebagai bahan penulisan.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 PENGERTIAN
AGAMA
Agama adalah suatu ajaran dimana
setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu semua
penganut agama yang mempercayaai ajaran dan melaksanakan ajarannya mereka akan
senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran tersebut. Manusia
tidak bisa dilepaskan dengan agama, oleh karena itu agama dan manusia
berhubungan sangat erat sekali. Ketika manusia jauh dari agama. Maka akan ada
kekosongan dalam jiwanya.
Selain
itu Agama adalah suatu "sistem kepercayaan dan praktek yang telah
dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Kepercayaan-kepercayaan
dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang
tunggal." Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi
syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu "sifat kudus" dari agama
dan "praktek-praktek ritual" dari agama. Agama tidak harus melibatkan
adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat
melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika
salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini dapat kita lihat bahwa sesuatu itu
disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang
melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat nanti bahwa agama selalu
memiliki hubungan dengan masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis.
2.2 PENGERTIAN
MODENISASI
Kata
modenisasi secara etimologi berasal dari kata modern, kata moderndalam kamus
umum bahasa Indonesia adalah yang berarti: baru, terbaru, cara baru atau
mutakhir, sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman,
dapat juga diartikan maju, baik. Kata modernisasi merupakan kata benda dari
bahasa latin “modernus” (modo:baru saja) atau model baru, dalam bahasa Perancis
disebut Moderne.
Modernisasi
ialah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk
bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Modernisme
adalah pikiran, aliran, gerakan-gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham,
adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
Modernisme
dalam kamus bahasa Indonesia berarti pembaharuan,
Adapun modernisasi secara
terminologi terdapat banyak arti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari
banyak ahli. Menurut Daniel Lerner, modernisasi adalah istilah baru untuk satu
proses panjang proses perubahan social, dimana masyarakat yang kurang
berkembang memperoleh ciri-ciri yang biasa bagi masyarakat yang lebih
berkembang. Light dan Keller, mengartikan modernisasi sebagai perubahan
nilai-nilai, lembaga-lembaga dan pandangan yang memindahkan masyarakat
tradisional kearah industrialisasi Definisi senada diungkap Nurcholish Madjid,
yang mengatakan bahwa “zaman modern”, adalah “zaman Teknik” (technical Age),
bila dilihat dari hakikat intinya, karena pada zaman ini peran sentral
teknikalisme serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan
teknikalisme sangat kental.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 HUBUNGAN AGAMA DAN MODERN
Di zaman modern dan globalisasi
sekarang ini, manusia di Barat sudah berhasil mengembangkan kemampuan nalarnya
(kecerdesan intelektualnya) untuk mencapai kemajuan yang begitu pesat dari
waktu kewaktu di berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang sains dan
teknologi yang kemajuannya tidak dapat dibendung lagi akan tetapi kemajuan
tersebut jauh dari spirit agama sehingga yang lahir adalah sains dan teknologi
sekuler. Manusia saling berpacu meraih kesuksesan dalam bidang material, soial,
politik, ekonomi, pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan dan seterusnya, namun
tatkala mereka sudah berada dipuncak kesuksesan tersebut lalu jiwa mereka
mengalami goncangan-goncangan mereka bingung untuk apa semua ini. Kenapa bisa
terjadi demikian, karena jiwa mereka dalam kekosongan dari nilai-nilai
spiritual, disebabkan tidak punya oreintasi yang jelas dalam menapaki kehidupan
di alam dunia ini. Sayyid Hussein Nasr Menilai bahwa keterasingan (alienasi)
yang di alami oleh orang-orang Barat karena peradaban moderen yang mereka
bangun bermula dari penolakan (negation) terhadap hakikat ruhaniyah secara
gradual dalam kehidupan manusia. Akibatnya manusia lupa terhadap eksistensi
dirinya sebagai ‘abid (hamba) di hadapan Tuhan karena telah terputus dari
akar-akar spiritualitas.Hal ini merupakan fenomena betapa manusia moderen
memiliki spiritualitas yang akut. Pada gilirannya, mereka cenderung tidak mampu
menjawab berbagai persoalan hidupnya, dan kemudian terperangkap dalam kehampaan
dan ketidak bermaknaan hidup.
Keimanan atau kepercayaan pada agama
(Tuhan) terutama Islam itu, secara pragmatis merupakan kebutuhan untuk
menenangkan jiwa, terlepas apakah objek kualitas iman itu benar atau salah.
Secara psikologis, ini menunjukkan bahwa Islam selalu mengajarkan dan
menyadarkan akan nasib keterasingan manusia dari Tuhannya. Manusia bagaimanapun
juga tidak akan dapat melepaskan diri dari agama, karena manusia selalu punya
ketergantungan kepada kekuatan yang lebih tinggi diluar dirinya (Tuhan) atau
apapun bentuknya dan agama diturunkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia sebagai makhluk rasional dan spiritul.
Pandangan dunia sekuler, yang hanya
mementingkan kehidupan duniawi, telah secara signifikan menyingkirkan manusia
moderendari segala asfek spiritual. Akibatnya mereka hidup secara terisolir
dari dunia-dunia lain yang bersifat nonfisik, yang diyakini adanya oleh para
Sufi. Mereka menolak segala dunia nonfisik seperti dunia imajinal atau
spiritual sehingga terputus hubungan dengan segala realitas-realitas yang lebih
tinggi daripada sekedar entitas-entitas fisik. Sains moderen menyingkirkan
pengetahuan tentang kosmologi dari wacananya. Padahal kosmologi adalah “ilmu
sakral” yang menjelaskan kaitan dunia materi dengan wahyu dan doktrin
metafisis. Manusia sebenarnya menurut fitrahnya tidak dapat melepaskan diri
dari kehidupan spiritual karena memang diri manusia terdiri dari dua unsur
yaitu jasmani dan ruhani, manusia disamping makhluk fisik juga makhluk non
fisik. Dalam diri manusia tuntutan kebutuhan jasmani dan rahani harus dipenuhi
secara bersamaan dan seimbang, kebutuhan jasmani dapat terpenuhi dengan hal-hal
yang bersifat materi sedangkan kebutuhan ruhani harus dipenuhi dengan yang
bersifat spiritual seperti ibadah, dzikir, etika dan amal shaleh lainnya.
Apabila kedua hal tersbeut tidak dapat dipnuhi secara adil maka kehidupan
manusia itu dapat dipastikan akan mengalami kekeringan dan kehampaan bahkan
tidak menutup kemungkinan bisa mengalami setres.
Salah
satu kritik yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi moderen dari
sudut pandang Islam ialah karena ilmu pengetahuan dan teknologi moderen
tersebut hanya absah secara metodologi, tetapi miskin dari segi moral dan
etika. Pandangan masyarakat moderen yang bertumpu pada prestasi sains dan
teknologi, telah meminggrikan dimensi transendental Ilahiyah. Akibatnya,
kehidupan masyarakat moderen menjadi kehilangan salah satu aspeknya yang paling
fundamental, yaitu asfek spiritual.
3.2 . PERAN AGAMA DALAM MODERN
Kemoderenan selalu identik dengan
kehidupan keserbadaan. Sedangkan modernisasi merupakan salah satu ciri dari
peradaban maju. Modernisasi selalu diartikan sebagai suatu proses yang
melaluinya manusia menjadi mampu menguasai alam dengan memanfaatkan teknologi
modern. Masih banyak lagi pengertian modernisasi, namun intinya menurut Lerner,
modernisai itu mencangkup :
1) pertumbuhan ekonomi secara
mandiri dan berkelanjutan,
2) partisipasi politik,
3) penyebaran norma-norma,
4) tingginya tingkat mobilitas social
dan geografis,
5) Transformasi
kepribadian.modernitas tersebut menurut Hardgrave gejalanya apat dilihat dalam
tiga dimensi: teknologis, organisasional dan sikap. Aspek teknologinya bisa
dilacak pada dominasi industrialisasi sehingga masyarakat dapat dibedakan
menjadi praindustri dan industri. Sedangkan dimensi organisasional
mengejawantah dalam tingkat diferensiasi dan spesialisasi serta menjelma
menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks. Di pihak lain pihak segi
sikap dalam kemeoderenan mencangkup rasionalitas dan sekularisasi dan
pertentangan cara pandang ilmiah lawan magis religius. Dari pandangan terakhir
diatas jelas betapa marginal kedudukan agama dalam madyarakat industri modern.
Ada dua corak agama yang memiliki cara yang berbeda dalam merespon tuntutan
perkembangan masyarakat, yaitu agama-agama wahyu yang relative bisa bertahan
menghadapi arus gelombang modernisasi seperti Islam, Yahudi dan Kristen juga
agama-agama wahyu lain, yang begitu rentan terhadap amukan modernisasi sehingga
tidak mampu bertahan.Semua agama mempunyai klaim yang sama, untuk dapat berlaku
dalam semua situasi, dalam segala satuan social dan dalam rentangan waktu yang
tidak terbatas. Setiap agama memiliki empat isi pokok, yaitu: doktrin,
organisasi, ritual dan pemimpin. Kecanggihan unsur-unsur tersebut sangat
tergantung pada tingkat kemajuan yang dialami oleh masyarakat pendukungnya.
Karena itu agama yang mempunyai tingkat kecanggihan abstraksi yang rendah
biasanya sangat mudah terpengaruh oleh perubahan yang dialami pemeluknya.Salah
satu penyebab utama merosotnya peran agama dalam peradaban industri modern
adalah karena agama dianggap tidak memiliki kontribusi langsung bagi upaya
mengejar kehidupan fisik-material.
Bahkan
seperti ditandaskan Mahden Ilmuan social Amerika, yang menilai agama sebagai
faktor negatif dalam proses modernisasi. Agama bagi mereka adalah suatu
penghambat dalam meraih modernisasi. Jadi agama adalah penghambat kemajuan.
Anggapan ini telah berakar sejak abad ke-19 seperti dapat dilacak pada pemikiran
Comte, Spenser, Marx dan lain-lain. Agama yang mengutamakan kepercayaan akan
yang Maha Ghaib, kebersamaan dan berorientasi kepada hidup sesudah mati sangat
sulit untuk bisa diterima oleh pemikiran positivistik dan sekularistik,
sehingga agama terdepak dari segala aspek kehidupan.Pada sisi lain, krisis
peradaban modern, meminjam istilah J.A Camilleri, juga menimbulkan keberantakan
yang gejalanya dapat dilihat dalam ketidak seimbangan psiko-sosial, structural,
sistematis dan ekologis. Dari dampak yang telah dikemukakan diatas, terlihat
jelas peran agama menjadi sangat marginal, karena agama dianggap tidak dapat
memberi kontribusi apapun dalam menghadapi tuntutan hidup yang begitu keras dan
penuh persaingan. Gejala kemerosotan agama tampak dalam melemahnya
doktrin-doktrin yang ada, organisasi agama tidak mampu mengikuti irama dan
ritme perubahan social, ritual agama makin sedikit peminatnya, dan pemimpin
agama juga menampakkan diri seperti kurang semangat karena tidak berdaya
berpacu dengan arus tuntutan hidup budaya materialistic-individualistik, bahkan
sangat hedonistik, hal tersebut nampaknya juga merupakan suatu gejala sosial
pemimpin agama dewasa ini, dimana sebagian diantara mereka memahami agama
secara dangkal, hingga akhirnya “membodohkan umat”.
Agama
di lain pihak, dipandang tidak mampu melerai konflik-konflik maupun
dis-organisasi sosial bahkan dituding sebagai bermasa bodoh “cuek” terhadap
malapetaka kemanusiaan universal.
Namun
sebaliknya harus dipahami pula bahwa satu sisi, agamalah yang diharapkan bisa
memainkan peranan positif aktifnya dalam mengerem perilaku serakah, brutal, dan
mengancam kelangsungan hidup serta mengabaikan sama sekali spiritualitas dan
transendentalisme untuk diarahkan kepada kehidupan yang bertatanan ketuhanan,
kemanusiaan dan transcendental dalam menuju dunia yang damai dan berperadaban.
Disinilah letak peran penting pemimpin agama, untuk dapat menginterpretasi
agama, dari berbagai sudut pandang, rasional, universal dan mengejawantah
“membumi” sesuai dengan kebutuhan umat dan zaman, hingga agama tidaklah
dipandang sebagai momok penghalang dari era modern ini.
3.3 MANFAAT AGAMA DI ERA MODERN
Pendidikan
agama saat ini memang diakui sangatlah kurang diminati, mayoritas pelajar
lebih memilih pendidikan yang bersifat umum karena pengaruh perkembangan zaman
yang menyorot kepada kecanggihan teknologi sekarang. Melihat perkembangan IPTEK
saat ini lebih maju di banding dahulu. Selain karena indonesia sudah merdeka
dan bebas mau melakukan apa saja tanpa ada yang melarangnya juga karena
tantangan globalisasi yang telah mengubah segalanya. Perubahan akhlaq
pemuda-pemudi penerus bangsa ikut berperan dalam hal ini.
Dalam era globalisasi semuanya akan
terperangkap dalam jaring-jaring ekonomi global,mau tidak mau negara kita juga
terjerat olehnya, sehingga indonesia bisa menjalin hubungan dengan baik melalui
pasar perdagangan tersebut. Bila
tidak ikut andil kedalam perubahan-perubahan yang terjadi maka Indonesia akan
menjadi negara terbelakang. Sedangkan pengertian globalisasi itu adalah
perubahan-perubahan struktural dalam kehidupan negara yang mempengaruhi
hubungan antar manusia, organisasi-organisasi sosial, dan pandangan-pandangan dunia.
Jadi,
bila dianalisis lebih lanjut perubahan tadi akan membawa membawa dampak positif
maupun negatif bagi negara.
Dampak positifnya yaitu: IPTEK semakin berkembang pesat, hubungan antar negara terjalin
lebih baik, ekonomi negara menjadi teratasi. Sedangkan dampak negatifnya yaitu:
keborokan moral bangsa, KKN semakin meningkat, waktu digunakan untuk hal yang
tidak bermanfaat, terjadi perbedaan pangkat orang bangsawan dengan orang
miskin.
Melihat
begitu banyak kemadlorotan dari pada kemaslahatannya, maka peran pendidikan
Agama di era globalisasi ini sangatlah penting karena bisa menindak
lanjuti masalah ini.
Peran
pendidikan Agama Sebenarnya bila diteliti lebih lanjut bahwa masyarakat
Indonesia sembilan puluh persen beragama Islam yang lainnya beragama kristen, hindu,
budha, dll. Kemudian sudah mengeyam pendidikan madrasah ataupun pendidikan yang
lebih tinggi yang berbasis Agama tetapi dari diri mereka sendiri belum
mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan, padahal bila pendidikan agama diterapkan
pada kehidupan saat ini, mungkin negara akan menjadi tentram dan sesuai dengan
apa yang telah diharapkan selama ini.
Indonesia
mempunyai sumber hukum pancasila dan UUD 1945 tidak seperti di negara Saudi
Arabia yang berlandaskan hukum alqur’an, sehingga negara Indonesia belum bisa
dikatakan negara Agamai. Jadi, dapat dimaklumi apabila masyarakatnya masih
banyak yang tidak sejalan dengan ajaran agama karena perbedaan agama ataupun
orang yang beragama Agama yang terpangaruh dan mengikuti kebiasaan buruk mereka
seperti: perilaku, model baju,dll. Sehingga dapat menggoyahkan pendirian mereka
seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman.
Peran
pendidikan agama di era gobalisasi ini mempunyai beberapa bentuk yaitu:
a. Sebagi
penunjuk jalan yang benar.
Tanpa
adanya agama manusia tidak mempunyai pendirian yang teguh,tidak mempunyai
aturan. Karena agama merupakan
sebuah kepercayaan yang harus dianut seseorang untuk menentukan arah tujuan
hidup orang tersebut.
b. Menciptakan budi pekerti yang luhur
Dengan
adanya budi pekerti yang luhur hubungan manusia satu dengan lainnya
akan terjalin dengan baik.
c. Dapat
memanfaatkan kekuatan teknologi sebagaimana mestinya.
Teknologi
adalah segalanya bagi kita, dengan adanya teknologi akan melepaskan diri
dari bentuk penindasan oleh orang yang kuat terhadap orang yang lemah,
membebaskan dari kebodohan dan kemiskinan serta keterbelakangan.Tetapi bila
terjadi kesalahan penggunaan teknologi
maka dapat mencemarkan akhlaq, tidak dapat berkonsentrasi penuh dalam menerima
ilmu, waktu digunakan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
d. Untuk
menjadikan filter bagi kebudayaan asing malalui nilai-nilai dan norma yang ada.
Semua pikiran, perilaku, budaya
serta norma-norma kita tidak harus berkiblat kepada mereka walaupun perubahan-perubahan
itu juga dari negara asing. Resiko bila tidak mengikuti trend, bisa dikatakan “
ndeso”, “kampungan”, tetapi kenyataannya tradisi dan kebudayaan yang berasal dari negara asiing tidak
sesuai dengan ajaran agama Agama. Seperti, berpakaian yang
mengundang syahwat, minum-minuman yang beralkohol,dll. Alanglkah baiknya bila
kita meniru yang baik saja dan meninggalkan yang jelek.
e. Menghormati
dan mengakui agama lain yang biasa disebut dengan pluralisme agama, menghormati
perbedaan pendapat harus kita terima, karena akan menjalin ikatan yang baik
antar umat dan bila tidak terjalin hubungan baik maka tujuan negara tidak
akan tercapai yakni terciptanya perdamaian abadi
antar Negara. Oleh karena
itu, agar tercapai tujuan dari negara kita dituntut untuk toleransi terhadap
agam lain
Dari kelima peran tadi, dapat dsimpulkan bahwa
pendidikan agama bisa dijadikan tolak ukur untuk mengubah kesan negatif pada
zaman modern yang mengorak-abrik moral bangsa dan apabila pendidikan agama ini
benar-benar di pelajari lebih mendalam lagi dan diamalkannya maka akan
memberikan kesan positif bagi negara dan agama. Serta menjadikan anak -anak
penerus bangsa yang brintelektual tinggi dan berakhlaq mulia tanpa
mencemaskan situasi dan kondisi yang memburuk. Selain itu, negara lain akan
tertarik dengan bentuk- bentuk kita dalam menyikapi problem tantangan global,
dan akan mengikiti apa yang telah dilakukan oleh negara kita.
Oleh karenanya, negara harus ditata sedemikian rupa agar tidak terkalahkan oleh
tantangan zaman modern. kemudian tumbuhkanlah semangat anak-anak bangsa dan
janganlah berputus asa untuk mendapatkan yang terbaik bagi negara.
Berdasarkan
berbagai hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan ke dalam hal-hal berikut
ini:
1. Pendidikan
Agama sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan
ajaran keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat meningkatkan taraf
ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status sosial, alat
menguasai teknologi, serta media untuk menguak rahasia alam raya dan manusia.
2. Pendidikan
Agama bertujuan membentuk pribadi yang
baik, mengembangkan seluruh potensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniah,
menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Tuhan, manusia dan alam semesta dengan
cara mengembangkan aspek struktural, kultural dan berupaya meningkatkan sumber
daya manusia guna mencapai taraf hidup yang paripurna.
3. Era
globalisasi memunculkan era kompetisi yang berbicara keunggulan, hanya manusia
unggul yang akan survive di dalam kehidupan yang penuh
persaingan, karena itu salah satu persoalan yang muncul bagaimana upaya untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Membentuk manusia unggul
partisipatoris, yakni manusia yang ikut serta secara aktif dalam persaingan
yang sehat untuk mencari yang terbaik. Keunggulan partisipatoris dengan
sendirinya berkewajiban untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi
manusia yang akan digunakan dalam kehidupan yang penuh persaingan juga semakin
tajam.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Peran dan fungsi agama bagi manusia
sangatlah berpengaruh terhadap kehidupannya,karena agama adalah suatu pedoman
hidup seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhiratnya
Salah satu tujuan agama adalah
membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan
tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna
dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta
dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama
dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta
membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk
agama.
4.2 SARAN
1.
Walaupun
kita sebagai individu yang mengikuti perkembangan zaman tetapi yang baik kita
harus tetap menjadikan agama sebagai landasan hidup dan tidak menjadikan ego
kita sebagai penuntun hidup, karena ego kita seringkali bertolak belakang
dengan norma norma yang berlaku.
2.
Sebaiknya
kita harus bisa membagi waktu dengan sebaik-baiknya. Dengan maksud, jika pada
saatnya beribadah gunakanlah waktu itu untuk beribadah, janganlah gunakan waktu
itu untuk kepentingan yang lain. Karena biasanya, penyesalan itu akan datang
pada saat akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989),
Rusli
Karim, Agama, Modernisasi dan Sekulerisasi, Cet. I (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1994),
Madjid,
Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban-Sebuah Telaah Kritis Tentang masalah
keimanan, kemanusiaan, dan kemoderenan, Cet. Ke- 2; Jakrta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 1992
Dadang
Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya., Bandung., TTh.
Hendropuspito,
Drs, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1983
Thomas
F O’dea, Sosiologi Agama : Suatu Pengenalan Awal, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1996
http://retnasuria-w.blogspot.com/2012/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Budi Winarno. 2008. Globalisasi Peluang atau Ancaman bagi
Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Drs. Ishomuddin, M.Si. 2002. Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.2012. Filsafat Agama. Jakarta :
Rajawali Pers
Prof. Dr. H.Jalaludin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali
Pers
http://www.fe.unpad.ac.id/id/arsip-fakultas-ekonomi-unpad/opini/2272-agama-dan-globalisasi
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24546/prosiding_keluarga_menyongsong_abad_21-5.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar