Baca atau Download disini
KATA
PENGANTAR
Terucap syukur kepada Allah SWT.
atas rahmat, karunia, serta petunjukNya sehingga penulis diberi kekuatan dan
kesabaran dalam menyelesaikan penyusunan karya tulis ini dengan sebaik-baiknya.
Semoga penulisan karya tulis ini
bisa membawa berkah dan ridho dari Allah SWT bagi penulis dalam rentang perjalanan
hidup penulis berikutnya, amiin. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa
terima kasih dengan sedalam-dalamnya kepada Bapak dan Ibu saya sebagai manusia
mulia pertama yang selalu mendukung dengan mendoakan yang terbaik untuk penulis
dan memberikan support financial sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
penelitian ini tepat waktu. Serta kakak-kakakku tercinta, semoga penulis bisa
mewujudkan harapan kalian, amiin. Selain itu tidak lupa juga penullis ucapkan
terimakasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga Allah memberikan balasan yang
terbaik, atas kebaikan yang diberikan pada penulis. Kritik dan saran penulis
harapkan dari semua pihak demi tercapainya manfaat karya tulis ini.
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Loyalitas
terhadap persahabatan sering kali melahirkan solidaritas sempi apalgi dikalang
pemuda lebih-lebih pelajar dan remaja. Seolah-olah nurani tidak lagi diyakini oleh
para remaja, lebih-lebih apabila melihat banyaknya tawuran pelajar akhir-akhir
ini. Dengan garangnya api kebencian merasuki pelajar seperti mafia hendak
menunjukkan keperkasaannya. Kekerasan dianggap sebagai solusi yang paling tepat
untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa memikirkan akibat-akibat buruk yang
ditimbulkan.
Masyarakat
yang peduli terhadap lingkungan remaja menjadi sangat penting untuk menciptakan
suasana yang bersahabat dengan mereka. Masyarakat sering tidak peka terhadap
respon yang di timbulkan remaja. Sehingga tidak sedikit remaja mengalami
semacam gejolak jiwa yang berupa agresi guna menunjukkan keberdaan mereka dalam
suatu lingkungan.
Hal
itu menimbulkan gejolak jiwa berupa kepenatan yang berubah menjadi gundukan
stress dan mencari sebuah pelampiasan. Hal tersebut seringkali tersalurkan
dalam perbuatan negatif, berkumpul dengan sekelompok preman dan secara tidak
langsung menjadi bagian dari mereka. Atas dasar persamaan identitas tertentu
mereka membentuk dengan solidaritas sempit, yang mengajari mereka untuk saling
rasa saling bantu termasuk dalam hal kekerasan tanpa menilai bear dan salah.
Hal ini menarik bagi penulis untuk menyusun karaya tulis ilmiah dengan judul: “Dampak Tawuran Terhadap Masa Depan
Pelajar”.
1.2
Rumusan Masalah
Agar
penelitian ini terarah dan mengingat luasnya permasalahan tersebut, maka
masalah pokok tersebut peneliti batasi dalam rumusan pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1.
Apa
saja faktor yang menyebabkan?
2. Apa Dampak negatif dari tawuran
tersebut terutama bagi pelaku dan masyarakat sekitar ?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas penyusunan karya
tulis ini bertujuan sebagai berikut:
1.
Menjelaskan
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran antar pelajar?
2.
Menjelaskan
Dampak negatif dari tawuran tersebut terutama bagi pelaku dan masyarakat
sekitar.
3.
Menjelaskan
upaya untuk menanggulangi tawuran pelajar tersebut ?
1.4
Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis mempergunakan metode
kepustakaan atau literatur. Yaitu metode penelitian dengan cara mengumpulkan
data yang bersumber dari media buku, Koran, artikel dan situs atau web
internet.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Definisi Tawuran
Untuk
lebih memahami pengertian tawuran, secara lebih luas dan terperinci maka
penulis memberikan beberapa definisi tawuran dari beberapa sumber, sebagai
berikut:
1. Menurut kamus bahasa Indonesia
“tawuran”dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang.
Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian
tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar.
2. Menurut Wikipedia Tawuran atau Tubir adalah istilah yang
sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau
tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat.
Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius yang
menjurus pada tindakan bentrok. Tawuran
merupakan suatu penyimpangan sosial berupa perkelahian
3. Pengertian tawuran menurut penulis. Dari
kedua pengertian diatas maka penulis menyimpulkan arti tawuran menjadi, tawuran
adalah perkelahian yang melibatkan
sejumlah besar orang dalam satu kelompok rumpun, dengan kelompok rumpun lain,
atas sebab solidaritas sempit untuk membela satu golongan, kelompok, rumpun
sosial.
2.2 Pandangan
Hukum Terhadap Tawuran
Ternyata tawuran antar pelajar di
Indonesia sudah berlangsung selama hampir tiga dekade dan tawuran menurut
kacamata Winarini Wilman merupakan manifestasi dari perilaku kelompok Pandangan
ini tentu saja bisa dibenarkan jika dilihat dari optik psikologi, namun
pandangan psikologi ini tidak memberikan jalan keluar yang konkrit untuk
penyelesaian tawuran, karena manifestasi kelompok sebagai pemicu tawuran
bentuknya sangat abstrak dan tidak bisa diselesaikan dalam periode waktu
tertentu yang terukur.
Melihat tawuran sepatutnya harus
dikaitkan dengan pelangggaran norma hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Masyarakat menginginkan terjadinya ketertiban antar individu maupun antar
kelompok. Tawuran yang berlangsung selama puluhan tahun tidak akan memujudkan
keteraturan yang didambakan masyarakat dan bahkan masyarakat senantiasa
dihantui rasa takut atas tawuran yang dapat berlangsung setiap saat.
Penyelenggara negara termasuk penegak hukum tidak mampu mencari jalan keluar
untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas. Tanggung jawab negara dituntut
untuk menciptakan keajegan yang sesungguhnya dan menyelamatkan generasi muda
ini.
Dalam kasus tawuran, yang terlihat
lebih kental adalah penyimpangan norma hukum. Penyimpangan norma hukum (deviant)
yang dilakukan secara massal oleh sekelompok siswa dipicu oleh banyak faktor,
tidak hanya karena faktor historis dan diturunkan pada generasi berikutnya,
atau juga karena sentimen kelompok yang merasa lebih powerfull dibandingkan kelompok lain. Perilaku deviant ini merupakan bagian dari perbuatan
melanggar norma hukum, hanya saja kadar dan tingkatannya masih bisa ditolerir
sehingga alat-alat penegak hukum tidak secara kaku menerapkan sanksi hukum yang
berlaku, namun masih bisa dilakukan upaya “diskresi” atau penyimpangan dari
prosedur hukum formal yang baku.
Pelajar yang melakukan perilaku deviant tidak mengetahui konsekuensi jangka
panjang ketika dia melakukan perbuatan tersebut. Karena siswa dianggap tidak
mengetahui resiko jangka panjangnya, maka intervensi hukum pun menjadi
“minimalis” artinya langkah-langkah hukum normal yang harus dilakukan atas
peristiwa pidana menjadi alternatif terakhir selagi bisa ditemukan alternatif
lain yang bisa melindungi kepentingan terbaik pelajar dan kepentingan
masyarakat yang dirugikan. Hanya saja dalam tawuran yang berlangsung selama
ini, tidak juga ditemukan alternatif terbaik dalam menyelesaikannya sehingga
peristiwa ini berlangsung terus menerus hingga sekarang.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-Faktor
Penyebab Tawuran Pelajar
Berikut ini adalah faktor-faktor
yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya :
1.
Faktor
Internal
Faktor internal ini terjadi didalam
diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri
yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh
yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu
melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai
keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang
mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya
tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu,
ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya
perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri,
tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya
membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang
sekelilingnya. Di antara pelajar laki-laki, tawuran seperti sudah menjadi
tradisi yang harus dilakukan. Kalau enggak tawuran, enggak jantan, enggak
keren, enggak mengikutiperkembangan zaman, atau banyak lagi anggapan lain.
Dalam studinya tentang kekerasan,
Foucault, seorang psikolog sosial, menyatakan bahwa kekerasan adalah buah dari
simbolisasi perlawanan akan bentukan emosi yang menekan manusia secara
eksistensial. Disisi yang lain, Eric Fromm menyatakan bahwa kekerasan adalah
wujud dari ketakutan dan keterancaman. Dari dua teori diatas, kita tentu
memahami mengapa pelajar melakukan kekerasan. Sebagai manusia remaja, pelajar,
dalam pengalaman keseharian mereka, merasakan bentukan hegemoni dari orang yang
lebih dewasa (orang tua, guru dan sekolah itu sendiri) melalui aturan normative
yang membelit kebebasan mereka. Mereka lebih sering dituntut untuk memahami
segala bentuk tatanan yang sifatnya baru bagi mereka daripada diberikan
kebebasan untuk berpikir kritis atas tatanan-tatanan tersebut. Mereka merasakan
sebuah keterancaman eksistensial dimana keberadaan mereka tidak terlalu diakui
sebagai selayaknya manusia yang setara. Mereka adalah gudang kesalahan yang
setiap hari selalu diposisikan sebagai sosok yang tidak pernah benar di mata
orang dewasa.
Mereka berkelompok karena mereka
merasakan sebuah perasaan senasib. Perasaan senasib tersebut menimbulkan sebuah
solidaritas masal yang sifatnya fanatis dan simbolik. Mereka yang tidak bisa
memenuhi tuntutan solidaritas tidak akan terekrut dalam kelompok-kelompok yang
ada. Disinilah mereka harus menunjukan jati diri eksistensi mereka. Minuman
keras, narkoba, dan perkelahian bukan sekedar eksperimentasi mereka sebagai
remaja melainkan juga menjadi semacam metode simbolik untuk bisa diterima oleh
kelompok-kelompok yang ada. Tanpa kelompok-kelompok itu, mereka akan mengalami
perasaan kesepian yang mendalam karena teralienasi baik oleh kelompok manusia
dewasa maupun seusia mereka.
2.
Faktor
Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang
datang dari luar individu, yaitu :
a.
Faktor
Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana
pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat
kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi
remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang
datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa
menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga
yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga
yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama
pada masa remaja.
Menurut Hirschi (dalam Mussen
dkk, 1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu
penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua
sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak
berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari,
1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk
selalu berprilaku baik.
b.
Faktor
Sekolah
Dalam beberapa diskusi atau tulisan
yang dimuat di media masa, beberapa ahli atau penggiat pendidikan sering
mengopinikan adanya kebutuhan akan kegiatan-kegiatan positif yang mampu
mewadahi kreativitas dan dinamisasi kehidupan remaja dalam rangka mengurangi
angka terjadinya tawuran antar siswa baik di tingkat SMP atau SMU.
Kegiatan-kegiatan positif bisa dibentukan dalam aktivitas persahabatan antar
sekolah yang lebih menitikberatkan kepada persoalan-persoalan ilmiah. Dari
kegiatan tersebut akan muncul sebuah keakraban universal diantara mereka para
pelajar.
Sekolah tidak hanya untuk
menjadikan para siswa pandai secara akademik namun juga pandai secara
akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa mengembangkan diri menjadi
lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak
baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya
disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki
cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut
menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para
siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik
yang memiliki kepribadian yang baik.
Menjadi guru lebih mudah ketimbang menjadi sahabat mereka. Pelajar membutuhkan
perasaan diterima dan diakui sebagai manusia yang berkedudukan setara dengan
siapapun juga. Mereka muak untuk dipaksa memahami tanpa memiliki kesempatan
untuk dipahami. Perilaku mereka adalah sebuah kompensasi atas perasaan
teralienasi dalam dunia belajar mengajar. Satu satu solusi jangka panjang yang
mungkin dilakukan adalah merubah paradigma guru. Guru sebaiknya memahami mereka
sebagai remaja yang lahir dari kultur keluarga, masyarakat dan pribadi yang
berbeda. Kultur remaja memiliki belief dan values sendiri yang tidak bisa
ditekan untuk menerima kultur dewasa yang universal. Menekan mereka hanya akan
membentuk bangunan hegemoni kepada mereka yang terkompensasi dalam perilaku
destruktif mereka sebagai sebuah simbol perlawanan eksistensial demi
mendapatkan pengakuan
3.
Faktor
Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan
sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal
dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi
tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan
dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya
kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar
disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
Dosen Psikologi Universitas
Indonesia, Winarini Wilman, dalam diskusi bersama Litbang Kompas, bulan lalu,
mengatakan, fenomena tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi selama puluhan
tahun. Dari kacamata psikologis, ujar Winarini, tawuran merupakan perilaku
kelompok. Ada sejarah, tradisi, dan cap yang lama melekat pada satu sekolah
yang lalu terindoktrinasi dari siswa senior kepada yuniornya.
Tawuran lebih sering terjadi di
jalanan, jauh dari sekolah. Tawuran juga sering kali terjadi di titik yang sama
dan waktu yang sama. Aparat keamanan pun sering berjaga di titik tersebut,
tetapi siswa yang hendak tawuran selalu bisa mencari cara untuk tetap tawuran.
Dalam penelitian untuk disertasi
berjudul ”Student Involvement in Tawuran: A Social-psychological Interpretation
of Intergroup Fighting among Male High School Students in Jakarta”, tahun
1996-1997, Winarini menemukan adanya fenomena barisan siswa (basis) yang
terdiri atas 10-40 siswa. Mereka bersama-sama pergi dan pulang sekolah naik bus
umum. Basis itu terbentuk berdasarkan keyakinan bahwa mereka akan diserang oleh
sekolah musuh bebuyutan mereka
3.2 Dampak Tawuran Terhadap Pelajar
Dampak tawuran terhadap pelajar sangatlah kompleks,
berdasarkan literature yang berhasil dikumpulkan penulis maka didapat dampak
berikut ini yang paling sering menjadi dampak dari tawuran antar pelajar:
a.
Kerugian fisik
Pelajar
yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu cedera
ringan, cedera berat, bahkan sampai kematiaan. Pada korban cidera berat yang
mengalami kehilangan atau disfungsi bagian tubuhnya tentu akan melahirkan
penyesalan mendalam, karena kerugian ini tidaklah sementara melainkan akan dibawa
seumur hidupnya, sehingga tentu saja ini bisa menghanjurkan cita-cta dan masa
depannya.
b. Kerugian
Psikologis
Dampak
Psikologis. Dampak psikologis meliputi frustrasi dan stres.
Frustrasi. “Frustrasi adalah suatu keadaan
dalam diri individu yang disebabkan tidak tercapainya kepuasan atau suatu
tujuan karena adanya halangan atau rintangan untuk mencapai kepuasan atau
tujuan tersebut” (Fauzi, 2004, h. 62). Frustrasi dapat dialami oleh para korban
tawuran karena mereka tidak dapat mencapai tujuan yang mereka inginkan yang
disebabkan karena rasa takut akibat aksi tawuran.
Stres.
“Stres dirumuskan sebagai setiap tekanan, ketegangan yang mempengaruhi
seseorang dalam kehidupan, pengaruhnya bisa bersifat wajar ataupun tidak,
tergantung dari reaksinya terhadap ketegangan tersebut” (Gunarsa &
Gunarsa, 2004, h. 263). Stres yang terlalu berat dapat mengganggu kondisi
mental pelaku tawuran sehingga pelaku tawuran tidak mampu menjalani
aktifitasnya seperti biasa. Hal ini terjadi karena apa perasaan bahwa masih ada
ancaman yang terus mengintai kehidupan mereka.
c. Terganggunya
proses belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar tentu akan
terjadi apabila terjadi sebuah tawuran pelajar antar sekolah karena banyak
siswa yang terlibat tawuran masih menyimpan dendam dan saling menebar ketakutan
bagi pelajar lain yang tidak ingin terlibat. Sementara guru dan pengurus
sekolah masih harus disibukan untuk mencari solusi perdamaian.
d. Menurunnya
moralitas para pelajar
Karena jiwa muda yang merasa lebih kuat
dan selalu benar, pelajar yang suka terlibat tawuran lebih suka tampil beringas
dan berlaku amoral. Hal ini bertujuan untuk menunjukan menarik perhatian
lingkuang dalam aktualisasi yang tidak benar.
e. Hilangnya
perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai
Tentu setelah terjadinya sebuah tawuran antar
pelajar hanyalah sebuah dendam, kebencian dan menyalahkan pihak lawan. Oleh
karenanya perasaan untuk bertoleransi, tengang rasa dan saling menghargai akan
luntur diantara para pelajar.
f.
Masyarakat sekitar juga dirugikan.
Masyarakat
tempat terjadinya tawuran pun ikut merasakan kerugian akibat tawuran ini, misak
rusaknya rumah warga apabila pelajar yang tawuran itu melempari batu dan
mengenai rumah warga, ikut terluka karena berada dilokasi tawuran. Serta
gangguan keamanan karena akan memicu tawuran berikutnya.
3.3 Langkah-Langkah
Untuk Menghindari Tawuran Pelajar
Ada beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mencegah tawuran pelajar diantaranya sebagai
berikut:
1.
Membangun hubungan yang
baik antar anggota keluarga. Hal ini bertujuan agar anak tidak merasa tidak
dipedulikan oleh keluarganya. Membangun sebuah hubungan yang baik dapat
dilakukan dengan beberapa cara.
Makan malam bersama. Makan malam bersama dapat menjadi alternatif lain dalam berkomunikasi. Para orang tua dapat bertanya mengenai kegiatan yang dilakukan oleh anak selama satu hari sehingga kegiatan anak selama satu hari dapat terpantau oleh orang tua
Makan malam bersama. Makan malam bersama dapat menjadi alternatif lain dalam berkomunikasi. Para orang tua dapat bertanya mengenai kegiatan yang dilakukan oleh anak selama satu hari sehingga kegiatan anak selama satu hari dapat terpantau oleh orang tua
2.
Melakukan kegiatan yang yang
mengajarkan untuk melkukan hal positif prestasi, toleransi dan saling mengenal
seperti: mengadakan lomba kopetisi olahraga, sains, kesenian antar sekolah yang
dikelola bersama.
3.
Melakukan penanaman
nilai kesabaran, serta menghormati orang lain melalui kegiatan keagamaan.
Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berdoa atau melakukan renungan harian
bersama di rumah dan pergi ke tempat beribadah bersama. Melalui cara ini
diharapkan anak menjadi punya iman yang kuat sehingga dapat menolak ajakan
temannya untuk ikut aksi tawuran. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan juga dapat
membantu anak untuk lebih cerdas dalam memilih pergaulan yang baik dan yang
buruk
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan maka penulis dapat menyimpulkan beberapa
hal berikut:
1.
perilaku
menyimpang pelajar seperti tawuran adalah kenakalan pelajar yang biasanya
dilakukan oleh pelajar-pelajar yang gagal dalam menjalani proses-proses
perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun masa kanak-kanaknya, didukung
keadaan lingkungan, keluarga dan sekolah serta pemahaman solidaritas sempit
sehingga akan membela rekan, atau anggota kelompok tanpa memperhitungkan aspek
benar salah.
2. Tawuran sangat berpengaruh pada masa
depan pelaku maupun masyarakat. Terlebih kepada korban tawuran yang mungkin
mengalami disfungsi organ tubuhnya. Segala cita-cita akan hilang dan masa depan
menjadi suram. Para pelaku yang tidak ingin merubah diri akan jatuh dalam ego
tinggi yang tidak bisa memahami orang lain sehingga sulit untuk mengembangkan diri.
4.2 SARAN
Berdasarkan
kesimpulan yang didapat maka penulis memberikan beberapa saran berikut:
1.
Hendaknya
orangtua dapat lebih membagun keharmonisan komunikasi dengan anak, serta dapat
memperhatikan secara lebih dekat tumbuh kembang anak serta mangarahkan anak
untuk melakukan kegiatan positif.
2. Sejak sekarang masyarakat harus
sadar akan pentingnya peran mereka dalam membentuk lingkungan yang kondusif. Sekolah
sebagai suatu lembaga pendidik seharusnya memperhatikan potensi-potensi dasar
peserta didik untuk lebih meningkatkan daya kreativitas mereka. Memfasilitasi
para pelajar baik dilingkungan rumah atau sekolah untuk melakukan
kegiata-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya dengan membentuk
ikatan remaja masjid atau karang taruna dan membuat acara-acara yang
bermanfaat, dan sekolah mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau
ekstra kurikuler di sekolahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Q-Anees,
B. Hambali, A. (2008). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran. Bandung: Reflika
Offset.
Megawangi,
Ratna. (2007). Pendidikan Karakter. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation.
Albertus,
Doni Koesoema. (2010). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global, ed. Revisi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar