BAB
I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Kompetitif
(kompetisi) adalah aktivitas untuk mencapai tujuan dengan cara mengalahkan
orang lain atau kelompok lain. Kompetensi ditandai dengan adanya tujuan tapi
tidak ada ketergantungan . situasi yang kompetitif dicirikan dengan adanya
sikap untuk menjadi yang terbaik dari yang lain.
Berkompetisi
mendorong siswa untuk mengeluarkan kemampuan dirinya dalam menghadapi situasi
di sekelilingnya. Daya saing siswa akan muncul dalam upaya menunjukkan jati
diri dan kemampuan yang dimiliki. Prestasi yang semaksimal mungkin adalah
harapan yang ingin dicapai dalam situasi proses belajar.kompetisi belajar akan
sangat baik jika persaingan seimbang, tetapi jika tidak seimbang justru akan
membuat yang kalah dalam kompetisi akan semakin tertinggal. Sehingga diperlukan
pengaturan yang baik dalam pembentukan kelas.
Pembentukan
kelas berdasarkan indeks prestasi siswa sepertinya akan mampu membangun kelas
yang kompetitif sehingga motivasi belajar stabil dan prestasi siswa dapat
tumbuh. Hal ini melatar belakangi penulis untuk menyusun karya tulis dengan
judul “Pembentukan Kelas Berdasarkan Prestasi Sebagai Usaha Membentuk Sekolah
Unggulan”
1.2
Tujuan Penulisan
Dari latar belakang yang
telah di uraikan maka, yang menjadi tujuan penulisan dari karya tulis ini
adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan
apa yang dimaksud dengan sekolah unggulan.
2. Menjelaskan
bagaimana membentuk kelas
berdasarkan prestasi sebagai usaha membentuk sekolah unggulan.
3. Memenuhi
tugas sekolah dalam pembelajaran mengenai sekolah unggulan sebagai pengganti
studi banding.
1.3
mANFAAT pENULISAN
Berdasarkan
tujuan penulisan yang telah diambil maka penulisan karya ilmiah ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Pembaca
memahami apa yang dimasuk sekolah unggulan.
2. Pembaca
dapat memahami pentingnya kelas
berdasarkan prestasi sebagai usaha membentuk sekolah unggulan.
3. Penulis
dapat belajar mengenai sekolah unggulan.
Bab ii
isi
2.1 lANDASAN
tEORI
2.1.1 Dasar-dasar Pembentukan Kelas
ada banyak metode dalam sebuah langkah pembentukan
kelas tetapi berikutini adalah beberapa metode yang umum dipakai dalam
pembentukan sebuah kelas:
A. Metode
Komposisoner
Yaitu sebuah metode pembentukan kelas berdasarkan
komposisi tertentu, biasanya dalam metode ini hal-hal sangat diperhatikan
adalah : perbandingan siswa beprestasi dan siswa kurang berprestasi,
percampuran suku, ras, dan agama atau pengkomposisian lain. Metode ini lebih
mengutamakan keseimbangan sosial dalam kelas dan ditujukan untuk persaingan
antar kelas.
B. Metode
kesamaan kecenderungan
Metode ini menggunakan kesamaan orientasi siswa
dalam hobi, keunggulan pribadi siswa, tingkat intelektualitas, dan kesamaan
yang lain. Tujuan kelas model ini adalah menciptakan kelas yang dapat menunjang
prestasi sekolah dalam kompetisi terbuka dengan sekolah lain. Contohnya adalah
pembentukan kelas berdasarkan hobi olahraga sehingga satu kelas adalah penghobi
olahraga yang sama dengan tujuan mudah dalam penentuan jadwal belajar dan
jadwal latihan mereka sehingga kelas ini dapat membidik prestasi pada kompetisi
luar sekolah. Atau pembentukan kelas berdasarkan tingkat intelektual litas ini
juga dapat membantu persaingan dalam kelas dan meningkatkatkan daya saing
sekolah dengan kelas lain.
C. Metode
Random
Metode pembentukan kelas secara acak tanpa banyak
hal yang menjadi pertimbangan namun meski demikian biasanya komposisi gender
masih diperhatikan.
2.1.2
Definisi Prestasi
Sebelumnya penulis mengemukakan pengertian prestasi, tentu kita perlu memahami pengertian dari prestasi menurut para ahli:
Sumadi Suryabrata,berpendapat bahawa prestasi
adalah sebagai rumus yang diberikan guru
mata pelajaran mengenai kemajuan atau prestasi belajar
selama periode tertentu. (Sumadi Suryabrata, 1998)
Sedangkan menurut Siti Pratini,Prestasi
Belajar adalah hasil dari seseorang dalam kegiatan pembelajaran. (Siti Pratini,
2005)
Dan Kamus Bahasa Indonesia, ditulis bahwa:
yang dinamakan Prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan, dilakukan
dan sebagainya.
Sedangkan menurut penulis hasil belajar adalah sebuah pencapaian yang
didapat satu individu didalam sebuah kegiatan belajar yang biasa disampaikan
dalam sebuah pengakuan oleh pengajar maupun individu lain.
2.1.3
Pembentukan Sekolah Unggulan
Sekolah unggul dapat terwujud dengan
mempertimbangkan demokratisasi, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas
dalam penyelenggaraan sekolah. Selain itu, proses pengembangan program sekolah
harus melibatkan berbagai stakeholders atau warga sekolah yang terdiri
dari kepala sekolah, guru, staf sekolah, siswa, orang tua, tokoh masyarakat,
pejabat dinas pendidikan, pengusaha, anggota profesi, alumni, dan lembaga lain
yang terkait. Dengan melibatkan berbagai pihak, maka sekolah dapat memanfaatkan
secara optimal seluruh potensi yang ada di sekolah dan sekitarnya sehingga
dapat menumbuhkan rasa kepemilikan dan komitmen (members involvement)
untuk merealisasikan program-program sekolah.
Upaya peningkatan kualitas sekolah
tidak lepas dari upaya untuk untuk menyelenggarakan sekolah secara efektif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu sekolah yang memiliki
karakteristik tertentu akan dapat mencapai tujuan sekolah secara efektif. Salah
satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu sekolah dilakukan dengan
menyosialisasikan program MBS yang dikemas dengan istilah MPMBS (Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah). Dalam program MPMBS dipaparkan secara jelas
perencanaan-Implementasi dan Monitor-evaluasinya. Hanya saja komponen-kompenen
pada MBS kurang rinci dalam memaparkan aspek-aspek yang harus dicapai. Untuk
menyempurnakan program pemerintah tersebut tampaknya perlu pengayaan referensi
agar MPMBS dapat diimplementasikan lebih mudah.
Di antara para pakar manajemen,
terdapat ahli yang memiliki resep membuat sekolah menjadi efektif atau unggul.
Ahli tersebut di antaranya adalah MacBeath & Mortimer (2001), ada sembilan
hal yang harus diperhatikan untuk mengelola sekolah secara efektif yaitu:
1) visi misi jelas, 2) kepala sekolah profesional, (3) guru
profesional, (4) lingkungan belajar kondusif, (5) pendidikan berbasis ramah
siswa, (6) manajemen kuat, (7) kurikulum luas tetapi seimbang diiringi strategi
pembelajaran yang efektif, (8) penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang
bermakna, dan (9) pelibatan masyarakat secara positif-partisipatif.
Penyelenggaraan sekolah efektif atau unggul hendaknya mengacu pada sembilan hal
tersebut dengan beberapa penyesuaian dalam hal perencanaan.
2.2 Rumusan
Masalah
Dari uraian di atas
maka dia ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
Pembentukan Kelas Berdasarkan Prestasi?
2. Bagaimana
Manfaat Pembentukan Kelas Kompetitif?
3. Bagaimana
pengembangan Kerjasama dalam Kelas Kompetitif?
4. Bagaimana
manfaat Pembentukan Kelas Berbasis Prestasi bagi Sekolah?
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Pembentukan Kelas Berdasarkan Prestasi
Pembentukan
kelas berdasarkan prestasi pada dasarnya adalah model pembentukan kelas
berdasarkan kecenderungan yang ditentukan oleh indek nilai hasil belajar siswa.
Dengan tujuan untuk meningkat kelas menjadi kompetitif. Dalam penerapanya bias
saja perubahan kelas dapat dilakukan dalam setiap semester, mid semester atau
bahkan setiap bulannya. Tetapi perubahan
kelas terlalu dekat hanya akan menyulitkan system kakademik dan tatausaha
karena akan sering terjadi perubahan nama dalam kelas.ketentuan dan syarat
sangat utama dalam pembentukan kelas berbasis prestasi misal, seorang siswa
dari kelas terbaik akan dipindah kekelas dibawahnya jika tidak dapat memenuhi
standar kelas tersebut, dan sebaliknya siswa kelas lainnya boleh masuk kelas
terbaik jika mampu memenuhi standar kelas tersebut.Standar yang dimaksud bisa
saja dalam bentuk nilai atau bentuk yang lain yang telah ditetapkan dan
dipahami bersama antara guru, murid dan warga sekolah yang lain.
3.2
Manfaat Pembentukan Kelas Kompetitif
Persaingan merupakan
kondisi real yang dihadapi setiap orang di masa sekarang. Kompetisi dan
persaingan tersebut bisa dihadapi secara positif atau negatif, bergantung
kepada sikap dan mental persepsi kita dalam memaknai persaingan tersebut.
Hampir tiada hal yang tanpa kompetisi/persaingan, kompetisi/persaingan dalam
berprestasi, dunia usaha bahkan dalam proses belajar.
Secara positif, model
kompetisi seperti ini bisa menimbulkan rasa cemas yang justru bisa memacu siswa
untuk meningkatkan kegiatan belajar mereka, sedikit rasa cemas memang mempunyai
korelasi positif dengan motivasi belajar. Namun sebaliknya, rasa cemas yang
berlebihan justru merusak motivasi
1.
Membiasakan
diri hidup disiplin dan siap menghadapi tantangan atau masalah
2.
Memiliki
semangat untuk bekerja keras dan berfikir cerdas dalam meraih dan
memperjuangkan sesuatu
3.
Menjadi
motivator dalam menggali, mengasah dan mengembangkan potensi diri
Tetapi
perlu ditekankan bahwa persaingan ini juga harus dijaga ketat agar tetap dlam
aturan yang benar, sebab jika tidak dijaga persaingan ini justru akan
menghancurkan siswa karena hanya ingin memperoleh prestasi dengan menghalalkan
segala cara. Meski siswa dituntut dalam prestasi tetapi siswa juga dituntut
untuk bekerja sama dalam belajar sehingga dari kerjasama siswa ini akan
terlahir prestasi sekolah melalui kompetisi antar sekolah.
3.3 Pengembangan Kerjasama dalam Kelas
Kompetitif
Pada hakikatnya kerjasama yang terjalin di lingkungan
sekolah adalah untuk menunjang program pendidikan kecakapan hidup dengan
pendekatan terhadap pendidikan berbasis luas. Pola hubungan kerjasama di bagi
dalam dua kategori, yaitu hubungan kerjasama interen dan eksteren (Depdiknas.
2004:8) Hubungan interen adalah hubungan kerjasama yang hanya melibatkan
unsur-unsur yang ada dalam sekolah, sedangkan hubungan eksteren adalah
hubungan kerjasama yang akan melibatkan unsur sekolah dengan unsur wali murid
serta masyarakat.
Kerja sama interen yang berlangsung di dalam
lingkup sekolah diharapkan dapat menjadi tenaga pendobrak untuk menumbuhkan
kreativitas siswa dalam berinteraksi sehingga tujuan akhir dari proses belajar
mengajar dapat mencapai hasil yang optimal. Selanjutnya dapat menerima
tantangan yang ada pada masayarakat yang kelak berupa kerjasama eksteren.
Untuk dapat mencapai tujuan kerjasama yang efektif sesuai
dengan harapan sebagaimana dimaksud dalam program pendidikan kecakapan hidup
dengan pendekatan pendidikan berbasisi luas, maka strategi dan presedur
pelaksanaan kerjasama interen antar unsur sekolah diberikan rambu-rambu
sebagai berikut.
1. Hubungan Kerjasama Antarsiswa
Sekelas
Untuk melakukan
optimasi pencapaian hasil belajar pada program pendidikan berbasis luas yang
berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup, pembentukan kelompok kerja
dalam proses pembelajaran merupakan tindakan yang tidak dapat dihindari.
Dimensi-dimensi kecakapan hidup, terutama dimensi kecakapan sosial, seperti
kepemimpinan, kolaborasi, korporasi yang parameternya hanya dapat diketahui
kalau ada jalinan hubungan antarsiswa dalam kelompok kerja, maka pembentukan
kelompok kerja dalam proses pembelajaran adalah yang terbaik yang harus
dilakukan oleh guru.
Ada beberapa
ragam model kelompok kerja yang dapai dibentuk oleh guru dalam proses
pembelajaran, yaitu:
a) Kelompok Kompetensi (Skill
Groups), merupakan kelompok kerja yang dibentuk berdasarkan keperluan untuk
melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu yang pendek. Jumlah siswa yang
terlibat tidak terlalu banyak, dua atau tiga siswa per kelompok dan
keanggotaanya sebaiknya selalu diganti agar bisa memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi siswa untuk berinteraksi dengan semua siswa dalam kelas
yang sama.
b) Kelompok Minat,
juga merupakan kelompok yang sifatnya terbatas untuk waktu pendek, dan
keanggotaannya spontanitas pada saat diperlukan. Pembentukan kelompok ini
semata-mata untuk menyelesaikan tugas jangka pendek yang pengerjaanya
memerlukan konsentrasi atas dasar minat yang tinggi dari anggotanya.
Keberhasilan kelompok sangat tergantung dari komitmen dan kemauan kerja sama
yang tinggi. Dan kemungkinan tugas kelompok dikerjakan di luar jam sekolah
dimana pengawasan guru sangat minimal.
c) Kelompok Tugas,
merupakan kelompok kerja kecil yang harus mengerjakan tugas-tugas tertentu
dalam waktu yang terbatas. Ini merupakan kesempatan yang baik untuk
mengembangkan kecakapan kepemimpinan. Sebaliknya guru akan sangat mudah
memantau atau melakukan pengukuran terhadap target yang telah ditetapkan.
Dengan adanya upaya pemberian kesempatan yang sama kepada
semua siswa, maka tidak akan ada lagi siswa yang tertinggal atau tersisihkan
dari perhatian guru untuk dapat mengembangkan potensinya masing-masing.
2. Hubungan Kerjasama
Antarsiswa dalam Sekolah.
Hubungan kerjasama antarsiswa dalam sekolah merupakan
suatu bentuk interaksi kerjasama yang mengkaitkan keterlibatan siswa dalam
lingkungan yang lebih besar, yang nantinya dapat melatih keterlibatan siswa
dalam kehidupan nyata di masyarakat. Pembentukan kelompok kerja dalam proses
pembelajaran memang dianjurkan untuk mengembangkan kecakapan hidup, namun
demikian tidak seharusnya program pembelajaran selalu diberikan dalam bentuk
penugasan kelompok kerja secara terus menerus dan dipaksakan setiap hari akan
membuat siswa menjadi jenuh dan justru tidak akan memberikan kontribusi apapun
terhadap pengembangan kecakapan hidup.
Pola hubungan kerjasama antar siswa dalam sekolah dapat
kita jumpai pada pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler, misalnya kepramukaan,
palang merah remaja, kelompok ilmiah remaja, dan sebagainya.
3. Hubungan Kerjasama Antarsiswa dengan
Guru
Hubungan Kerjasama Antarsiswa dengan Guru sejauh ini
berlangsung secara monoton dan dalam keterpaksaan. Siswa harus mendengarkan,
mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh guru dan tidak ada kesempatan untuk
turut mengatur program belajarnya. Hubungan kerjasama yang ada adalah hubungan
keterpaksaan tanpa demokrasi. Sedang yang diharapkan yaitu guru lebih terbuka
dan sekedar menjadi fasilitator, pendamping, pengarah kegiatan belajar dan
siswa sebagai pelaku belajar.
Proses kerja sama adalah interaksi sosial dimana yang
akan banyak mendapat sasaran adalah siswa dan guru tentang bagaimana cara untuk
mewujudkan kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Guru adalah komunikator,
karena dia akan menyampaikan rencana-rencana pembelajarannya pada siswa,
mengatur dan menjelaskan bahan ajar. Semua aktifitas guru terkait dengan
komunikasi dan jalinan kerjasama.
Dalam konteks komunikasi, kerjasama merupakan proses yang
terus berkembang karena bukan suatu pekerjaan yang terisolasi, akan terus
berubah mengikuti perubahan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Bahan ajar
yang akan disampaikan, inturksi, tugas dan rencana kegiatan lainnya yang diatur
oleh guru. Dan yang menjadi sasaran adalah siswa. Interaksi yang berupa
komunikasi dengan bahasa sebagian penyampaian pesan.
Selanjutnya diharapkan pada proses komunikasi siswa
sebagai sasaran mampu mencerna pesan yang disampaikan baik itu dengan cara
kerjasama antarsiswa dalam kelas tersebut. Yang selanjutnya dikembalikan kepada
guru untuk disusun ulang menjadi lebih sempurna. Akhirnya tercapailah suatu
proses pembelajaran dimana guru juga sudah mampu mempelajari karakter siswa dan
mengklisifikasikan sesuai dengan tanda-tanda bakat.
Dalam teori yang amat tradisional, dikemukakan bahwa
unsur-unsur pokok dalam komunikasi adalah pesan, sasaran komunikasi,
sumber dan media (Hunt, 1999:62 dalam Depdiknas 2004:25). Adapun hasil
dari hubungan komunikasi diharapkan dapat tercipta hubungan kerjasama yaitu
antara siswa dengan siswa sekelas, siswa dengan siswa lain dalam lingkungan
sekolah , serta siswa dengan guru.
3.4 Manfaat Pembentukan Kelas Berbasis
Prestasi bagi Sekolah
Pembentukan kelas
berbasis prestasi tentu juga tidak lepas dari pro dan kontra tetapi kita juga
hrus dapat melihat manfaatnya yang sangat besar dalam perkembangan sekolah yang
diataranya adalah: proses pembelajaran menjadi lebih aktif dan kreatif,
motivasi belajar siswa meningkat, mudah memilih wakil sekolah dam kompetitisi
antar sekolah dan kerjasama siswa untuk menjaga nama baik sekolah tumbuh.
Kondisi persaingan
akan menumbuhkan aktivitas dan kreatifitas siswa menjadi lebih baik, ini lebih
disebabkan keinginan setiap siswa menunjukan diri antara satu dengan yang lain.
Siswa akan berebut kesempatan untuk dapat menyelesaikan tantangan dan setiap
soal yang diberikan oleh guru. Ini tentun menjadi kondisi ideal bagi guru untuk
dapat menjalin komunikasi efektif dengan siswa.
Motivasi siswa tumbuh
dengan baik ditengah persaingan prestasi. Tidak ingin menjadi yang terbelakang
dan terus berusaha untuk menjadi yang terdepan menjadikan siswa berusaha
mengembangkan diri secara optimal untuk mendapatkan posisi terbaik atau
setidaknya aman baginya untuk tidak terdegradasi dari kelas terbaik meski tidak
mudah akan tetap dilakukan untuk menjaga nama baik setiap individu.
Dalam menghadapi
kompetisi antar sekolah, keberadaan kelas unggulan akan membuat sekolah mudah
dalam memilih wakilnya. Indek prestasi yang terus terpantau meberikan daftar
secara akurat pada setiap perkembangan nilai dan kepribadian siswa. Setiap
talenta akan dapat dipilih dan dipergunakan sekolah untuk mencapai prestasi
dalam kompetisi luar sekolah. Selain mudah dalam proses pemilihan tentu kelas
seperti ini memudahkan pembimbing untuk melakukan pembinaan, dengan demikian
target prestasi akan lebih mudah tercapai. Setiap prestasi yang tercapai akan
mempengaruhi masyarakat secara luas untuk member apresiasi kepad sekolah.
Seiring dengan jumlah kolektif apresiasi yang meningkat maka pengakuan
mayarakat akan keunggulan sebuah lembaga sekolah akan terbangun. Pengakuan akan
keunggulan sekolah ini adalah nilai jual yang sangat berharga bagi sebuah
lembaga pendidikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan uraian dan
pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Model pembentukan kelas berdasarkan
prestasi mampu menciptakan iklim belajar yang kompetitif.
2. Model
pembelajaran kompetitif mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Asrohah, Hanun. Menggagas Sekolah Islam yang Unggul;
Konsepsi dan Aksi. tk.: tp., tt.
Bafadal,
Ibrahim. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Cromer, Alan H, dkk. 1994. Fisika untuk Ilmu-ilmu Hayati
Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Danim, Sudarwan.
Visi baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik.
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Fattah, Nanang.
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2012.
Goleman Daniel, Emotional Intelligence, Jakarta:PT.
Gramedia Pustaka Utama, Cetakan pertama, 1996
Nahdliyah,
Ummi. Kebijakan Pimpinan
Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif
Nahdlatul ulama Jawa Timur tentang
Peningkatan Kualitas Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Waru Sidoarjo menjadi Madrasah Unggulan. Tesisi-IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010.
Moedjiarto. Karakteristik Sekolah Unggul. Bandung:
Duta graham Pustaka, 2002.
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. Visionary
Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Baharuddin dan Nur Esa Wahyuni. 2009. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Soegeng Santoso, Pendidikan Anak Usia Dini,
(Jakarta:Citra Pendidikan), h. 77-78
Usman, Husaini.
Manajemen sekolah yang efektif. Jurnal Pendidikan Inovatif. Volume 3,
Nomor 1, September 2007.
Yusuf Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
Bandung:PT. Remaja Rosda Karya, 2000 H. 115