cari

Peran pendidikan karakter untuk generasi muda



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagogis Jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan.
Lebih dari itu, pedagogi puerocentris lewat perayaan atas spontanitas anak-anak (Edouard Claparède, Ovide Decroly, Maria Montessori) yang mewarnai Eropa dan Amerika Serikat awal abad ke-19 kian dianggap tak mencukupi lagi bagi formasi intelektual dan kultural seorang pribadi.
Polemik anti-positivis dan anti-naturalis di Eropa awal abad ke-19 merupakan gerakan pembebasan dari determinisme natural menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal dengan pendekatan psiko-sosial menuju cita-cita humanisme yang lebih integral. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme ala Comte.
Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.
Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter.
a.  Keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
b.  Koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.
c.   Otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.
d.  Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. ”Orang-orang modern sering mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior dan interior.” Karakter inilah yang menentukan forma seorang pribadi dalam segala tindakannya.
Strategi pembinaan karakter dapat didukung dengan 3 pilar yaitu orang tua, sekolah, dan lingkungan. Budaya paternalistik mampu menjadi acuan dimana orang yang lebih tua disegani oleh anak-anak. Sehingga melalui peran orang tua dan bobot wibawa guru yang kuat pendidikan karakter dapat ditanamkan.
Ada dua macam paradigma dalam pendidikan karakter.
a.  Memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education).
b.  Melihat pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri (educational happenings).
Integrasi atas kedua paradigma inilah yang melahirkan gagasan baru tentang pendidikan karakter sebagai pedagogi yang menyertakan tiga matra pertumbuhan manusia.
Dengan membelajarkan karakter pada tiap pribadi siswa, diharapkan pendidikan karakter mampu mengenalkan pada siswa mengenai karakter yang baik dan buruk; membekali mereka supaya dapat memilih karakter yang sesuai, bersikap dan bertindak dengan tepat; serta membentengi siswa sehingga mereka dapat mempertahankan karakter positif yang dimiliki di tengah globalisasi sekarang ini.
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mosse dangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
Prinsip moral atau moral (dari bahasa Latin: Moralitas) membawa pengertian ajaran atau pegangan berkenaan dengan buruk baik sesuatu perbuatan (kelakuan, kewajipan, dll), sikap atau cara berkelakuan yang berasaskan atau yang diukur dari segi baik buruk sesuatu akhlak. Ia merujuk kepada konsep etika kemanusiaan yang digunakan dalam tiga konteks, yaitu:
1.    hati nurani individu;
2.    sistem-sistem prinsip dan pertimbangan kekadang dipanggil nilai moral yang dikongsi dalam sesuatu komuniti kebudayaan, keagamaan, kesekularan ataukefalsafahan; dan
3.    Tata laku atau prinsip moral tingkah laku.

Moral peribadi mentakrifkan dan membezakan niat, motivasi, atau tindakan yang betul dan yang salah, sebagaimana yang dibelajar, dilahirkan, atau dikembangkan di dalam setiap orang perseorangan.
Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang  moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Belajar merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai sikap yang bersifat konstan dan menetap yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian-pengertian baru, perubahan dalam sikap dan perkembangan, sifat-sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani Winkel (1983) dan Hamalik (2001).    
Sejalan dengan itu, Slameto (2003), mengartikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu sendiri, dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hasil beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa belajar pada dasarnya adalah suatu proses kegiatan atau usaha seseorang yang dilakukan secara sadar yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku yang saling relatif permanen  .
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan (Lubis, 2010).
Senada dengan hal tersebut, La Edi (2010) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi konsumen pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsa sehingga menjadi manusia insan kamil.
Megawangi (2007) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. 
Suyanto (2010) menyatakan bahwa dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. 
Lickona dalam Joseph (2010) mengatakan bila pendidikan karakter di sekolah dapat berjalan sebagaimana mestinya, setiap peserta didik bukan hanya berkembang dalam hal perilaku moral atau karakternya saja tetapi berdampak juga pada perkembangan akademisnya. Pernyataan ini didasari pada dua alasan. Pertama, jika program pendidikan karakter di sekolah mengembangkan kualitas hubungan antara guru dan anak didik, serta hubungan antara anak didik dengan orang lain, maka secara tidak langsung akan tercipta lingkungan yang baik untuk mengajar dan belajar. Kedua, pendidikan karakter juga mengajarkan kepada siswa tentang kemampuan dan kebiasaan bekerja keras serta selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam proses belajar mereka.  
1.2  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana peranan pendidikan karakter untuk generasi muda ?
2.    Mengapa   Pendidikan Karakter penting dalam Membangun Bangsa?

1.3  Tujuan
1.    Menjelaskan  peranan pendidikan karakter untuk generasi muda
2.    Menjelaskan bahwa Pendidikan Karakter penting dalam Membangun Bangsa

1.4  Manfaat
1.    Mengetahui peranan pendidikan karakter untuk generasi muda
2.    Mengetahui Pendidikan Karakter penting dalam Membangun Bangsa








BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Secara etimologis, kata pendidikan berasal dari bahasa latin educare, yang memiliki konotasi melatih atau menjinakan, menyuburkan, dan educare yang bisa pula berarti suatu kegiatan untuk menarik keluar atau membawa keluar. Jadi pendidikan merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, membuat teratur, dan pembimbingan (Doni Koesoema, 2010:53).
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan ini ditandai oleh pewarisan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan karakter bangsa untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang (Said Hamid Hassan,dkk. 2010:4).
Istilah karakter sendiri menimbulkan ambiguitas. Karakter secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “karasso”, yang artinya “cetak biru”, “format dasar”, “sidik” seperti sidik jari. Tentang ambiguitas terminologi “karakter” ini, Mounier  (Doni Koesoema, 2007:90) melihat karakter sebagai dua hal utama, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian disebut sebagai proses yang dikehendaki (willed).
Secara umum, kita sering mengasosiasikan istilah karakter dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Kita juga bisa memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatoppsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Disini istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ciri” atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir   (Sjarkawi dalam Donie Koesoema, 2007: 79-80).
Said hamid Hasan,dkk dalam naskah akademik pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa Kementerian Pendidikan Nasional (2010:3) merumuskan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada oranglain. Interaksi seseorang dengan oranglain dapat menumbuhkan karakter individu tersebut. 
Lickona (1991: 21) mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain serta karakter mulia lainnya.
Pengertian pendidikan karakter selalu mengacu pada bagaimana pribadi yang baik, memperlihatkan kualitas perseorangan yang dapat melihat dengan pertimbangan kondisi sosial untuk mendapatkan karakter dan mengembangkan pribadi yang berkualitas sering kali dengan meninjau tujuan dari pendidikan, rasa melalui penekanan pada kualitas (nilai-nilai positif) seperti jujur, rasa hormat, dan bertanggung jawab.
Dalam Grand Desain Pendidikan Karakter, pendidikan karakter merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai luhur ini berasal dari teori pendidikan, psikologi pendidikan, dan nilai-nilai sosial budaya, ajaran agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur ini juga perlu didukung oleh komitmen dan kebijakan pemangku kepentingan serta pihak-pihak terkait lainnya termasuk dukungan sarana dan prasarana yang diperlukan (Zubaedi, 2011: 17).
Pendidikan karakter secara akademik dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberkan keputusan baik- buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: 2).Lickona (Elkind  & Sweet, 2004:1) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about that is right, and then do what they believe to be right. Even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah merupakan suatu proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, membentuk kepribadian seseorang yang merupakan karakter atau ciri khas dari orang tersebut. Proses tersebut dilakukan secara sadar dan sistematis, sehingga terbentuk kepribadian yang digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Karakter berkaitan dengan personalitas walaupun ada perbedaannya. Personalitas merupakan trait bawaan sejak lahir, sedang karakter merupakan perilaku hasil pembelajaran. Seseorang lahir dengan trait personality tertentu, seseorang ada yang pemalu dan ada yang terbuka dan mudah bicara. Klasifikasi lain adalah apakah seseorang berorientasi pada tugas atau kegiatan sosial. Hal ini yang menjadikan seseorang memiliki sifat ingin menguasai, ingin mempengaruhi, personaliti stabil atau patuh.
Karakter pada dasarnya diperoleh lewat interaksi dengan orangtua, guru, teman, dan lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau pengamatan terhadap orang lain. Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah dan diskusi tentang karakter, sedang pengamatan diperoleh melalui pengamatan sehari-hari apa yang dilihat di lingkungan termasuk media televisi. Karakter berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap merupakan predisposisi terhadap suatu objek atau gejala, yaitu positif atau negatif. Nilai berkaitan dengan baik dan buruk yang berkaitan dengan keyakinan individu. Jadi keyakinan dibentuk melalui pengalaman sehari-hari, apa yang dilihat dan apa yang didengar terutama dari seseorang yang menjadi acuan atau idola seseorang (Darmiyati Zuchdi,  2011: 185-186).
2.2 Pengertian Generasi Muda
Generasi muda sekarang ini menjadi bahan pembicaraan oleh semua kalangan masyarakat, karena generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang nantinya sebagai pemegang nasib bangsa ini, maka generasi mudalah yang menentukan semua apa yang dicita-citakan bangsa dan Negara ini.
Kata ”Generasi” sebagaimana sering diungkapkan dengan istilah “angkatan “seperti ; angkatan 66, angkatan 45, dan lain sebagainya. Pengertian generasi menurut Prof. Dr Sartono Kartadiharjo : “ditinjau dari dimensi waktu, semua yang ada pada lokasi sosial itu dapat dipandang sebagai generasi, sedangkan menurut Auguste Comte ( Pelopor sosiologi modern ) : “generasi adalah jangka waktu kehidupan sosial manusia yang didasarkan pada dorongan keterikatan pada pokok-pokok pikiran yang asasi”.Menurut John Stuart Mill dalam bukunya Endang Sumantri ; “Generasi yaitu setiap Dalam pola pembinaan dan pengembangan generasi muda ( Menteri Muda Urusan Pemuda Jakarta 1982) secara umum generasi muda diartikan sebagai golongan manusia yang berusia muda.
Mengenai persepsi tentang generasi muda sampai sekarang ini belum ada kesepakatan para ahli, namun pada dasarnya ada kesamaan mengenai pengertian generasi muda tersebut, yaitu beralihnya seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa remaja atau muda dengan disertai perkembangan fisik dan non fisik (jasmani, emosi, pola pikirannya dan sebagainya ). Jadi generasi muda itu adalah sebagai generasi peralihan. Dan dalam pandangan orang tua belum dewasa generasi muda merupakan generasi penerus bangsa yang harus dipersiapkan dalam mencapai cita-cita bangsa, bila generasi muda telah dipercaya dan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi dalam memperjuangkan amanah itu maka suatu bangsa tidak akan sia-sia dalam mendidik generasi tersebut, maka dari itu nilai yang dibangun dalam membentuk generasi muda ini adalah untuk menyiapkan penerus bangsa untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan, baik yang gugur membela bangsa dan  yang gugur dalam membangun bansa ini, namun apabila yang menjadi cita-cita bangsa ini gagal, maka akan hancurlah harapan dari bangsa yang tercinta ini.
Memang tidak semudah yang kita bayangkan dalam membangun generasi muda sebagai penerus bangsa ini, namun kita harus optimis bahwa yang kita persiapkan nantinya akan dapat mencapai hasil yang maksimal, masa muda yang penuh kesenangan dan diwarnai senda gurau, akan tetapi hal itu tidak dapat dibiarkan begitu saja karena bila tidak ada control yang jelas maka dampaknya mungkin kurang baik, untuk itu alangkah baiknya pada masa tersebut dimasukkkan nilai-nilai yang dapat membantu serta mendorong generasi agar bisa memberikan yang terbaik baik kepada keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.




















BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Peran Penting Pendidikan Karakter dalam Membangun Bangsa 
Memperoleh pendidikan merupakan hak setiap manusia karena pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dan masa depan seseorang. Tanpa pendidikan, seseorang akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak berkualitas, dia akan tumbuh menjadi seseorang yang tidak mengenal aturan, seenaknya sendiri, malas dan cenderung memiliki mental yang lemah, tidak memiliki daya juang positif yang akhirnya akan membuat arah hidupnya tidak jelas, tidak terkendali dan dapat terjerumus ke hal-hal negatif, seperti narkoba dan minuman keras yang menyebabkan si pemakai menjadi kecanduan, sehingga apapun caranya akan ditempuh demi mendapatkan narkoba dan minuman keras tersebut. Untuk mendapatkan narkoba dan minuman keras tersebut tentu saja tidak gratis, ada harga yang harus dibayar. Saat pecandu tersebut mulai kehabisan uang untuk membeli narkoba minuman keras, berbagai cara ditempuhnya untuk memperoleh uang guna membeli narkoba dan minuman, mulai dari menjual barang-barang yang ada di rumah sampai habis dan akhirnya melakukan tindak kejahatan mulai dari mencuri hingga merampok. Tanpa pendidikan, manusia akan sangat mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan pribadi, mereka sangat mudah menurut perintah dari para provokator yang hendak menghancurkan bangsanya seperti yang marak terjadi sekarang ini adalah terorisme yang banyak melibatkan anak-anak muda karena mereka sangat mudah diprovokasi dan dicuci otaknya. Selain itu, tanpa pendidikan manusia akan sangat kesulitan memperoleh pekerjaan karena tidak memiliki keahlian apapun yang menjadi tuntutan setiap instansi dalam memperoleh pekerjaan
Menjadi bangsa yang maju dan berkembang adalah impian setiap negara di dunia. Maju dan tidaknya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Dengan pendidikan yang matang, suatu bangsa akan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan tidak mudah diperbudak oleh pihak lain. Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi bangsa yang ingin maju dan berkembang. Peningkatan mutu pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa. Pendidikan kita peroleh di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
a.    Lingkungan Keluarga
Pendidikan anak yang paling adalah pendidikan dalam keluarga. Pendidikan keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan karakter anak dan menjadi kunci utama dalam membentuk pribadi anak menjadi baik. Seorang anak yang dididik oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang akan merasa dihargai dan dibutuhkan, ia pun akan menyayangi keluarganya sehingga akan tercipta kondisi yang saling menghargai dan saling membantu. Kondisi tersebut sangat mendukung perkembangan anak karena orang tualah yang berperan utama dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Di dalam keluarga yang penuh rasa kasih sayang, menjadikan harga diri anak dapat berkembang karena ia merasa dihargai, dicintai, dan diterima sebagai manusia. Dengan kita dihargai dan dihormati, maka kita juga dapat menghargai orang lain. Keluarga yang menerapkan pendidikan keluarga dapat menghasilkan anak yang memiliki kepribadian baik. Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga harus menjadi dasar yang kuat dalam membangun kepribadian seorang anak.
b.    Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan pendidikan kedua setelah keluarga. Guru menjadi media pendidik dan sumber informasi bagi anak didik dalam memberikan ilmu pengetahuan sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Guru berperan memberikan bantuan, motivasi, dan tugas kepada anak untuk melatih kedisiplinan agar anak memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya. Di lingkungan sekolah lebih menekankan pengajaran tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketaatan terhadap aturan-aturan yang berlaku serta norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat sehingga anak dapat menempatkan diri dimanapun dia berada dan bagaimana bersikap yang baik, sopan, dan santun kepada siapapun terlebih kepada orang yang lebih tua.


c.    Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat juga memiliki peran penting bagi perkembangan anak didik, karena lingkungan masyarakat dapat memberikan gambaran bagaimana hidup bermasyarakat. Anak didik berinteraksi secara langsung dengan masyarakat, sehingga masyarakat dapat menilai anak tersebut apakah dia terdidik atau tidak terdidik.
Dengan pendidikan, dalam diri anak tertanam pengetahuan yang membuat dia bisa menemukan hal-hal baru yang belum pernah ada sebelumnya sehingga dapat memajukan diri sendiri dan dapat dimanfaatkan dengan bijaksana. Selain itu, pendidikan juga dapat menanamkan hal-hal positif sejak dini terhadap anak didik. Melihat kondisi saat ini, anak didik sebagai generasi muda penerus bangsa diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan agar tidak ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain serta agar tidak mudah diperbudak dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
Akan tetapi, hanya berpendidikan saja tidak cukup untuk membangun sebuah pribadi yang berkualitas. Manusia yang berpendidikan tinggi dengan IQ jenius saja tidak menjamin kemajuan bangsanya jika tidak memiliki karakter yang baik, bahkan mungkin saja malah digunakan untuk menghancurkan bangsanya demi keuntungan pribadi. Tanpa membangun pendidikan karakter, seseorang akan tumbuh menjadi seseorang yang mungkin saja pandai, tetapi miskin spiritual dan emosional. Proses pendidikan tanpa disertai pembangunan karakter, hanya sekedar menjadi sarana pelatihan dan asah otak, sedangkan tingkah laku dan moral terabaikan. Pendidikan pada dasarnya bertujuan membantu manusia menjadi cerdas dan pandai serta menjadi manusia yang baik dan bijak. Untuk menjadikan manusia cerdas dan pintar bukanlah hal yang sulit dilakukan, tetapi untuk menjadikan seseorang agar menjadi orang baik dan bijak itu bukan hal yang mudah dilakukan, bahkan dapat dikatakan sangat sulit.
Kualitas moral generasi muda saat ini boleh dikatakan menurun, oleh karena itulah perlu diselenggarakan pendidikan karakter yang meliputi pendidikan moral, pendidikan nilai-nilai kehidupan, religius, dan budi pekerti di setiap institusi pendidikan. Karakter merupakan pola perilaku yang bersifat individual. Menurut Williams & Schnaps (1999), makna dari pendidikan karakter adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh para anggota sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.
Pendidikan karakter yang diberikan kepada siswa sebagai generasi penerus bangsa mengarah kepada rasa hormat, tanggung jawab, jujur, peduli, adil, dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, pendidikan karakter bertujuan membentuk bangsa yang bermoral, berakhlak mulia, berjiwa patriot, tangguh dan kompetitif yang didasarkan oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai etis yang disebut dengan Enam Pilar Pendidikan Karakter, yaitu:
  1. Kepercayaan. Anak didik harus mampu jujur, membangun reputasi yang baik, tidak mencuri, memiliki keberanian untuk melakukan tindakan yang benar, dan patuh.
  2. Respek Mau menghargai orang lain, toleransi terhadap sesama, memiliki sopan santun dimanapun berada.
  3. Tanggung jawab. Anak didik harus berani bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan, berpikir sebelum bertindak tentang konsekuensi atas tindakannya, dan disiplin.
  4. Keadilan. Berani memberikan pembelaan kepada yang benar, berpikiran terbuka dan tidak asal menyalahkan orang lain, bermain sesuai aturan, mau berbagi dan tidak mengambil keuntungan dari orang lain.
  5. Peduli. Membantu orang yang membutuhkan, menunjukkan sikap peduli, memaafkan orang lain.
  6. Kewarganegaraan. Menjadi warga negara yang taat terhadap peraturan dan hukum, melindungi lingkungan hidup, melibatkan diri dalam kegiatan masyarakat serta mau dan mampu bekerjasama.
Pada pilar keenam, disebutkan bahwa kita harus melindungi lingkungan hidup sehingga perlu juga dikenalkan pendidikan lingkungan hidup di kalangan masyarakat karena pelestarian lingkungan adalah tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dasar demi peningkatan kesadaran masyarakat berperan aktif dalam melestarikan lingkungan hidup. Jika sebuah bangsa telah memiliki keenam pilar tersebut, dapat dipercaya, jujur, tidak mencuri, dapat menghargai orang lain, mampu bersikap sopan, mau bertanggung jawab atas tindakannya, tidak sembarangan menyalahkan orang lain, tidak mengambil keuntungan dari orang lain, peduli terhadap sesama, membantu orang yang membutuhkan, menjadi warga negara yang baik, bisa bekerjasama dengan orang lain, menaati aturan dan hukum, maka akan terwujud suatu bangsa yang maju dan berkembang serta aman, tentram, damai sejahtera dan niscaya korupsi dan terorisme dapat diberantas.
3.2 Peranan Pendidikan Berkarakter Untuk Generasi Muda
Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu menjadi bangsa yang berkarakter adalah impian bangsa Indonesia. Meskipun sudah bukan hal yang baru lagi, namun harus diakui bahwa fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai yang popular di negara asing. Di era globalisasi yang tidakmampu menahan derasnya arus informasi dari dunia manapun, membuat generasi muda dengan mudah mengetahui dan menyerap informasi dan budaya dari negara lain, demikian sebaliknya negara manapun dapat dengan mudah mendapatkan segala bentuk informasi dan budaya dari negara kita, disinilah karakter bangsa diperlukan karena apabila karakter bangsa tidak kuat maka globalisasi akan melindas generasi muda kita. Generasi muda diharapkan dapat berperan menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi yang semakin ketat sekarang ini.
Untuk membentengi generasi muda khususnya pelajar agar tidak terlindas oleh arus globalisasi maka diperlukan pembangunan karakter yang kuat. Membangun karakter tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, meskipun tidak mudah tetapi membangun karakter sangat penting, apalagi bagi generasi muda yang merupakan komponen bangsa Indonesia yang paling rentan dalam menghadapi terpaan arus globalisasi. Karena bagaimanapun juga generasi muda kita adalah cerminan karakter bangsa Indonesia. Apabila generasi muda kita tidak menjunjung tinggi nilai dan norma menurut falsafah Pancasila maka dapat dikatakan karakter bangsa kita memudar dan hilang, bila karakter suatu bangsa hilang maka tidak ada lagi nama bangsa Indonesia di peta dunia.
Dewasa ini karakter bangsa kita dipandang sebelah mata oleh negara lain, bahkan banyak orang-orang Indonesia tidak mau mengakui bahwa dirinya berasal dari Indonesia, mereka malu menjadi orang Indonesia. Hal ini mereka akui karena banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia. Mereka takut negara lain memandang mereka berasal dari negara teroris, atau negara para koruptor, negara yang memiliki segalanya tetapi tidak mampu mengolah sumber daya alamnya, negara bodoh, negara penonton, negara majemuk yang masyarakatnya sering ricuh antar etnis, mementingkan diri sendiri dan sukunya tanpa mempedulikan orang lain, kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, atau negara yang tidak memiliki kualitas dalam bidang apapun. Dalam menghadapi era globalisasi, pendidikan sangat diperlukan untuk membangun karakter bangsa. Baik itu dari pendidikan formal, informal maupun non formal. Semua pendidikan intinya adalah membawa perubahan karakter menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut, Karakter bangsa masih dapat diselamatkan dan ditumbuh kembangkan melalui pembelajaran yang kontinyu. Proses pembelajaran membawa siswa kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga memiliki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak siswa. Seiring denga era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia saat ini perlu dibangun kembali .Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau prosessejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Karakter Bangsa (Bagi Generasi muda Karakter dapat diartikan sebagai ciri khas yang dimiliki oleh seseorang, selain itu karakter yang dimiliki oleh seseorang bisa memberikan gambaran kepada kita tentang kepribadian orang tersebut. Demikian pula dengan karakter bangsa, Karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah bangsa.
Nilai-Nilai Karakter Bangsa Indonesia ,Ada tujuh budi utama yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia menurut Ary Ginanjar yaitu jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli yang harus dilandasi dengan empat pilar bangsa yaitu pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. ESQ mencanangkan Indonesia Emas 2020 yaitu bangsa yang bermoral dengan nilai tujuh budi utama dan akan menghasilkan generasi terbaik.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pendidikan merupakan wahana yang tepat untuk menumbuhkembangkan karakter bangsa yang baik. Melalui Pendidikan dapat membangun karakter dan memperbaikai moral generasi muda dalam menghadapi era globalisasi. Karena di dalam pendidikan ada proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan terjaditransformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik.
2. Peran penting dari generasi muda dalam menghadapi berbagai permasalahan di era globalisasi ini adalah sebagai pembangun kembali karakter (character enabler), Pemberdaya karakter (character builders) dan Perekayasa karakter (character enginee).

4.2 Saran
1.    Membangun karakter bangsa dan memperbaiki moral generasi muda melalui pendidikan diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah untuk itu pendidik diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya.
2.    Lingkungan sekolah yang kondusif membantu membangun karakter pelajar. Untuk itu benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif bagi perkembangan karakter pelajar.
.







DAFTAR PUSTAKA
















LAMPIRAN
Pendidikan karakter