cari

Pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur



BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan integensi berjalan sangat cepat yang merupakan landasan perkembangan berikutnya (Soetjiningsih, 2003).Anak merupakan kelompok yang rentan karena dampak negatif dari perubahan sosial, mengingat kemampuannya yang masih terbatas untuk memilih dan menyaring hal-hal yang berkaitan dengan perubahan-perubahan tersebut (Sunarti, 2004).
Pola asuh orang tua yang baik untuk pembentukan kepribadian anak adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga mengawasi dan mengendalikan anak. Dengan pola pengasuhan seperti ini, akan terbentuk karakteristik anak yang dapat mengontrol diri, mandiri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres, dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru. Anggota keluarga merupakan orang yang paling berarti dalam kehidupan anak selama bertahun-tahun pertama hidupnya, saat kepribadian mulai terbentuk. Karena itu pengaruh keluarga, terutama orang tua, sangatlah besar Orang tua harus bisa mengukur kemampuan diri serta perlunya waspada dan hati-hati dalam menentukan pola asuh anak. Pola asuh anak pada akhirnya sangat menentukan pertumbuhan anak, baik menyangkut potensi psikomotorik, sosial, serta afektifnya sesuai dengan perkembangan .
Orang tua dituntut untuk jeli mengamati perkembangan anak dan diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang tepat. Cara pengasuhan yang dipakai orang tua dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan karena dapat memberikan dampak bagi pola pikir dan pandangan orang tua terhadap cara mengasuh dan mendidik anaknya.


1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.     Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur?
2.     Bagaimana pengaruh pola asuh terhadap perkembangan balita di desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur?

1.3     Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah ini tidak melebar dari rumusan dan tujuan penelitian ini maka pembahasan masalah dibatasi menggenai masalah pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Rg 10  OKU Timur.

1.4   Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini untuk :
1.    Menjelaskan pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa  Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur
2.    Menjelaskan pengaruh pola asuh terhadap perkembangan balita di desa Margomulyo Kp  03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur.



1.5  Manfaat penelitian
              Mengetahui seberapa jauh pengaruh pola asuh terhadap perkembangan  balita di desa Margomulyo Kp 03 Rg 10 OKU Timur.

1.6  Perumusan Hipotesa
Ada dan tidaknya pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Rg 10 OKU Timur.



BAB II
LANDASAN TEORI


2.1      Definisi Pendidikan
pendidikan  adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

2.2   Pengertian Orang Tua
Banyak dari kalangan para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian orang tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan “Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27). Mengenai pengertian orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan “Orang tua artinya ayah dan ibu.“ (Poerwadarmita, 1987: 688).
Maksud dari pendapat di atas, yaitu apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan telah bersatu dalam ikatan tali pernikahan yang sah maka mereka harus siap dalam menjalani kehidupan berumah tangga salah satunya adalah dituntut untuk dapat berpikir seta begerak untuk jauh kedepan, karena orang yang berumah tangga akan diberikan amanah yang harus dilaksanakan dengan baik dan benar, amanah tersebut adalah mengurus serta membina anak-anak mereka, baik dari segi jasmani maupun rohani. Karena orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Seorang ahli psikologi Ny. Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari.“ (Gunarsa, 1976 : 27). Dalam hidup berumah tanggga tentunya ada perbedaan antara suami dan istri, perbedaan dari pola pikir, perbedaan dari gaya dan kebiasaan, perbedaan  dari sifat dan tabiat, perbedaan dari tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan lainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi gaya hidup anak-anaknya, sehingga akan memberikan warna  tersendiri dalam keluarga. Perpaduan dari kedua perbedaan yang terdapat pada kedua orang tua ini akan mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut.
Pendapat yang dikemukakan oleh Thamrin Nasution adalah “Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” (Nasution:1986 : 1).
Seorang bapak atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak untuk diurus danan dibina  oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa.
Berdasarkan Pendapat-pendapat para ahli yang telah diurarakan di atas dapat diperoleh pengertian bahwa orang tua orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.

2.3   Pendidikan Orang Tua
              Pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Edwards (2006) menyimpulkan bahwa pendidikan orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam  menjalankan peran pengasuhan antara lain: mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak, menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak dan terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak.

2.4   Definisi Balita
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual. (Mitayani, 2010)
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.Balita adalah istilah  umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. (Sutomo, 2010).

2.5   Definisi Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap (Depdikbud, 1988:54). Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (KBBI, 1988:692).
Menurut Dr. Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Danny, 1991:94).
Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optima.

2.6   Macam – Macam Pola Asuh
Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama lain hampir mempunyai persamaan. Dr.Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam pola, yaitu (Hauck, 1993:47):

1.   Kasar dan tegas 

Orang tua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan mereka membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri dan anak-anak mereka.

2.   Baik hati dan tidak tegas 

Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak-kanakan secara emosional.
3.   Kasar dan tidak tegas 
Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu.

4.   Baik hati dan tegas 

Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini, mereka membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak pernah si anak atau pribadinya.

2.7   Dimensi Pola Asuh
 Ada dua dimensi yang menjadi dasar dari kecenderungan jenis pola asuh orang tua menurut Baumrin (dalam Kail, 2000), yaitu:
a.   Responsifitas
Dimensi ini berkenaan dengan sikap orang tua yang penuh kasih sayang, memahami dan berorientasi pada kebutuhan anak. Sikap hangat yang ditunjukkan orang tua pada anak sangat penting dalam proses sosialisasi antara orang tua dan anak. Sering terjadi diskusi pada keluarga yang memiliki orang tua responsif, selain itu juga sering terjadi proses memberi dan menerima secara verbal diantara kedua belah pihak. 
b.   Tuntutan
Untuk mengarahkan perkembangan sosial anak secara positif, kasih sayang dari orang tua belumlah cukup. Kontrol diri dari orang tua dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar menjadi individu yang kompeten baik secara intelektual maupun sosial. Conger dan Maccoby (dalam Shochib, 1998) dimensi ini berkenaan dengan tingkah laku orang tua yang melibatkan batasan dan pelaksanaan tuntutan yang tegas dan konsisten, menuntut kepatuhan, membuat harapan-harapan yang tinggi untuk anak, membatasi anak untuk melakukan apa yang mereka inginkan.


Metode Penelitian


3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara angket kepada responden yang telah ditentukan secara acak. Metode ini dipakai untuk mendapatkan informasi lebih banyak dari responden
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah:
1.     Metode wawancara adalah merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Esterberg, 2002). Wawancara merupakan alat mengecek ulang atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya dan juga merupakan teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel.Dalam penelitian dikenal teknik wawancara-mendalam .Teknik ini biasanya melekat erat dengan penelitian kualitatif.

2.     Metode angket  adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.

3.2   Prosedur Penelitian
1.  Menyiapkan alat dan bahan wawancara
2.  Mewawancarai responden dengan pertanyaan yang di siapkan
3.  Mencatat hasil wawancara



3.4  Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian
              Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 16 November -28 November 2015. Penelitian akan dilakukan di Desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 OKU Timur, Kecamatan Belitang II, Kabupaten OKU Timur.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil penelitian
Setelah menjalankan prosedur penelitian dan menganalisa setia jawaban dari 10 responden yang terpilih, mengenai tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa margomulyo kampung 03 regu 10 OKU Timur, maka didapat hasil yang tersaji dalam tabel berikut ini :
Tabel hasil penelitian
No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah Jawaban
Total
Jum
%
1.
Berapa umur anda saat ini?
15-17 tahun

-

100%
18-25 tahun

6
60%
26- 35 tahun

1
10%
36-45 tahun

2
20%
46-55 tahun
1
10%
22.
Apa pendidikan terakhir yang anda miliki?
Sekolah Dasar
5
50%
100%
Smp
2
20%
SMA
3
30%
Perguruan tinggi
-
-
33.
Apa pekerjaan anda saat ini?
Petani

7
70%
100%
Pegawai/
Karyawan
-
-
Buruh

-
-
Tidak Sedang Berkerja
3
3%


   4.
Berapa penghasilan anda setiap bulannya dalam rupiah?
-<1 juta
7
70%
100%
1-2 juta
3
30%
2-5 juta
-
-
>=5 juta
-
-
55.
Apa yang anda harapkan saat mengasuh anak tersebut?
Tetap diam bermain

-
-
100%
Dapat bermain bersama

4
4%
Menjawab setiap pertanyaan anak
6
60%
66.


Apa kegiatan yang paling sering anda lakukan bersama anak balita anda?
Bermain

2
20%
100%
Bercerita

1
10%
Bernyanyi
7
70%
77.
Seberapa banyak waktu efektif yang anda miliki untuk bersama balita anda setiap hari?
2-3 jam

-
-
100%
4-6 jam

2
20%
Sepanjang hari
8
80%
88.
Seberapa sering anda mencoba berkomunikasi dengan balita anda?
Sangat sering

8
80%
100%
Sering
-
-
Kadang-kadang
2
20%
99
Bagaimana reaksi anda saat balita anda menangis disaat anda sedang sibuk melakukan sesuatu hal?
Langsung mengendongnya
Mengajaknya
6
60%
100%
berkomumikasi dulu sebelum menolongnya
4
40%
Membiarkannya siapa tahu diam lagi
-
-
Menyuruh kakaknya atau orang lain menolong
-
-



110.
Apa yang anda lakukan, jika balita anda menginginkan sesuatu tetapi itu tidak baik menurut anda?
Tegas melarangnya
3
3%
100%
Melarang dan mengalihkan perhatian anak

3
30%
Memberikan alasan yang cukup dimengerti anak
4
40%

Memberikan asal tidak menangis

-
-

Tabel hasil penelitian

4.2 Pembahasan
Dari keluruhan renponden 60% berusia 18-25 tahun, yang menunjukan bahwa responden adalah ibu cukup umur untuk mendidik anak, tidak responden berusia dibawah usia 18 tahun. Ini adalah sebuah indikasi baik. Dan sisanya adalah 1 respoden berusia 26-35 tahu dan 2 responden yang masuk dalam kelompok usia 36-45 serta seorang respoden berusia 46tahun lebih.
Tetapi sayangnya jika diliha dari segi pendidikan responden masih tergolong rendah. 50% responden berpendidikan sekolah dasar, 20% sekolah menengah pertama dan 30% responden berpendidikan sekolah menengah atas. Tidak ditemukan responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi. Hal ini bisa jadi menjadi hal yang kurang baik, karena bisa saja pengetahuan ibu-ibu ini dalam mendidik anak  kurang mampu mengakomodasi anak. Tetapi pengetahuan bisa saja didapat melalui kegiatan social dalam masyarakat.
70% Responden  membantu suaminya bekerja sebagai petani. Dan sisanya tidak bekerja. Dengan membantu suaminya responden harus pintar mengatur waktu bekerja dan mengasuh anak, jika saja responden lebih mengutamakan bekerja maka bisa jadi anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Pada responden yang tidak sedang bekerja tentu memiliki banyak waktu untuk memperhatikan anak. Tetapi bisa saja tidak melakukan pekerjaan lain selain mengasuh dapat menimbulkan efek kejenuhan dan stress pada responden ini.
Mayoritas penghasilan responden adalah dibawah satu juta dan hanya ditemukan 3 orang yang masih memiliki penghasilan diatas satu juta namun tidak ditemukan responden yang berpenghasilan diatas 2 juta. Hal ini bisa saja berpengaruh pada pemenuhan gizi anak dan pemenuhan kebutuhan lain seperti mainan dan hal-hal lain yang diperlukan anak. Tetapi kecerdasan seorang ibu dalam mendidik akan mampu mengatasi hal tersebut.
Ketika disinggung soal apa yang mereka harapkan saat mengasuh anak, responden tergolong memiliki prilaku yang baik karena tidak mengutamakan anak yang selalu diam tetapi lebih mengutamakan kebersamaan dengan anak melalui Tanya jawab dan permainan. Dalam permainan bisa saja anak diajak untuk bernyanyi dan bercerita.
Waktu efektif dengan anak adalah yang terpenting dalam mengasuh balita. Semakin anak sering mendapat perhatian maka anak akan dapat dengan mudah diajak untuk berkomunikasi. Dalam hal ini responden cukup baik karena memiliki waktu efektif untuk bersama anak setidaknya 4-6 jam. Bahkan responden yang tidak bekerja dapat memberikan  waktunya sepanjang hari kepada anak.
Kesadaran dalam berkomunikasi dengan anak ternyata sudah dipahami oleh para responden, hal ini ditunjukan dengan tindakan berbagai komunikasi dengan anak yang frekuensinya cukup sering, setidaknya demikian jawaban dari 80% responden, meski demikian 20% responden secara jujur mengaku masih belum dapat berkomunikasi dengan balitanya.tetapi ini adalah hasil yang baik dimana responden tetap jujur dan menyadari keadan ini sehingga mungkin untuk memperbaiki keadaan ini.
Saat merespon balita menangis responden lebih cenderung tidak mau ambil resiko, 60% langsung menolong balita dengan menggendongnya, 40% mencoba berkomunikasi sambil menolongnya ini tentu adalah sebuah perilaku yang baik, tetapi menolong serta mengajak berkomunikasi akan mengajari anak untuk mengemukakan sebuah alasan.
Memberi sesuatu kepada anak adalahadalah hal yang baik, tetapi terkadang anak meminta hal yang sebenarnya tidak baik untuknya. Menyikapi hal ini para responden memiliki pendapatnya masing-masing. 30% responden jelas tegas melarang hal itu, hal ini bisa saja memberi latihan disiplin yang baik. 30% yang lain mencoba mengalihkan perhatian anak supaya tidak mengingat hal itu lagi. Dan 40% memberikan alasan yang cukup dimengerti anak, untuk tidak meminta hal tersebut. Ini adalah sebuah yang sangat demokratis, tetapi berhadapan dengan anak hal ini bisa saja gagal, tetapi juga sangat baik untuk mengajari anak memahami keadaan orangtuanya. Jika hal ini berhasil ada kemungkinan anak bisa tumbuh lebih komunikatif ketika tumbuh dewasa nantinya.
Kebayakan responden akan memberi teguran kepada anak ketika melakukan tidakan yang salah, terlebih ketika dihadpana orang banyak. Tetapi ketika anak meraih sebuah prestasi dalam melakukan hal baik orangtua cenderung hanya senang dan mengganggap itu sebagai hal yang normal. Padahal jika saja orang tua mau member apresiasi kepada anak dalam bentuk yang kongkret anak akan tumbuh percaya diri untuk melakukan hal baik selanjutnya.
Kebanyakan dari kita mungkin kecewa ketika anak-anak tumbuh menjadi besar dan memiliki cita-cita yang mungkin berbeda dengan harapan kita sebagai orangtua. Tetapi sebagian yang lain tetap mendukung karena cita-cita anak akan memotivasi anak untuk lebih bertanggung jawab dalam hidupnya.
  Terkadang anak selalu berusaha menyampaikan segala pengalaman yang didapat dalam keseharianya lalu bagaimana sikap para respoden mengenai hal ini, ternyata responden sepakat untuk mendengarkan anak serta menanggapi dan memberi koreksi terhadap hal-hal yang kurang berkenan. tidak setiap respoden memiliki waktu yang sama untuk bisa bersama anak, tetapi seluruh responden sepakat untuk selalu menyediakan waktu khusus dalam berkomunikasi secara efektif dengan anak.
Dalam mengatasi kenakalan anakpun responden sepakat untuk menggunakan cara yang halus dan komunikatif. Tentu ini adalah yang baik karena dengan metode ini anak akan mengajarkan anak untuk  lebih mengerti orang tua.
Berusaha memberikan yang terbaik kepada anak adalah keinginan orangtua, oleh karena itu membimbing dan melatih anak mulai dari belajar berjalan, berbicara, makan dan bersosialisasi dilakukan oang tua agar tumbuh kembang dapat berjalan dengan baik.
Jika diperhatikan sekilas jawaban responden hapir serempak, tetapi dari hasil observasi penulis didapai bahwa jawaban responden hanya mewakili pandangan umum  masyarakat dalam mendidik balita, secara spesifik rata-rata responden dengan pendidikan sekolah menengah keatas lebih longgar dalam meberi aturan kepada anak. Begitu juga dalam pemenuhan keperluan anak para responden dengan pendidikan sekolah menengah atas cenderung mudah dalam memberikannnya, berbeda dengan responden yang berpendidikan sekolah dasar dan menengah pertama yang lebih selektif dalam hal ini. Dalam hal perhatian kepada anak yang besifat kotinuintas justru lebih ditunjukan oleh responden dengan pendidikan sekolah dasar dan menengah pertama, karena para responden yang berpendidikan SMA lebih sering sibuk dengan aktifitas lain.
Dalam beberapa hal pendidikan mampu memberi banyak pengetahuan, tetapi pengetahuan juga bisa saja didapat dari kegiatan sosial dalam masyarakat. Sehingga dari penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh pendidikan terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo kampung 03 regu 10 OKU Timur, didapati bahwa tingkat pendidikan tidak secara signifikan mempengaruhi pola asuh balita.


BAB V
Penutup


5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Pola asuh  pada masyarakat desa Margomulyo kampung 03 regu 10 OKU Timur sudah pada taraf yang cukup baik. 
2.    Pengaruh pendidikan terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo kampung 03 regu 10 OKU Timur, didapati bahwa tingkat pendidikan tidak secara signifikan mempengaruhi pola asuh balita. Ini ditunjukan bahwa ibu yang berpendidikan rendahpun mampu memberikan hal terbaik pada anak balitannya

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil maka penulis menyarankan agar:
1.    Wawasan mengenai pola asuh terhadap balita harus terus disampakan melalui penyuluhan pada kegiatan posyandu atau kegiatan lainnya.
2.    Diadakan penelitian yang lebih lanjut dan mendalam, karena penelitian ini masih bersifat rintisan.