BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan
lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar menyatakan diri sebagai
makhluk sosial. Dalam keluarga mumnya anak ada hubungan interaksi yang intim
dengan orang tuanya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak,
moral dan pendidikan anakOrang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak-anak mereka, karena merekalah anak pertama kali mendapatkan pendidikan.
Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua
dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan
untuk pertama kalinya. Dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari
orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari. Oleh
karena itu di butuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang
optimal.
Sikap orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anak. Metode disiplin itu meliputi dua konsep yaitu konsep positif dan konsep negatif. Dari Konsep positif dijelaskan bahwa disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin diri dan pengendalian diri. Sedangkan konsep negatif dijelaskan bahwa disiplin dalam diri berarti pengendalian dengan kekuatan dari luar diri, hal ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan menyakitkan bagi anak. Ada tiga bentuk pola asuh dalam mendidik anak yaitu, pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Masih banyak orang tua yang salah dalam mengasuh anaknya, mereka lebih cenderung otoriter terhadap anaknya tanpa memberi kehangatan. Orang tua menggunakan kontrol, kekuasaan dan peraturan-peraturan yang di buat serta memaksa anaknya untuk menuruti semua yang di katakan. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan di besarkan dalam keluarga. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlak. Akan tetapi jika anak diperlakukan secara otoriter anak tersebut akan cenderung merasa terkekang, merasa dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak di sayangi orang tuanya. Sikap orang tua yang otoriter seperti ini yang dapat mempengaruhi sikap, cara berpikir bahkan kecerdasan mereka. Banyak orangtua yang masih menganut sistem asuh anak dengan cara orangtua mereka sebelumnya. Masih banyak orangtua yang membentuk anaknya sesuai dengan kemauan dirinya, tanpa melihat potensi dan minat anaknya. Sehingga dapat menyia-nyiakan kemampuan anak tersebut.
Sikap orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anak. Metode disiplin itu meliputi dua konsep yaitu konsep positif dan konsep negatif. Dari Konsep positif dijelaskan bahwa disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin diri dan pengendalian diri. Sedangkan konsep negatif dijelaskan bahwa disiplin dalam diri berarti pengendalian dengan kekuatan dari luar diri, hal ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan menyakitkan bagi anak. Ada tiga bentuk pola asuh dalam mendidik anak yaitu, pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Masih banyak orang tua yang salah dalam mengasuh anaknya, mereka lebih cenderung otoriter terhadap anaknya tanpa memberi kehangatan. Orang tua menggunakan kontrol, kekuasaan dan peraturan-peraturan yang di buat serta memaksa anaknya untuk menuruti semua yang di katakan. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan di besarkan dalam keluarga. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlak. Akan tetapi jika anak diperlakukan secara otoriter anak tersebut akan cenderung merasa terkekang, merasa dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak di sayangi orang tuanya. Sikap orang tua yang otoriter seperti ini yang dapat mempengaruhi sikap, cara berpikir bahkan kecerdasan mereka. Banyak orangtua yang masih menganut sistem asuh anak dengan cara orangtua mereka sebelumnya. Masih banyak orangtua yang membentuk anaknya sesuai dengan kemauan dirinya, tanpa melihat potensi dan minat anaknya. Sehingga dapat menyia-nyiakan kemampuan anak tersebut.
Setiap orangtua pasti
menginginkan anaknya untuk sukses. Terdapat banyak cara untuk mencapai
tujuannya tersebut. Namun, ada cara-cara yang tidak baik sehingga terdapat
akibat buruk dari cara tersebut (Gunarsa & Gunarsa, 1995).
Ambron (dikutip dalam
Yusuf, 2000, h. 23) mengatakan “sosialisasi itu sebagai proses belajar yang
membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif”. Jadi sosialisasi itu
adalah proses pembelajaran kepribadian sosial sehingga dapat diterima di
masyarakat. Sebab, setiap individu membutuhkan sesama untuk kelangsungan
hidupnya.
Menurut Loree sosialisasi
merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya
terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan
kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti
orang lain di dalam lingkungan sosialnya”.
Menurut Baraja (2005,
h. 203) “Titik pusat perkembangan sosial pada individu karena adanya hubungan
dan interaksi yang terjadi antara dirinya (anak) dengan orang lain”. Jadi,
setiap orang membutuhkan hubungan dan interaksi agar seorang individu (anak)
dapat berkembang. Tentunya, setiap anak diharapkan berkembang menjadi individu
yang baik.
Namun berkembangnya
suatu individu sangat dipengaruhi oleh peran dari keluarga yaitu orangtua. Bagi
orangtua yang menganut sistem asuh otoriter. Setiap anaknya akan di bentuk
sesuai dengan apa yang ia inginkan, bukan berdasarkan apa yang anak inginkan
dan anak mampu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka rumusan masalah ini`adalah:
a. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya sikap otoriter terhadap anak?
a. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya sikap otoriter terhadap anak?
b. Apa
saja dampak otoriter orang tua terhadap perkembangan psikologi anak?
1.3 Tujuan
a. Untuk
menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya sikap otoriter terhadap anak.
b. Untuk
menjelaskan dampak otoriter orang tua
terhadap perkembangan psikososial anak.
1.4
Manfaat
a. Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya sikap otoriter terhadap anak.
b. Untuk mengetahui dampak otoriter orang tua terhadap
perkembangan psikologi anak.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Sikap Otoriter Orang Tua
Sikap orang tua otoriter adalah seberapa banyak kita
mengekang anak dan tidak membiarkan mereka memiliki ruang geraknya sendiri.
Orang tua yang otoriter tidak mengijinkan anak mempunyai pendapat sendiri,
memiliki minat yang berbeda, atau melakukan sesuatu yang berbeda. Saya setuju
dengan pendapat bahwa orang tua harus menjadi pemimpin anak-anaknya. Namun ini
tidak berarti orang tua dapat memaksakan seluruh kehendaknya. Anak memerlukan
ruang untuk bergerak, agar ia terlatih untuk mengambil keputusan bagi dirinya
sendiri.
Masalahnya sekarang, kapankah kita tahu bahwa kita telah
memaksakan seluruh kehendak kita, padahal yang kita maksud adalah mendidik anak
agar mereka mempunyai hidup yang baik kelak? Untuk membedakan mana yang
otoriter dan mana yang tidak memang dibutuhkan kepekaan ekstra dari orang tua
atas dirinya sendiri. Kalau kita dapat memikirkan apa yang dipikirkan anak dan
merasakan apa yang mereka rasakan setiap kali kita berkomunikasi dengan mereka,
kita akan memiliki kepekaan itu. Jadi, kalau misalnya anak selalu salah, apapun
yang mereka lakukan, dan hal ini membuat mereka apatis, atau sebaliknya
memberontak habis-habisan, ada kemungkinan kita telah bertindak otoriter. Anak
akan bertumbuh menjadi orang yang bergantung pada orang lain. Anak menjadi keras
kepala dan sulit diatur. Ini akan terjadi pada anak yang lebih berani.
Dalam keadaan tertentu, kita memang tidak akan sempat
lagi berdebat dengan anak karena mendesaknya waktu. Dalam keadaan demikian,
kita perlu mengambil tindakan yang bersifat otoriter. Saya kira pemimpin
manapun tentunya pernah melakukan tindakan dan keputusan sepihak tanpa
persetujuan bawahannya, yaitu terutama dalam situasi darurat. Tetapi sedapat
mungkin dalam kebanyakan keadaan, berikan pilihan-pilihan kepada mereka,
sehingga anak relatif mempunyai kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri
bersama dengan konsekuensinya.
Dapat dikatakan bahwa gaya mendidik yang otoriter kita
perlukan lebih banyak pada usia-usia dini anak, dan hendaknya semakin
demokratis ketika anak semakin dewasa. Seharusnya pada saat remaja, anak
semakin memperoleh kebebasannya. Untuk itu, kita perlu menyelesaikan penanaman
dasar moral dan kebiasaan yang baik sesaat sebelum anak memasuki usia remaja.
Sehingga ketika anak remaja diberi kebebasan menentukan dirinya lebih banyak,
mereka tidak mengambil tindakan yang kurang bertanggung-jawab.
Otoriter itu didominasi oleh pemaksaan-pemaksaan orang
tua kepada anak, jadi lebih banyak bertujuan memuaskan keinginan, target,
ambisi, bahkan hawa nafsu orangtua sendiri. Sebaiknya orang tua dalam melakukan
tindakan mendisiplin ataupun berelasi dengan anak dengan dilandaskan kasih
sayang, jadi lebih banyak memikirkan kebutuhan dan kemampuan anak. Dalam hal
ini orang tua lebih baik bersikap demokratis dan memberi ruang kepada perbedaan
anak dengan orang tua, dan memberi ruang juga bagi anak untuk bertanya dan
mencari alasan mengapa suatu hal diijinkan dan hal lain tidak diijinkan.
2.2 Pengertian Perkembangan
Anak Usia Dini
Pengertian anak usia dini sebagai bagian dari
keseluruhan perkembangan anak dapat dirumuskan sebagai suatu proses perubahan
yang berkesinambungan secara progresif dari masa kelahiran sampai usia 8 tahun.
Dalam masa usia dini, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
cepat dari segi fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan aspek-aspek
kepribadian lainnya. Perkembangan pada setiap bidang tersebut saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Meskipun perkembangan setiap bidang dibahas
secara terpisah namun harus dipahami bahwa setiap bidang perkembangan merupakan
bagian dari keseluruhan perkembangan dan suatu unit kesatuan yang terdiri atas
banyak aspek perkembangan (Hendrick, 1990).
Pada masa tersebut, anak berkembang kearah kemandirian,
dari koordinasi yang kaku ke arah keterampilan luwes, dari bahasa tubuh ke arah
komuniaksi verbal, dari kesadaran kepada diri-sendiri berkembangan ke arah
perhatian kepada orang lain, dari kesadaran saat ini dan di sini ke arah
kesadaran dan keingintahuan intelektual yang lebih luas, dari pemerolehan fakta
terpisah ke arah konseptualisasi dan perkembangan minat yang mendalam pada
simbol (Caplan & Caplan, 1984).
2.3 Karakteristik
Perkembangan Anak Usia Dini
Berbagai karakteristik perkembangan anak usia dini perlu
dipahami oleh pendidik untuk memudahkan dalam pendampingan perkembangan anak
usia dini sebagai anak didik.Karakteristik tersebut menurut Bredekamp &
Copple (eds.), 1997.
a. Ranah
perkembangan anak-fisik, sosial, emosional, bahasa dan kognitif-saling berkaitan.
b. Perkembangan
terjadi berdasarkan urutan yang relatif teratur dengan kemampuan, keterampilan.
c. Perkembangan
berlangsung dengan kecepatan yang berbeda dari satu anak kepada anak yang lain.
d. Pengalaman
awal memiliki pengaruh kumulatif dan pengaruh perkembangan anak secara
individual.
e. Perkembangan
berlangsung berdasarkan arah yang dapat diprediksi ke arah kompleksitas
f. Perkembangan
dan belajar terjadi di dalam dan dipengaruhi oleh berbagai konteks sosial dan
budaya
g. Anak-anak
adalah pebelajar yang aktif, mereka mengambilpengalaman fisik dan sosial
melalui budaya di sekitar mereka.
h. Perkembangan
dan belajar berasal dari interaksi kematangan biologis dan lingkungan.
i. Bermain
merupakan suatu alat yang penting bagi perkembangan sosial, emosi, kognitif
j. Perkembangan
maju saat anak memiliki kesempatan keterampilan yang baru diperoleh
Malas Copy Paste Download Disini
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Timbulnya Pola Asuh Otoriter Terhadap Anak
a. Menurut Muhli, (2012) beberapa faktor penyebab
timbulnya pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan
dalam Menerapkan Harapan Jika orang tua mendidik anak itu dengan tujuan agar di
masa yang akan datang, selain anak mampu memilih dan memilah hal-hal yang baik
dan hal-hal yang buruk, yang wajib dan yang tidak wajib, yang boleh dan tidak
boleh, maka menjadi tujuan dari orang tua jika anak pada akhirnya nanti bisa
hidup berbahagia. Makna kebahagian bagi orang tua kebanyakan adalah bagaimana
anaknya bisa hidup sukses, kerja mapan, gaji tinggi, dan seterusnya. Dengan tujuan
yang seperti itu, maka terkadang orang tua sampai memaksakan diri agar anaknya
bisa mencapai harapan seperti apa yang diinginkan oleh orang tua tersebut. Sang
anak disuruh melakukan ini dan itu tanpa kemudian melihat terhadap
kondisi-kondisi yang terjadi pada diri anak.
2. Kesalahan
dalam Interaksi Simbolis Kesalahan dalam interaksi simbolis juga sering
dilakukan oleh para orang tua seperti orang tua yang suka main tunjuk,
menunjukkan muka musam, murung, gelisah, dan marah-marah dihadapan anaknya.
Dengan demikian, maka orang tua telah menunjukkkan suatu kesalahan dihadapan
anak-anaknya. Seharusnya orang tua bisa memanage perasannya sendiri agar tidak
nampak atau terlihat oleh anak-anaknya.
3. Kesalahan
dalam Interaksi Psikis Salah satu kesalahan yang dapat dilihat di sini adalah
orang tua yang suka membentak anaknya, atau seorang ayah yang membentak
istrinya dihadapan anaknya. Termasuk dalam hal ini adalah orang tua yang sering
berbicara lantang atau nyaring (keras) dan kasar dihadapan anaknya.
4. Kesalahan
dalam Interaksi Fisik Para ahli telah menunjukkan bahwa pemukulan terhadap anak
bukanlah cara yang efektif dalam mendidik anaknya, betapapun pemukulan ini
diperbolehkan oleh agama.
5. Kesalahan
dalam Intelektual-Ideologis Orang tua yang salah secara intelektual dan
ideologis adalah orang tua yang “tidak berintelektual dan berideologis”. Para
orang tua yang mengekang perkembangan intelektual dan ideologi anak seperti
orang tua yang tidak memperbolehkan anak untuk ikut aktif dalam organisasi
dimana organisasi tersebut berseberangan dari organisasi yang digeluti oleh
orang tuanya.
6. Kesalahan
dalam Interaksi Moral-Etis Orang tua yang suka berbohong, berdusta, menipu, dan
lain sebagainya adalah orang tua yang mengalami kesalahan secara moral-etis.
b.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu:
1. Sosial
ekonomi Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan
yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak
yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama
sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
2. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja
terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar belakang
pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun
non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua
kepada anaknya.
3. Nilai-nilai
agama yang dianut orang tua Nilai-nilai agama juga menjadi salah satu hal yang
penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka
lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.
4. Kepribadian
Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta,
gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian
anak.
5. Jumlah
anak Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang
diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada
kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara
maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu
dengan anak yang lainnya.
6. Kepribadian
orang tua Setiap orang berbeda dalam tingkat energi, kesabaran, intelegensi,
sikap dan kematangannya. Karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan
orang tua untuk memenuhi tuntutan peran sebagai orang tua dan bagaimana tingkat
sensifitas orang tua terhadap kebutuhan anak-anaknya.
7. Situasi
anak Anak yang mengalami rasa takut dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman
oleh orang tua. Tetapi sebaliknya, jika anak menentang dan berperilaku agresif
kemungkinan orang tua akan mengasuh dengan pola asuh otoriter.
8. Konsep
mengenai peran orang tua dewasa Orang tua yang mempertahankan konsep tradisional
cenderung lebih otoriter dibanding orang tua yang menganut konsep modern.
3.2 Dampak
Pola Asuh Otoriter terhadap Perkembangan Psikososial Anak
Dampak dari pola asuh otoriter adalah anak menjadi susah
bergaul dengan anak lain akibat terlalu banyaknya perintah atau tuntutan dari
orang tua mereka. Anak-anak dalam usia 6-12 tahun masih senang dengan bermain
serta menemukan hal-hal baru. Mereka akan mencoba melakukan pekerjaan rumah
tangga, bermain setiap olahraga yang, membaca-baca buku, dan mencari tahu
tentang apapun yang mereka temukan (“Memahami perkembangan psikososial anak”,
2014). Namun, hal tersebut banyak yang tidak bisa dirasakan oleh anak-anaknya
karena orangtua yang banyak memaksa anaknya untuk melakukan setiap perintah
yang ia katakana. Mereka tidak segan-segan untuk mehukum anaknya jika tidak
menjalani setiap perintahnya.
Orangtua banyak memaksa anaknya untuk mencapai apa yang
ia inginkan tanpa memikirkan bagaimana caranya. Sehingga anak-anak menggunakan
cara-cara yang tidak baik untuk mencapainya. Padahal, keberhasilan dicapai
dengan kerja keras dan terdapat tahapan serta prosesnya (Susana et al., 2006,
h. 71).
Dampak positif. Dampak positive dari pengasuhan
otoriter yaitu anak menjadi seorang yang patuh. Seorang anak akan mendengarkan
setiap perintah yang diberikan oleh orangtuanya (Muljono, 2014). Bagi seorang
anak yang sudah biasa diperintah, maka ia akan mudah untuk mengikuti setiap
aturan dan perintah yang diberikan oleh orang lain.
Dampak negatif. Dampak negatif dari pola asuh
otoriter, yaitu
1. tidak
mempunyai kekuatan untuk mengatakan tidak,
2. takut
salah,
3. tidak
mempunyai kekuatan untuk memilih,
4. tidak
bisa mengambil keputusan sendiri,
5. takut
berbicara/mengungkapkan pendapat (Muljono, 2014). Setiap
anak yang yang sudah terbiasa diperintah tanpa bisa memilih jalannya sendiri
akan menjadi seorang yang tidak bisa menentukan tujuan hidupnya sendiri.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seperti yang dibahas dalam pembahasan di atas. Dapat
dilihat bahwa dampak negatif dari pengasuhan dengan sistem otoriter lebih
banyak dari pada hal positifnya. Banyak dampak negatif yang dapat diberikan
oleh pengasuhan dengan tipe otoriter.Hal-hal tersebut tentu mengganggu
perkembangan psikososial anak usia 6-12 tahun. Anak-anak menjadi susah untuk
bersosialisasi dengan orang lain karena banyaknya paksaan atau tekanan yang
diberikan oleh orangtuanya. Akibatnya, anak menjadi susah untuk berkembang
dengan baik dan membuatnya susah untuk berbicara dengan orang lain. Sikap otoriter akan menghasilkan karakteristik anak
yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka
melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
4.2 Saran
Sebaiknya, orangtua memberikan keleluasaan bagi anaknya
untuk memilih apa yang ia inginkan. Fungsi orangtua sebagai pengawas dan
pembimbing untuk anak itu menentukan pilihannya. Agar setiap anak dapat meraih
cita-citanya dan menggunakan setiap aspek kemampuannya dengan maksimal. Orang
tua mempunyai kewajiban untuk mendidik, mengasuh dan merawat anak dengan baik.
Oleh karena itu orang tua juga harus banyak belajar tentang cara mengasuh anak
agar anak memiliki kepribadian yang baik. Terkadang sebagai orang tua banyak
menuntut kepada anak untuk melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan kemampuan
anak bahkan dibumbui dengan ancaman apabila anak tidak mau melakukan sesuai
kemauan orang tua.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2011. Memahami Pola Asuh Otoriter.
(Online) memahami pola-asuh-otoriter/,
Artikel_10503078.pdf,
Hasan, Maimunah. 2012. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : DIVA Press
Baraja,
A (2005). Psikologi perkembangan: Tahapan-tahapan &
aspek-apeknya.Jakarta: Studia Press.
Chaderinsaputra.
2012. Makalah Pola Asuh. (Online)
(http://chaderinsaputra.wordpress.com/2012/06/05/makalah-pola-asuh/, diakses 22
maret 2012)
Dewintahani.
2010. Pola Asuh. (Online) (http://dewintahani.blogspot.com/2010/03/pola-asuh.html,
Gunarsa,
S. D., & Gunarsa, Y. S. (1995). Psikologi praktis: Anak, remaja dan
keluarga.Jakarta: Gunung Mulia.
King,
L. A. (2014). The science of psychology: An appreciative view (3th
ed.). New York, NY: McGraw Hill.
Santoso,
M. V., Anjani, N. D., Fadila, B. R., Faizah, Roosyida, dan Tiananda, M. (2014).
Perkembangan sosial dan emosi anak usia 7-11 tahun (psikologi perkembangan).
Susana,
T., Arini, T. A., Wanei, G. K., Adiyanti, Gamayanti, I. L., Hidajat, L. L.,
Widyastuti, V. (2006). Konsep diri positif, menentukan prestasi
anak. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar