cari

Peranan guru untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas bagi para peserta didik




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kebiasaan berlalu lintas semakin hari semakin memprihatinkan. Tingkat kesadaran para pengguna jalan raya terhadap pentingnya keselamatan sangat minim khususnya dikalangan para remaja, ini terlihat dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar dialami anak sekolah/remaja. Remaja sekarang ini sebagian besar belum mengerti etika berlalu lintas, tentang berkendara di jalan raya yang mampu mendukung keselamatan dan kenyamanan berkendara di jalan raya. Para pelajar atau remaja lebih suka mengendarai dengan kecepatan tinggi dan mengendarainya secara ugal–ugalan. Perilaku inilah yang menyebabkan banyaknya kecelakaan lalu lintas.
Pengemudi remaja terkenal dengan perilaku mengemudinya yang tidak aman dan tidak tertib. Seperti mengemudi lebih dari dua orang tanpa menggunakan helm pengaman, kecepatan yang tidak terkontrol, mengemudi tanpa surat izin yang mendukung, mengemudi dengan jarak yang terlalu dekat dengan kendaraan lain, menggunakan knalpot racing dan menerobos lampu merah, tidak menyalakan lampu isyarat belok kanan atau kiri saat belok ke kanan atau ke kiri, lupa mematikan lampu isyarat setelah belok yang membuat orang jadi salah menduga akan belok sehingga bisa terjadi tabrakan. Selain itu ada juga yang tidak menyalakan lampu ketika malam hari, ini sangat membahayakan sekali. Karena pengendara lain tidak akan tahu kalau di depannya ada motor yang sedang melaju sehingga bisa terjadi tabrakan. Hal–hal semacam itu sangat merugikan pengendara lain. Justru para anak mudalah atau remaja yang terkesan tidak mengetahui aturan dan etika lalu lintas. Para anak muda sering juga  melakukan zig–zag berkendara di jalan raya yang membuat pengendara lain jadi ketakutan.
Salah satu penyebab anak remaja tidak taat akan peraturan lalu lintas karena kurangnya perhatian dari keluarga (orang tua) maupun guru. Sebagai tenaga pengajar guru tidak hanya berpatokan atau bertujuan untuk menyelesaikan pengajaran kurikulum melaikan juga harus mampu memberikan pendidikan karakter terhadap siswa, karena dengan adanya pendidikan karakter terhadap siswa maka dapat dipastikan bahwa perkembangan kepribadian siswa akan baik dan mereka memilki ketahanan mental. penulis mencoba untuk menyusun karya tulis yang berjudul PERANAN  GURU  UNTUK  MENINGKATKAN  KESADARAN PESERTA DIDIK DALAM KESELAMATAN BERLALU LINTAS

1.2  Rumusan Masalah
 Berdasarkan Latar belakang yang  di uraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Apa saja faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kedisiplinan berlalu lintas?
b.      Bagaimanakah sikap remaja terhadap tata tertib lalu litas?
c.       Bagaimanakah peranan guru untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas bagi para peserta didik?
d.      Apa saja pelanggaran yang terjadi dalam lalu lintas?



1.3  Tujuan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka yang menjadi tujuan pembuatan karya ilmiah ini adalah :
a.       Untuk memahami arti penting disiplin dalam berkendara.
b.      Untuk mengetahui upaya apa yang harus dilakukan pengemudi motor dalam mewujudkan  disiplin berkendara.
c.       Untuk mengetahui peran guru dalam menjaga keselamatan berlalulintas bagi peserta didik
d.       Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran dalam lalu lintas

1.4  Manfaat Penulisan
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah informasi atau pengetahuan yang lebih bagi guru, dan peserta didik, khususnya dalam mewujudkan disiplin berkendara.

 Selain itu, karya ilmiah ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para penegak hukum  guna menigkatkan upaya penegakan hukum dan pengkajian hukum khususnya dalam mewujudkan masyarakat (peserta didik)  yang patuh dalam disiplin berkendara.






BAB  II
LANDASAN TEORI


2.1 Defenisi Disiplin Dalam Berlalu Lintas
Disiplin secara terminologi menurut Purwodarminto (1983, h. 254) adalah merupakan latihan ketaatan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu menaati tata tertib. Pengemudi dikatakan disiplin  dalam berlalu lintas jika ia mematuhi peraturan tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan pada saat berlalu-lintas di jalan. Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan, dikembangkan, didorong dan diterapkan dalam semua aspek dengan menerapkan sanksi, ganjaran dan hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dibuatnya. Pada usia remaja, ketaatan pada peraturan lalu lintas diharapkan timbul dari diri remaja sendiri. Remaja diharapkan menyadari mengapa harus menaati peraturan lalu lintas. Masa remaja dianggap paling rawan dan paling susah dikontrol dibandingkan dengan fase-fase perkembangan lainnya. Ausubel (dalam Monks dkk , 1989, h. 253) menggolongkan remaja dalam status interim, yaitu suatu masa perkembangan yang berada diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Gangguan pada masa remaja umumnya muncul dalam bentuk kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat terlarang, perkelahian, pelanggaran, tawuran dan adanya pertentangan antara remaja dengan pihak lain (Jersild, 1978, h. 3-20) Penelitian Fatnanta (dalam Wismantono, 1994, h.6) menunjukkan bahwa pelanggaran peraturan lalu lintas pada umumnya adalah remaja dan biasanya berupa pelanggaran tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, tidak menggunakan helm pengaman, tidak membawa SIM atau STNK, menyerobot lampu merah, kelengkapan kendaraan kurang dan kebut-kebutan di jalan raya. Pelanggaran kelengkapan surat-surat kendaraan paling banyak dilakukan pelajar dibawah umur 15 tahun, kebanyakan dari mereka belum mempunyai SIM (Suara Merdeka, edisi April, 2000).

2.2 Kegiatan Perencanaan Lalu Lintas
            Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan. Maksud inventarisasi antara lain untuk mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan persimpangan. Maksud tingkat pelayanan dalam ketentuan ini adalah merupakan kemampuan ruas jalan dan persimpangan untuk menampung lalu lintas dengan tetap memperhatikan faktor kecepatan dan keselamatan. penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan. Dalam menentukan tingkat pelayanan yang diinginkan dilakukan antara lain dengan memperhatikan: rencana umum jaringan transportasi jalan,peranan, kapasitas, dan karakteristik jalan, kelas jalan, karakteristik lalu lintas, aspek lingkungan, aspek sosial dan ekonomi. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas, penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya. Maksud rencana dan program perwujudan dalam ketentuan ini antara lain meliputi: penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan, usulan aturan-aturan lalu lintas yang akan ditetapkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan, usulan pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan rambu rambu lalu lintas marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali dan pengaman pemakai jalan, usulan kegiatan atau tindakan baik untuk keperluan penyusunan usulan maupun penyuluhan kepada masyarakat.

2.3   Kegiatan Pengaturan Lalu Lintas
Kegiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu. termasuk dalam pengertian penetapan kebijaksanaan lalu lintas dalam ketentuan ini antara lain penataan sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum dan/atau minimum, larangan penggunaan jalan, larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan.



















BAB   III
PEMBAHASAN

3.1   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Berlalu Lintas

Kedisiplinan dalam berlalu lintas tentu terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor internal dan juga faktor eksternal. Berbagai faktor eksternal tersebut adalah sosial budaya, sosial ekonomi, serta peran guru yang dapat membimbing karakter para peserta didik, sedangkan faktor internalnya melliputi sikap individu, kesadaran individu serta kemampuan individu. Individu yang memiliki kesadaran yang tinggi akan selalu berorientasi pada keselamatan diri di jalan. ( Prijodarminto, 1994, h.2 ) Dari berbagai faktor tersebut faktor motivasi keselamatan diri merupakan hal yang penting dan menarik untuk diuraikan lebih dalam. Orang seringkali mengemukakan bahwa setiap tingkah laku manusia mempunyai motivasi penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu  dengan didasari oleh suatu kebutuhan. Motivasi merupakan unsur psikologis untuk mendorong seseorang melakukan tindakan tertentu. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Gunarsa, 1989, h. 115). Chaplin(1997, h.442) mendefinisikan motif keselamatan adalah kecenderungan mencari jaminan, keamanan dan perlindungan. Berkaitan dengan keselamatan diri para pengendara motor yang mempunyai suatu kebutuhan yang diarahkan kepada keselamatan diri pada saat mengendarai motor.
Namun pada kenyataannya motivasi keselamatan diri pada pengendara motor tidak selalu diimbangi dengan kedisiplinan mematuhi peraturan dan rambu lalu-lintas. Banyak pengendara motor masih ugal-ugalan, mengendara melebihi kecepatan dan beranggapan yang penting selamat tanpa mengindahkan peraturan dan rambu lalu-lintas. Seorang yang mempunyai motivasi keselamatan diri belum tentu akan menampakkan tingkat kedisiplinan yang baik pula, tetapi juga tidak menutup kemungkinan seseorang yang mempunyai motivasi keselamatan diri yang tinggi akan menampakkan tingkat kedisiplinan yang tinggi pula, dan akan lebih mudah untuk melakukan penyesuaian diri terhadap masalah-masalah yang dihadapinya di jalan raya. Motivasi keselamatan diri sebenarnya tidak hanya mempengaruhi diri sendiri tetapi juga mempengaruhi banyak pengguna jalan lainnya. Apabila setiap orang mempunyai motivasi keselamatan diri maka akan terjadi motivasi keselamatan bersama. Disiplin juga dipengaruhi faktor jenis kelamin. Hurlock (1993, h.95) mengatakan bahwa orang tua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan daripada anak laki-lakinya. Kehidupan sosial remaja pria sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya sehingga sikap remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan luas atau teman sebaya. Pengaruh negatif dari teman sebaya ini akan menimbulkan sikap remaja yang menyimpang atau melanggar norma (Soekanto, 1996, h. 19). Pada umumnya pelanggaran lebih sering dilakukan pria daripada wanita. Hal ini dikarenakan pria bersifat rasional, lebih aktif, agresif sedangkan wanita lebih pasif dan emosional (Kartono, 1992, h.182). Adanya sifat-sifat yang demikian menyebabkan wanita takut melakukan pelanggaran dibandingkan pria sehingga mendorong wanita untuk berperilaku sesuai dengan norma dan  hukum yang berlaku.
Remaja pria memiliki karakteristik bersikap acuh tak acuh dan emosional yang tinggi terhadap lingkungannya,dan sebaliknya , remaja wanita memiliki kebutuhan akan rasa aman yang tinggi dari lingkungannya sehingga remaja wanita berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan berusaha memenuhi tuntutan norma masyarakat dengan cara tidak melanggar norma dan aturan masyarakat (Egleson, 1987, h. 36). Wanita cenderung bersikap pasif sesuai dengan kodrat kewanitaannya. Hal ini dijelaskan bahwa wanita lebih dapat menerima aturan-aturan dan norma-norma yangberlaku untuk  menyesuaikan diri dengan lingkungan dibanding dengan remaja pria (Simanjuntak, 1984, h. 88). Perbedaan sikap terhadap norma masyarakat antara remaja pria dengan remaja wanita dapat diasumsikan pula sebagai perbedaan disiplin, dimana remaja wanita mempunyai disiplin yang  jauh lebih baik dibandingkan dengan remaja pria.Selain itu,hal ini juga disebabkan perbedaan ideologi antara wanita dan pria, dimana ideologi wanita lebih kuat dan lebih kokoh dibandingkan pria yang memiliki ideologi yang mudah terombang-ambing.

3.2   Sikap Remaja Tentang Kepatuhan Tata Tertib Lalu Lintas
Beberapa ahli menyimpulkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya sikap patuh terhadap tata tertib lalu lintas khususnya para remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan memotivasi untuk menciptakan kondisi aman dan tertib selama di jalan pada saat berkendara, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi pengendara lain. Mendefinisikan motif keselamatan adalah kecenderungan mencari jaminan, keamanan dan perlindungan. Keselamatan diri para siswa dalam berkendara juga dapat dibantu oleh pembinaan karakter dari guru terhadap peserta didik. Hal ini sangat mempengaruhi proses perkembangan kepribadian dari peserta didik .
Namun sampai saat ini, sikap acuh tak acuh dan sikap ketidakpedulian dari para remaja menjadi masalah besar yang sampai saat ini tidak teratasi. Berdasarkan UU No 22/2009, terdapat beberapa peraturan dalam menggunakan kendaraan bermotor yakni :  motor hanya untuk dua orang, Helm harus standar nasional, suara knalpot yang netral, belok kiri tidak boleh langsung, motor lajur kiri, lampu motor wajib nyala siang hari. Namun meski begitu, kenyataannya di jalan raya masih sering terlihat anak SMP atau SMA yang belum mempunyai SIM mengendarai motor. Ironisnya lagi, sering dijumpai anak menjadi pembonceng ketiga atau keempat di antara kedua orang tuanya. Selain itu banyak pembonceng dari kelompok anak-anak, dibonceng dengan kedua kakinya menggantung tanpa menyentuh foot peg. Kondisi ini sangat berbahaya bagi dirinya dan pengemudi. Jika sipengemudi melakukan manuver tiba-tiba akibatnya yang dibonceng (anak) akan kehilangan keseimbangan. Saat yang sama akan memberikan pengaruh kepada si pengemudi. Keadaan seperti itu akan menimbulkan korban kepada anak lebih parah disbanding si pengemudi pada sebuah kecelakaan sepeda motor.
3.3   Peranan Guru Dalam Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas
            Dewasa ini ketertiban lalu lintas semakin kendor, terutama pada pengemudi pelajar. Banyak diantara mereka yang melanggar aturan lalu lintas seperti ugal-ugalan, mengemudi tanpa SIM dan tidak menggunakan perlengkapan berkendaraan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut yang menjadi dasar terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, memang sangat diiperlukan adanya penanaman pengetahuan tentang displin dan etika dalam berlalu lintas oleh pemerintah. Saat ini, Kementrian Pendidikan Nasional dan POLRI berupaya mencanangkan untuk memasukkan materi lalu lintas dalam kurikulum intrakurikuler berupa nota. Program kurikulum keselamatan lalu lintas harus ditentukan dengan prinsip pendidikan dan cerminkan kebutuhan setempat tentang masalah keselamatan lalu lintas.
Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif , yakni 22 – 50 tahun. Terdapat  sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menempatkan transportasi sebagai kebutuhan turunan, akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya. Bahkan dalam kerangka ekonomi makro, transportasi menjadi tulang punggung perekonomian, baik di tingkat nasional, regional dan lokal. Oleh karena itu, kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak signifikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang meningkat setiap tahunnya dan kelalaian manusia, menjadi faktor utama terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas.
  Keselamatan siswa dalam berlalu lintas sangat erat kaitannya dengan pembinaan di sekolah. Hal ini juga menyangkut tanggung jawab seorang guru sebagai tenaga pedidik. Hingga saat ini, peran guru masih belum muncul dan belum terlihat dengan  jelas dalam menyikapi masalah berkendara oleh peserta didik. Hal ini terlihat dengan jelas dengan meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas pada tingkat remaja atau peserta didik. Saat ini, jumlah korban kecelakaan lalu lintas 50% terjadi pada anak remaja dan anak-anak sekolah. Kemampuan guru saat ini dalam mengajar hanya menuju ketuntasan kurikulum yang telah dibuat hanya  bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik peserta didik. Padahal, selain kemampuan akademik  salah satu yang harus dipenuhi dalam pembelajaran disekolah adalah pembinaan mental dan karakteristik siswa.
  Pendidikan pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mendewasakan peserta didik, yang ditandai oleh adanya kemandirian dari diri peserta didik. Kemandirian yang dimaksudkan disini adalah kemampuan mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri tanpa harus selalu tergantung pada orang lain. Titik tolak atau sentral segala upaya dalam meningkatkan keselamatan jalan, harus dilakukan melalui proses persekolahan atau proses pendidikan di sekolah.Memberikan pendidikan berlalu lintas pada murid-murid sekolah merupakan solusi cerdas dan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan keselamatn jalan, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa memberikan pendidikan berlalu lintas melalui komunitas sekolah ternyata paling efektif diantara upaya-upaya yang lain, khususnya upaya dalam meningkatan keselamatan jalan, karena:
a.       Anak usia sekolah (6 tahun – 18 tahun) mempunyai persentasi yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain.
b.      Sekolah merupakan komunitas yang telah terorganisasi, sehingga mudah dijangkau dalam rangka memberikan pendidikan berlalu lintas.

c.       Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat potensial untuk menerima perubahan atau pembaruan. Pada taraf ini anak dalam kondisi peka terhadap stimulasi sehingga mudah dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan hidup untuk tertib berlalu lintas.
d.      Sebenarnya keterlibatan institusi pendidikan dalam menekan jumlah maupun korban kecelakaan lalu lintas telah terealisasi secara struktural maupun fungsional, dengan ditandatanganinya Surat Ketetapan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.03/III/KB/2010 dan No.B/9/III/2010 tanggal 8 Maret 2010, tentang “Mewujudkan Pendidikan Nasional dalam Berlalu Lintas”. Implikasi atas terbitnya SKB ini adalah, bahwa mulai tahun pelajaran 2011/2012 mendatang akan diberlakukan pendidikan nasional dalam berlalu lintas, yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun instrumen Surat Ketetapan Bersama (SKB) tersebut  dinilai tidak efektif, karena proses pendidikannya hanya mengandalkan ceramah yang diberikan tersendiri dan hanya sesekali oleh pembicara tamu, bahkan murid-murid sekolah mungkin hanya sekedar diberikan modul keselamatan jalan, tetapi diperlukan sebuah pendekatan tambahan untuk meningkatkan pendidikan keselamatan jalan. Sehingga harus ditinjau ulang proses pendidikan keselamatan jalan, mulai dari materi-materi lokal perlu dikembangkan dan disesuaikan agar dapat mencerminkan kebutuhan, masalah dan keadaan yang relevan pada murid-murid sekolah setempat.
     Memberikan pendidikan berlalu lintas pada murid-murid di sekolah pada prinsipnya adalah menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu memberikan kontribusi yang penting untuk menciptakan kepatuhan berlalu lintas sehingga dapat meningkatkan keselamatan jalan
   Mekanisme yang dapat ditempuh agar materi pendidikan berlalu lintas di atas dapat diimplementasikan pada murid-murid sekolah adalah sebagai berikut:
1.   Dimasukkannya materi pendidikan berlalu lintas ke dalam kurikulum sesuai dengan kelompok umur.
2.    Dimasukkannya kursus pelatihan keselamatan jalan bagi para murid dan guru.
 Upaya tersebut diharapkan ini bisa meningkatkan rasa disiplin dalam berlalu lintas. Selain itu  para guru pembimbing pasti punya banyak  tehnik/cara yang bisa lebih dikembangkan, dalam keikut- sertaan menyukseskan program pemerintah, yakni pendidikan nasional dalam berlalu lintas, untuk  mengurangi angka kasus maupun jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia.

3.4. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Lalu Lintas yang Terjadi
   Menurut para ahli, bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas di antaranya sebagai berikut:
1.  Menggunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi membahayakan ketertiban atau   keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan.
2.  Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat ijin mengemudi (SIM), STNK, Surat Tanda Uji Kendaraan (STUJ) yang sah atau tanda bukti lainnya sesuai  peraturan yang berlaku atau dapat memperlihatkan tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa.
3.  Membiarkan atau memperkenakan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang lain yang tidak memiliki SIM.
4.  Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain.
5.  Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor  kendaraan yang syah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan.
6.  Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang yang ada di permukaan jalan.
7.  Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diijinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang.
8.  Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.


















BAB  IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Pendidikan sebagai sebuah proses belajar memang tidak cukup dengan sekedar mengejar masalah kecerdasannya saja. Aspek atau faktor rasa atau emosi maupun ketrampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. Memberikan pendidikan berlalu lintas pada peserta didik di sekolah pada prinsipnya adalah menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu memberikan kontribusi penting untuk menciptakan kepatuhan berlalu lintas sehingga dapat meningkatkan keselamatan jalan. Materi pendidikan berlalu lintas pada murid-murid sekolah sekurang-kurangnya mencakup beberapa materi pokok, yakni: Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar tertib berlalu lintas, menimbulkan sikap dan perilaku tertib berlalu lintas,safety riding, kedisiplinan mematuhi rambu-rambu lalu litas, etika dan sopan santun berkendaraan,  mencegah sikap ugal-ugalan di jalan raya, resiko-resiko jika terjadi kecelakaan lalu lintas,  kendaraan yang laik maupun tidak laik jalan.
Dalam peningkatan kualitas keamanan lalu lintas negeri ini perlu perhatian dan partisipasi oleh public,  umumnya pengguna kendaraan dan khususnya para pelajar. Belakangan ini sering ditemukan pelanggaran lalu lintas oleh para pelajar. Hal tersebut seharusnya dapat diantisipasi dengan melibatkan peran guru dalam penanaman pendidikan berkarakter serta pemahaman akan pentingnya tertib berlalu lintas. Memang perlu disadari bahwa peran guru tersebut sangat membantu sebagai media prasarana untuk meningkatkan ketertiban dalam berlalu lintas dengan mengajarkan peserta didik untuk memahami  peraturan lalu lintas dan menekankan peserta didik untuk melaksanakan tertib lalu lintas tersebut. Karena sejauh ini guru dapat mendidik peserta didik dalam hal aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Tentu bila tertib lalu lintas masuk dalam pembelajaran di sekolah, akan masuk dalam aspek-aspek tersebut.

            Sebagai tenaga pengajar guru tidak hanya berpatokan atau bertujuan untuk menyelesaikan pengajaran kurikulum melainkan juga harus mampu memberikanpendidikan jasmani. Pendidikan ini tidak hanya untuk membentuk tubuh yang atletis, melainkan juga bertujuan untuk membentuk watak. Namun tidak hanya pendidikan jasmani yang perlu dilakukan oleh tenaga pengajar tetapi ikut juga  pendidikan budi pekerti atau pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak adalah dasar dan fundamen bagi semua pendidikan yang lain, karena pendidikan menyangkut pendidikan moral terhadap siswa. Memberikan pendidikan berlalu lintas pada peserta didik di sekolah merupakansolusi cerdas dan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan keselamatan jalan, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa memberikan pendidikan berlalu lintas melalui komunitas sekolah ternyata paling efektif.                                   
4.2  Saran
            Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dijabarkan dalam makalah ini, tentu telah memberi pemahaman dan wawasan mengenai tertib lalu lintas. Selaku warga masyarakat yang baik tentunya tidak cukup hanya sekedar memahami. Namun, harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga peraturan serta keamanan dalam berlalu lintas tersebut tidak bersifat semu lagi, melainkan berwujud nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
Maka menurut penulis akan lebih baik jika guru berperan dalam peningkatan ketertiban berlalu lintas dengan memasukkan materi pelajaran (topik) mengenai lalu lintas pada kurikulum sekolah mulai tingkat SD s/d SMA/SMK dalam proses pembelajaran di sekolah. Sehingga  dengan adanya materi/topik pelajaran mengenai lalu lintas, kemungkinan akan memngurangi angka kecelakaan maupun pelanggaran lalu lintas. Namun guru juga harus menekankan agar anak didiknya mau mematuhi peraturan lalu lintas, sehingga pendidikan yang diberikan bukan sekedar dipahami namun juga diterapkan oleh pelajar. Memang jika dipikirkan tampaknya begitu formal bagi peserta didik untuk mempelajari seluk-beluk lalu lintas. Maka, sebaiknya guru menjadikan pendidikan lalu lintas tersebut lebih menyenangkan dan menarik. Bukan hanya itu, guru juga harus mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh yang nyata, sehingga peserta didik akan lebih mudah mengerti dan menjadikannya panutan untuk tidak melakukan pelanggaran. Untuk menindaklanjuti pendidikan yang telah diberikan, sebaiknya guru harus memberi  pengawasan terhadap anak didiknya dalam menggunakan kendaraan. Sehingga anak didiknya tidak anggap remeh terhadap tertib lalu lintas yang telah ditekankan padanya. Selain itu, pihak yang berwajib dalampetugas ketertiban lalu lintas juga harus berperan dalam memberikan sosialisasi, sehingga peserta didik juga semakin sadar akan pentingnya ketertiban lalu lintas.







DAFTAR  PUSTAKA
1.    Widyastomo,  hardianto dkk. SMA Negeri 14 Bandar Lampung. Lampung: Kedisiplinan Dalam Berkendara Bermotor.http://wayangracias.blogspot.com/2012_04_01_archive.html
2.    Tampubolon, Defantri. Guru SMA Negeri 2 Lintong Nihuta. Lintongnihuta: Melalui Peran Serta Guru, Mari Kita tingkatkan Kesadaran Berlalu Lintas.http://defantri.blogspot.com/2013/04/.html
3.    Chakim, Lutfi. Mahasiswa FH-UMM. Jakarta: Memberikan pendidikan Berlalu Lintas Pada Murid-Murid Sekolah Sebagai Upaya dalam meningkatkan Keselamatan jalan. http://lutfichakim.blogspot.com/2011/08/.html
4.    Umar, Musni. Jakarta: Tegakkan Disiplin Dalam Berlalulintas.http://musniumar.wordpress.com
6.    http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/17/penanaman-budaya%E2%80%9Crikuh%E2%80%9D-dalam-berlalu-lintas-di-indonesia-2/
7.    http://serenity291185.wordpress.com/2008/11/20/tugas-makalah/
8.    http://www.anakunhas.com/2011/12/pengertian-pelanggaran-lalu-lintas.html
9.    Soekanto, Soerjono. 1990. Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum). Bandung: Mandar Maju


Tidak ada komentar: