BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kebiasaan
berlalu lintas semakin hari semakin memprihatinkan. Tingkat kesadaran para
pengguna jalan raya terhadap pentingnya keselamatan sangat minim khususnya
dikalangan para remaja, ini terlihat dari tingginya angka kecelakaan lalu
lintas yang sebagian besar dialami anak sekolah/remaja. Remaja sekarang ini
sebagian besar belum mengerti etika berlalu lintas, tentang berkendara di jalan
raya yang mampu mendukung keselamatan dan kenyamanan berkendara di jalan raya.
Para pelajar atau remaja lebih suka mengendarai dengan kecepatan tinggi dan
mengendarainya secara ugal–ugalan. Perilaku inilah yang menyebabkan banyaknya
kecelakaan lalu lintas.
Pengemudi
remaja terkenal dengan perilaku mengemudinya yang tidak aman dan tidak tertib.
Seperti mengemudi lebih dari dua orang tanpa menggunakan helm pengaman,
kecepatan yang tidak terkontrol, mengemudi tanpa surat izin yang mendukung,
mengemudi dengan jarak yang terlalu dekat dengan kendaraan lain, menggunakan
knalpot racing dan menerobos lampu merah, tidak menyalakan lampu isyarat
belok kanan atau kiri saat belok ke kanan atau ke kiri, lupa mematikan lampu
isyarat setelah belok yang membuat orang jadi salah menduga akan belok sehingga
bisa terjadi tabrakan. Selain itu ada juga yang tidak menyalakan lampu ketika
malam hari, ini sangat membahayakan sekali. Karena pengendara lain tidak akan
tahu kalau di depannya ada motor yang sedang melaju sehingga bisa terjadi
tabrakan. Hal–hal semacam itu sangat merugikan pengendara lain. Justru para
anak mudalah atau remaja yang terkesan tidak mengetahui aturan dan etika lalu
lintas. Para anak muda sering juga melakukan zig–zag berkendara di jalan
raya yang membuat pengendara lain jadi ketakutan.
Salah
satu penyebab anak remaja tidak taat akan peraturan lalu lintas karena
kurangnya perhatian dari keluarga (orang tua) maupun guru. Sebagai tenaga
pengajar guru tidak hanya berpatokan atau bertujuan untuk menyelesaikan
pengajaran kurikulum melaikan juga harus mampu memberikan pendidikan karakter
terhadap siswa, karena dengan adanya pendidikan karakter terhadap siswa
maka dapat dipastikan bahwa perkembangan kepribadian siswa akan baik dan mereka
memilki ketahanan mental.
penulis mencoba untuk menyusun karya tulis yang berjudul PERANAN
GURU UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN PESERTA DIDIK DALAM
KESELAMATAN BERLALU LINTAS
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan Latar
belakang yang di uraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
a. Apa
saja faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kedisiplinan berlalu lintas?
b. Bagaimanakah
sikap remaja terhadap tata tertib lalu litas?
c. Bagaimanakah
peranan guru untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas bagi para peserta
didik?
d. Apa
saja pelanggaran yang terjadi dalam lalu lintas?
1.3 Tujuan
Masalah
Berdasarkan
apa yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka yang menjadi tujuan
pembuatan karya ilmiah ini adalah :
a. Untuk
memahami arti penting disiplin dalam berkendara.
b. Untuk
mengetahui upaya apa yang harus dilakukan pengemudi motor dalam mewujudkan
disiplin berkendara.
c. Untuk
mengetahui peran guru dalam menjaga keselamatan berlalulintas bagi peserta
didik
d. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran dalam lalu lintas
1.4 Manfaat
Penulisan
Karya
ilmiah ini diharapkan dapat menambah informasi atau pengetahuan yang lebih bagi
guru, dan peserta didik, khususnya dalam mewujudkan disiplin berkendara.
Selain itu, karya ilmiah ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para penegak hukum guna menigkatkan upaya penegakan hukum dan pengkajian hukum khususnya dalam mewujudkan masyarakat (peserta didik) yang patuh dalam disiplin berkendara.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Defenisi Disiplin Dalam Berlalu Lintas
Disiplin
secara terminologi menurut Purwodarminto (1983, h. 254) adalah
merupakan latihan ketaatan batin dan watak dengan maksud supaya segala
perbuatannya selalu menaati tata tertib. Pengemudi dikatakan
disiplin dalam berlalu lintas jika ia mematuhi peraturan tentang apa yang
boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan pada saat berlalu-lintas di
jalan. Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus
ditumbuhkan, dikembangkan, didorong dan diterapkan dalam semua aspek
dengan menerapkan sanksi, ganjaran dan hukuman sesuai dengan pelanggaran
yang dibuatnya. Pada usia remaja, ketaatan pada peraturan lalu lintas
diharapkan timbul dari diri remaja sendiri. Remaja diharapkan menyadari mengapa
harus menaati peraturan lalu lintas. Masa remaja dianggap paling rawan dan
paling susah dikontrol dibandingkan dengan fase-fase perkembangan
lainnya. Ausubel (dalam Monks dkk , 1989, h. 253) menggolongkan
remaja dalam status interim, yaitu suatu masa perkembangan yang berada diantara
masa kanak-kanak dan dewasa. Gangguan pada masa remaja umumnya muncul dalam
bentuk kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat terlarang,
perkelahian, pelanggaran, tawuran dan adanya pertentangan antara remaja
dengan pihak lain (Jersild, 1978, h. 3-20)
Penelitian Fatnanta (dalam Wismantono, 1994, h.6) menunjukkan bahwa
pelanggaran peraturan lalu lintas pada umumnya adalah remaja dan biasanya
berupa pelanggaran tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, tidak menggunakan
helm pengaman, tidak membawa SIM atau STNK, menyerobot lampu merah, kelengkapan
kendaraan kurang dan kebut-kebutan di jalan raya. Pelanggaran kelengkapan
surat-surat kendaraan paling banyak dilakukan pelajar dibawah umur 15 tahun,
kebanyakan dari mereka belum mempunyai SIM (Suara Merdeka, edisi April, 2000).
2.2 Kegiatan
Perencanaan Lalu Lintas
Kegiatan
perencanaan lalu lintas meliputi inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan.
Maksud inventarisasi antara lain untuk mengetahui tingkat pelayanan pada setiap
ruas jalan dan persimpangan. Maksud tingkat pelayanan dalam ketentuan ini
adalah merupakan kemampuan ruas jalan dan persimpangan untuk menampung lalu
lintas dengan tetap memperhatikan faktor kecepatan dan keselamatan. penetapan
tingkat pelayanan yang diinginkan. Dalam menentukan tingkat pelayanan yang
diinginkan dilakukan antara lain dengan memperhatikan: rencana umum jaringan
transportasi jalan,peranan, kapasitas, dan karakteristik jalan, kelas jalan,
karakteristik lalu lintas, aspek lingkungan, aspek sosial dan
ekonomi. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas, penyusunan rencana
dan program pelaksanaan perwujudannya. Maksud rencana dan program perwujudan
dalam ketentuan ini antara lain meliputi: penentuan tingkat pelayanan yang
diinginkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan, usulan aturan-aturan lalu
lintas yang akan ditetapkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan, usulan
pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan rambu rambu lalu lintas marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali dan pengaman
pemakai jalan, usulan kegiatan atau tindakan baik untuk keperluan penyusunan
usulan maupun penyuluhan kepada masyarakat.
2.3
Kegiatan Pengaturan Lalu Lintas
Kegiatan
penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan
tertentu. termasuk dalam pengertian penetapan kebijaksanaan lalu lintas dalam
ketentuan ini antara lain penataan sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum
dan/atau minimum, larangan penggunaan jalan, larangan dan/atau perintah bagi
pemakai jalan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kedisiplinan Berlalu Lintas
Kedisiplinan
dalam berlalu lintas tentu terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, baik
faktor internal dan juga faktor eksternal. Berbagai faktor eksternal tersebut
adalah sosial budaya, sosial ekonomi, serta peran guru yang dapat membimbing
karakter para peserta didik, sedangkan faktor internalnya melliputi sikap
individu, kesadaran individu serta kemampuan individu. Individu yang
memiliki kesadaran yang tinggi akan selalu berorientasi pada keselamatan diri
di jalan. ( Prijodarminto, 1994, h.2 ) Dari berbagai faktor tersebut faktor
motivasi keselamatan diri merupakan hal yang penting dan
menarik untuk diuraikan lebih dalam. Orang seringkali mengemukakan
bahwa setiap tingkah laku manusia mempunyai motivasi penggerak tingkah
laku ke arah suatu tujuan tertentu dengan
didasari oleh suatu kebutuhan. Motivasi merupakan unsur psikologis
untuk mendorong seseorang melakukan tindakan tertentu. Motivasi adalah keadaan
dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Gunarsa, 1989, h.
115). Chaplin(1997, h.442) mendefinisikan motif keselamatan adalah
kecenderungan mencari jaminan, keamanan dan perlindungan. Berkaitan dengan
keselamatan diri para pengendara motor yang mempunyai suatu kebutuhan yang
diarahkan kepada keselamatan diri pada saat mengendarai motor.
Namun
pada kenyataannya motivasi keselamatan diri pada pengendara motor tidak selalu
diimbangi dengan kedisiplinan mematuhi peraturan dan rambu lalu-lintas. Banyak
pengendara motor masih ugal-ugalan, mengendara melebihi kecepatan dan
beranggapan yang penting selamat tanpa mengindahkan peraturan dan rambu
lalu-lintas. Seorang yang mempunyai motivasi keselamatan diri belum tentu akan
menampakkan tingkat kedisiplinan yang baik pula, tetapi juga tidak menutup
kemungkinan seseorang yang mempunyai motivasi keselamatan diri yang tinggi akan
menampakkan tingkat kedisiplinan yang tinggi pula, dan akan lebih mudah untuk melakukan
penyesuaian diri terhadap masalah-masalah yang dihadapinya di jalan raya.
Motivasi keselamatan diri sebenarnya tidak hanya mempengaruhi diri sendiri
tetapi juga mempengaruhi banyak pengguna jalan lainnya. Apabila setiap orang
mempunyai motivasi keselamatan diri maka akan terjadi motivasi keselamatan
bersama. Disiplin juga dipengaruhi faktor jenis
kelamin. Hurlock (1993, h.95) mengatakan bahwa orang tua pada umumnya
lebih keras terhadap anak perempuan daripada anak laki-lakinya. Kehidupan
sosial remaja pria sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bersosialisasi
dengan teman sebaya sehingga sikap remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan luas
atau teman sebaya. Pengaruh negatif dari teman sebaya ini akan menimbulkan
sikap remaja yang menyimpang atau melanggar norma (Soekanto, 1996, h. 19). Pada
umumnya pelanggaran lebih sering dilakukan pria daripada wanita. Hal ini
dikarenakan pria bersifat rasional, lebih aktif, agresif sedangkan wanita lebih
pasif dan emosional (Kartono, 1992, h.182). Adanya sifat-sifat yang
demikian menyebabkan wanita takut melakukan pelanggaran dibandingkan pria
sehingga mendorong wanita untuk berperilaku sesuai dengan norma dan hukum
yang berlaku.
Remaja
pria memiliki karakteristik bersikap acuh tak acuh dan emosional yang
tinggi terhadap lingkungannya,dan sebaliknya , remaja wanita memiliki
kebutuhan akan rasa aman yang tinggi dari lingkungannya sehingga remaja wanita
berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan berusaha memenuhi tuntutan
norma masyarakat dengan cara tidak melanggar norma dan aturan masyarakat
(Egleson, 1987, h. 36). Wanita cenderung bersikap pasif sesuai dengan kodrat
kewanitaannya. Hal ini dijelaskan bahwa wanita lebih dapat menerima
aturan-aturan dan norma-norma yangberlaku untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan dibanding dengan remaja pria (Simanjuntak, 1984, h. 88).
Perbedaan sikap terhadap norma masyarakat antara remaja pria dengan remaja
wanita dapat diasumsikan pula sebagai perbedaan disiplin, dimana remaja wanita
mempunyai disiplin yang jauh lebih baik dibandingkan
dengan remaja pria.Selain itu,hal ini juga disebabkan perbedaan ideologi antara
wanita dan pria, dimana ideologi wanita lebih kuat dan lebih kokoh dibandingkan
pria yang memiliki ideologi yang mudah terombang-ambing.
3.2 Sikap Remaja Tentang Kepatuhan Tata Tertib Lalu Lintas
Beberapa
ahli menyimpulkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya sikap
patuh terhadap tata tertib lalu lintas khususnya para remaja. Hal
ini dapat dilakukan dengan memotivasi untuk menciptakan kondisi aman dan
tertib selama di jalan pada saat berkendara, baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi pengendara lain. Mendefinisikan motif keselamatan adalah
kecenderungan mencari jaminan, keamanan dan perlindungan. Keselamatan diri
para siswa dalam berkendara juga dapat dibantu oleh pembinaan karakter
dari guru terhadap peserta didik. Hal ini sangat mempengaruhi proses
perkembangan kepribadian dari peserta didik .
Namun
sampai saat ini, sikap acuh tak acuh dan sikap ketidakpedulian dari para remaja
menjadi masalah besar yang sampai saat ini tidak teratasi. Berdasarkan UU No
22/2009, terdapat beberapa peraturan dalam menggunakan kendaraan bermotor yakni
: motor hanya untuk dua orang, Helm harus standar nasional, suara knalpot
yang netral, belok kiri tidak boleh langsung, motor lajur kiri, lampu motor
wajib nyala siang hari. Namun meski begitu, kenyataannya di jalan raya masih
sering terlihat anak SMP atau SMA yang belum mempunyai SIM mengendarai motor.
Ironisnya lagi, sering dijumpai anak menjadi pembonceng ketiga atau keempat di
antara kedua orang tuanya. Selain itu banyak pembonceng dari kelompok
anak-anak, dibonceng dengan kedua kakinya menggantung tanpa menyentuh foot peg.
Kondisi ini sangat berbahaya bagi dirinya dan pengemudi. Jika sipengemudi
melakukan manuver tiba-tiba akibatnya yang dibonceng (anak) akan kehilangan
keseimbangan. Saat yang sama akan memberikan pengaruh kepada si pengemudi.
Keadaan seperti itu akan menimbulkan korban kepada anak lebih parah disbanding
si pengemudi pada sebuah kecelakaan sepeda motor.
3.3 Peranan Guru Dalam
Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas
Dewasa ini ketertiban lalu lintas semakin kendor, terutama pada pengemudi
pelajar. Banyak diantara mereka yang melanggar aturan lalu lintas seperti
ugal-ugalan, mengemudi tanpa SIM dan tidak menggunakan perlengkapan
berkendaraan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut yang menjadi dasar terjadinya
kecelakaan. Dalam hal ini, memang sangat diiperlukan adanya penanaman
pengetahuan tentang displin dan etika dalam berlalu lintas oleh pemerintah.
Saat ini, Kementrian Pendidikan Nasional dan POLRI berupaya mencanangkan
untuk memasukkan materi lalu lintas dalam kurikulum intrakurikuler berupa nota.
Program kurikulum keselamatan lalu lintas harus ditentukan dengan prinsip
pendidikan dan cerminkan kebutuhan setempat tentang masalah keselamatan lalu
lintas.
Dalam
dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah
penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011 menyebutkan,
sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif ,
yakni 22 – 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25
tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000
anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi
penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.
Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menempatkan transportasi sebagai
kebutuhan turunan, akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya. Bahkan
dalam kerangka ekonomi makro, transportasi menjadi tulang punggung
perekonomian, baik di tingkat nasional, regional dan lokal. Oleh karena itu,
kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak signifikan dalam berbagai
bidang kehidupan masyarakat. Di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang
meningkat setiap tahunnya dan kelalaian manusia, menjadi faktor utama
terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas.
Keselamatan siswa dalam berlalu lintas sangat
erat kaitannya dengan pembinaan di sekolah. Hal ini juga menyangkut tanggung
jawab seorang guru sebagai tenaga pedidik. Hingga saat ini, peran guru masih
belum muncul dan belum terlihat dengan jelas dalam menyikapi masalah
berkendara oleh peserta didik. Hal ini terlihat dengan jelas dengan
meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas pada tingkat remaja atau peserta
didik. Saat ini, jumlah korban kecelakaan lalu lintas 50% terjadi pada anak
remaja dan anak-anak sekolah. Kemampuan guru saat ini dalam mengajar hanya
menuju ketuntasan kurikulum yang telah dibuat hanya bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan akademik peserta didik. Padahal, selain kemampuan
akademik salah satu yang harus dipenuhi dalam pembelajaran disekolah
adalah pembinaan mental dan karakteristik siswa.
Pendidikan pada dasarnya adalah upaya yang
dilakukan secara sadar untuk mendewasakan peserta didik, yang ditandai oleh
adanya kemandirian dari diri peserta didik. Kemandirian yang dimaksudkan disini
adalah kemampuan mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri tanpa harus selalu
tergantung pada orang lain. Titik tolak atau sentral segala upaya dalam
meningkatkan keselamatan jalan, harus dilakukan melalui proses persekolahan
atau proses pendidikan di sekolah.Memberikan pendidikan berlalu lintas pada
murid-murid sekolah merupakan solusi cerdas dan langkah yang
strategis dalam upaya peningkatan keselamatn jalan, hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa memberikan pendidikan berlalu lintas melalui komunitas sekolah
ternyata paling efektif diantara upaya-upaya yang lain, khususnya upaya dalam
meningkatan keselamatan jalan, karena:
a. Anak
usia sekolah (6 tahun – 18 tahun) mempunyai persentasi yang paling tinggi
dibandingkan dengan kelompok umur yang lain.
b. Sekolah
merupakan komunitas yang telah terorganisasi, sehingga mudah dijangkau dalam
rangka memberikan pendidikan berlalu lintas.
c. Anak
sekolah merupakan kelompok yang sangat potensial untuk menerima perubahan atau
pembaruan. Pada taraf ini anak dalam kondisi peka terhadap stimulasi sehingga
mudah dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan hidup untuk
tertib berlalu lintas.
d. Sebenarnya
keterlibatan institusi pendidikan dalam menekan jumlah maupun korban kecelakaan lalu lintas telah
terealisasi secara struktural maupun fungsional, dengan ditandatanganinya Surat
Ketetapan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia No.03/III/KB/2010 dan No.B/9/III/2010 tanggal 8
Maret 2010, tentang “Mewujudkan Pendidikan Nasional dalam Berlalu Lintas”.
Implikasi atas terbitnya SKB ini adalah, bahwa mulai tahun pelajaran 2011/2012
mendatang akan diberlakukan pendidikan nasional dalam berlalu lintas, yang
terintegrasi dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun instrumen Surat
Ketetapan Bersama (SKB) tersebut dinilai tidak efektif, karena proses
pendidikannya hanya mengandalkan ceramah yang diberikan tersendiri dan hanya
sesekali oleh pembicara tamu, bahkan murid-murid sekolah mungkin hanya sekedar
diberikan modul keselamatan jalan, tetapi diperlukan sebuah pendekatan tambahan
untuk meningkatkan pendidikan keselamatan jalan. Sehingga harus ditinjau ulang
proses pendidikan keselamatan jalan, mulai dari materi-materi lokal perlu
dikembangkan dan disesuaikan agar dapat mencerminkan kebutuhan, masalah dan
keadaan yang relevan pada murid-murid sekolah setempat.
Memberikan pendidikan berlalu lintas pada
murid-murid di sekolah pada prinsipnya adalah menciptakan sekolah sebagai
komunitas yang mampu memberikan kontribusi yang penting untuk menciptakan
kepatuhan berlalu lintas sehingga dapat meningkatkan keselamatan jalan
Mekanisme yang dapat ditempuh agar materi
pendidikan berlalu lintas di atas dapat diimplementasikan pada murid-murid
sekolah adalah sebagai berikut:
1. Dimasukkannya
materi pendidikan berlalu lintas ke dalam kurikulum sesuai dengan kelompok
umur.
2.
Dimasukkannya kursus pelatihan keselamatan jalan bagi para murid dan guru.
Upaya
tersebut diharapkan ini bisa meningkatkan rasa disiplin dalam berlalu lintas.
Selain itu para guru pembimbing pasti punya banyak
tehnik/cara yang bisa lebih dikembangkan, dalam keikut- sertaan
menyukseskan program pemerintah, yakni pendidikan nasional dalam berlalu
lintas, untuk mengurangi angka kasus maupun jumlah korban kecelakaan lalu lintas di
Indonesia.
3.4. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Lalu Lintas
yang Terjadi
Menurut para ahli, bentuk-bentuk
pelanggaran lalu lintas di antaranya sebagai berikut:
1. Menggunakan
jalan dengan cara yang dapat merintangi membahayakan ketertiban
atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan
kerusakan pada jalan.
2. Mengemudikan
kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat ijin mengemudi (SIM),
STNK, Surat Tanda Uji Kendaraan (STUJ) yang sah atau tanda bukti lainnya
sesuai peraturan yang berlaku atau dapat memperlihatkan tetapi masa
berlakunya sudah kadaluwarsa.
3. Membiarkan
atau memperkenakan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang lain yang tidak
memiliki SIM.
4. Tidak
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan
dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain.
5. Membiarkan
kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda
nomor kendaraan yang syah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan
yang bersangkutan.
6. Pelanggaran
terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan,
rambu-rambu atau tanda yang yang ada di permukaan jalan.
7. Pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diijinkan, cara
menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang.
8. Pelanggaran
terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan
yang ditentukan.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pendidikan
sebagai sebuah proses belajar memang tidak cukup dengan sekedar mengejar
masalah kecerdasannya saja. Aspek atau faktor rasa atau emosi maupun
ketrampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang.
Memberikan pendidikan berlalu lintas pada peserta
didik di sekolah pada prinsipnya adalah menciptakan sekolah sebagai
komunitas yang mampu memberikan kontribusi penting untuk menciptakan kepatuhan
berlalu lintas sehingga dapat meningkatkan keselamatan jalan. Materi pendidikan
berlalu lintas pada murid-murid sekolah sekurang-kurangnya mencakup beberapa
materi pokok, yakni: Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar tertib
berlalu lintas, menimbulkan sikap dan perilaku tertib berlalu lintas,safety riding, kedisiplinan mematuhi
rambu-rambu lalu litas, etika dan sopan santun berkendaraan, mencegah
sikap ugal-ugalan di jalan raya, resiko-resiko jika terjadi kecelakaan lalu lintas,
kendaraan yang
laik maupun tidak laik jalan.
Dalam
peningkatan kualitas keamanan lalu lintas negeri ini perlu perhatian dan
partisipasi oleh public, umumnya pengguna
kendaraan dan khususnya para pelajar. Belakangan ini sering
ditemukan pelanggaran lalu lintas oleh para pelajar. Hal tersebut seharusnya
dapat diantisipasi dengan melibatkan peran guru dalam penanaman pendidikan
berkarakter serta pemahaman akan pentingnya tertib berlalu lintas. Memang perlu
disadari bahwa peran guru tersebut sangat membantu sebagai media prasarana
untuk meningkatkan ketertiban dalam berlalu lintas dengan mengajarkan peserta
didik untuk memahami peraturan lalu lintas dan menekankan peserta didik
untuk melaksanakan tertib lalu lintas tersebut. Karena sejauh ini guru dapat
mendidik peserta didik dalam hal aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.
Tentu bila tertib lalu lintas masuk dalam pembelajaran di sekolah, akan masuk
dalam aspek-aspek tersebut.
Sebagai
tenaga pengajar guru tidak hanya berpatokan atau bertujuan untuk menyelesaikan
pengajaran kurikulum melainkan juga harus mampu memberikanpendidikan jasmani.
Pendidikan ini tidak hanya untuk membentuk tubuh yang atletis, melainkan juga
bertujuan untuk membentuk watak. Namun tidak hanya pendidikan jasmani yang
perlu dilakukan oleh tenaga pengajar tetapi ikut juga pendidikan budi
pekerti atau pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak adalah dasar dan fundamen
bagi semua pendidikan yang lain, karena pendidikan menyangkut pendidikan
moral terhadap siswa. Memberikan pendidikan berlalu lintas
pada peserta didik di sekolah merupakansolusi cerdas dan langkah
yang strategis dalam upaya peningkatan keselamatan jalan, hal ini didasarkan
pada pemikiran bahwa memberikan pendidikan berlalu lintas melalui komunitas
sekolah ternyata paling efektif.
4.2
Saran
Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dijabarkan dalam makalah ini, tentu
telah memberi pemahaman dan wawasan mengenai tertib lalu lintas. Selaku warga
masyarakat yang baik tentunya tidak cukup hanya sekedar memahami. Namun, harus
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga peraturan serta keamanan
dalam berlalu lintas tersebut tidak bersifat semu lagi, melainkan berwujud
nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
Maka
menurut penulis akan lebih baik jika guru berperan dalam
peningkatan ketertiban berlalu lintas dengan memasukkan materi
pelajaran (topik) mengenai lalu lintas pada kurikulum sekolah mulai tingkat SD
s/d SMA/SMK dalam proses pembelajaran di
sekolah. Sehingga dengan adanya materi/topik
pelajaran mengenai lalu lintas, kemungkinan akan memngurangi angka
kecelakaan maupun pelanggaran lalu lintas. Namun guru juga harus menekankan
agar anak didiknya mau mematuhi peraturan lalu lintas, sehingga pendidikan yang
diberikan bukan sekedar dipahami namun juga diterapkan oleh pelajar. Memang
jika dipikirkan tampaknya begitu formal bagi peserta didik untuk mempelajari
seluk-beluk lalu lintas. Maka, sebaiknya guru menjadikan pendidikan lalu lintas
tersebut lebih menyenangkan dan menarik. Bukan hanya itu, guru juga harus
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh yang nyata,
sehingga peserta didik akan lebih mudah mengerti dan menjadikannya panutan
untuk tidak melakukan pelanggaran. Untuk menindaklanjuti pendidikan yang telah
diberikan, sebaiknya guru harus memberi pengawasan terhadap anak didiknya
dalam menggunakan kendaraan. Sehingga anak didiknya tidak anggap remeh terhadap
tertib lalu lintas yang telah ditekankan padanya. Selain itu, pihak yang
berwajib dalampetugas ketertiban lalu lintas juga harus berperan dalam
memberikan sosialisasi, sehingga peserta didik juga semakin sadar akan
pentingnya ketertiban lalu lintas.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Widyastomo,
hardianto dkk. SMA Negeri 14 Bandar Lampung. Lampung: Kedisiplinan Dalam
Berkendara Bermotor.http://wayangracias.blogspot.com/2012_04_01_archive.html
2. Tampubolon, Defantri. Guru
SMA Negeri 2 Lintong Nihuta. Lintongnihuta: Melalui Peran Serta Guru, Mari Kita
tingkatkan Kesadaran Berlalu Lintas.http://defantri.blogspot.com/2013/04/.html
3. Chakim, Lutfi. Mahasiswa
FH-UMM. Jakarta: Memberikan pendidikan Berlalu Lintas Pada Murid-Murid Sekolah
Sebagai Upaya dalam meningkatkan Keselamatan jalan. http://lutfichakim.blogspot.com/2011/08/.html
4. Umar, Musni. Jakarta:
Tegakkan Disiplin Dalam Berlalulintas.http://musniumar.wordpress.com
6. http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/17/penanaman-budaya%E2%80%9Crikuh%E2%80%9D-dalam-berlalu-lintas-di-indonesia-2/
7. http://serenity291185.wordpress.com/2008/11/20/tugas-makalah/
8. http://www.anakunhas.com/2011/12/pengertian-pelanggaran-lalu-lintas.html
9. Soekanto, Soerjono.
1990. Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum). Bandung:
Mandar Maju
Tidak ada komentar:
Posting Komentar