BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Styrofoam
adalah bahan yang tidak asing dalam kehidupan kita sehari-hari. Kebanyakan dari
kita mengenalnya sebagai bahan untuk pembungkus / pengepakan (packaging)
terutama untuk aplikasi pengepakan yang membutuhkan insulasi suhu (thermal
insulation) yang baik, seperti pengepakan ikan segar, bahan makanan perishable
lainnya, es krim, dan sebagainya.
Sebagian
dari kita juga sudah tahu bahwa styrofoam adalah limbah (waste) yang semakin
hari semakin menjadi masalah lingkungan yang berat, karena terlihat makin berserakannya
cangkir, bongkah, dan lembaran styrofoam sepanjang mata memandang di pembuangan
– pembuangan sampah, dan diperburuk citranya dengan fakta bahwa styrofoam ini
adalah tidak membusuk (non-biodegradeable), sehingga timbunan sampah styrofoam
akan terus bertambah apabila tidak didaur-ulang (recycled) secara profesional.
Sebenarnya
istilah styrofoam ini adalah merek dagang milik Dow Chemical Corp dari Amerika
Serikat. Jadi, untuk menghargai hak cipta mereka, dari titik ini, artikel ini
akan membahas bahan tersebut dengan nama umumnya, yaitu EPS (expanded
polystyrene). Untungnya, dengan berkembangnya penelitian akan kegunaan EPS
terakhir ini, penggunaan EPS sudah jauh lebih berwawasan dan bertanggung jawab
dibanding dengan penggunaan untuk bahan pembungkus (packaging) dan dekorasi.
Salah satu contoh penggunaan baru EPS yang mulai adalah untuk bahan panel
bangunan.
Penggunaan
EPS untuk bahan bangunan jauh lebih ramah lingkungan dibanding penggunaan EPS
untuk packaging, karena jangka pemakaiannya yang sangat panjang (bertahun-tahun
selama bangunan digunakan), dan bukannya “sekali pakai buang” seperti EPS untuk
packaging. Selain itu, sewaktu bangunan suatu hari dibongkar, proses daur ulang
EPS dapat dilaksanakan secara sistematis. Salah satu perusahaan EPS terkemuka
di Eropa, Jebsen & Jessen, misalnya, dahulunya memproduksi EPS hanya untuk
packaging, tetapi saat ini sudah lebih dari 70% omzetnya di Eropa adalah dari
penjualan EPS untuk keperluan non-packaging, seperti untuk aplikasi bahan
konstruksi. Di Indonesia sendiri pembuatan bahan bangunan dengan bahan EPS
bekas terus berkembang salah satunya adalah batako styreofoam yang memberikan
kualitas tinggi dengan biaya produksi yang lebih rendah. Hal ini yang melatar
belakangi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah ini.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
latar bekang yang telah di uraikan maka rumusan masalah yang diambil penulis
adalah.
1.
Bagaimana bahaya
limbah Styrofoam bagi lingkungan?
2.
Bagaimana Pemanfaatan limbah styrofoam bahan baku batako?
1.3 Tujuan
Berasarkan
rumusan masalah yan telah ditentukan maka tujuan dari penulisan masalah ini
adalah:
1.
Menjelaskan bahaya
limbah Styrofoam bagi lingkungan.
2.
Menjelaskan cara pemanfaatan limbah styrofoam bahan baku
batako.
1.4
Manfaat
Penulisan karya tulis ini
diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1.
Mengetahui bahaya limbah Styrofoam bagi lingkungan.
2.
Mengtahui cara
pemanfaatan limbah styrofoan bahan baku
batako.
BAB II
Landasan Teori
2.1
Definisi Styrofoam
Styrofoam merupakan bahan kimia an organik jenis polimer yakni
sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi dan tidak
dapat terurai oleh alam. Styrofoam terdiri dari butiran-butiran monomer styrene
yang diproses dengan mengunakan benzena.
Sedangkan benzena adalah zat yang dapat menimbulkan masalah pada
kelenjar tyroid dan dapat menganggu
system syaraf.
Bahan dasar styrofoam adalah polystyrene,
yakni suatu bahan plastik yang memiliki
sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan
rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi
udara lemak rendah atau tinggi. Karena bahan tersebut cepat rapuh, polystyrene dicampur seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan polystyrene kehilangan sifat jernihnya
dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan
zatplasticier seperti dioktilptalat (DOP), butyl hidroksi toluena, atau butyl stearat.
Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel-sel kecil, ini merupakan
hasil proses peniupan dengan menggunakan gas chlorofluorocarbon (CFC). Hasilnya adalah bentuk plastik busa seperti yang kita pergunakan saat ini.
2.2 Bahaya Penggunaan Styrofoam
Saat ini penggunaan
Styrofoam banyak diaplikasikan
masyarakat dalam kegiatan pengangkutan, alat rumah tangga, mainan, pengaman
benda elektronik dan kemasan plastik. Kemasan
plastik ini mampu merebut pasar
dunia menggantikan kemasan kaleng dan gelas. Di Indonesia kemasan plastik juga mulai
mendominasi industri makanan, dan kemasan luwes (fleksibel). Selain karena
bahannya mudah didapat, Styrofoam
juga murah dan praktis. Namun pada kenyataannya, pemakaian styrofoam sebagai wadah makanan menimbulkan kekhawatiran di
masyarakat.
Styrofoam dikatakan berbahaya adalah ketika styrofoam
digunakan untuk mengemas makanan atau minuman pada suhu tinggi, hal ini
memungkinkan monomer styrene dapat
bermigrasi ke dalam makanan dan selanjutnya masuk ke dalam tubuh. Migrasi
dipengaruhi oleh suhu, lama kontak, dan tipe pangan. Semakin tinggi suhu, lama
kontak, dan kadar lemak suatu pangan, semakin besar migrasinya dan semakin
besar pula bahaya bagi kesehatan. Adapun bahaya monomer styrene di dalam Styrofoam terhadap
kesehatan antara lain : Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan
gejala seperti sakit kepala, letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat
(waktu reaksi, memori, akurasi dan kecepatan visiomotor, fungsi intelektual) ,
hilang pendengaran, dan neurofati periperal.
Beberapa penelitian epidemiologik menduga bahwa terdapat hubungan antara
paparan styrene dan meningkatnya
risiko leukemia dan limfoma. Bahan dasar styrofoam,
bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang
sel kanker). Selain itu Residu styrofoam
dalam makanan dapat menyebabkan endocrine
disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan
pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen
dalam makanan. Jadi jelas sekali bahwa penggunaan kemasan makanan berbahan
dasar Styrofoam sangat bahaya bagi kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bahaya
Limbah Styrofoam Terhadap Lingkungan
Styrofoam memiliki
nama lain polystiren. Polystiren adalah monomer yang dibuat dari styrene.
Susunan styrene yaitu C6H5-CH=CH2, dimana styrene merupakan salah satu jenis
plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan tergolong murah namun cepat
rapuh.
Agar styrena
tidak cepat rapuh maka dicampur dengan seng dan senyawa botadine sehingga warna
menjadi putih susu. Untuk kelenturanya polystirene ditambahkan zat
plasticier seperti dioktilptalat ( DOP ), butil hidroksi toluena atau n- butil
stearat, plastik busa yang menjadi struktur sel sel kecil merupakan hasil
proses peniupan dengan menggunakan gas chloro, fluoro karbon (CFC).hasilnya
adalah bentuk yang seperti kita gunakan pada saat ini.
A. Proses Reaksi
kimia Styrofoam
Polystyrene (
styrofoam) dibentuk dari molekul – molekul styrene. Ikatan rangkap antara
bagian CH2 dan CH dari molekul disusun kembali hingga membentuk ikatan dengan
molekul - molekul styrene berikutnya dan pada akhirnya membentuk polystyrene.
Bilamana polystyrene dipanaskan dan udara ditiupkan maka melalui pencampuran
tersebut akan terbentuk styrofoam.
Polistirena foam
dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana atau
n-pentana. Dahulu, blowing agent yang digunakan adalah CFC (Freon), karena
golongan senyawa ini dapat merusak lapisan ozon maka saat ini tidak digunakan
lagi, kini digunakan blowing agent yang lebih ramah lingkungan.
B. Dampak
penggunaan styrofoam
Styrofoam
sebagai wadah makanan sangat marak digunakan mengingat bentuknya yang
praktis dan simpel serta harganya yang murah, namun demikian dibalik semua
keunggulan yang dimiliki styrofoam terdapat pengaruh buruk bagi kesehatan
manusia.
Beberapa
penelitian menunjukan bahwa styrofoam memiliki potensi yang sangat membahayakan
kesehatan manusia. Bahan pembentuk styrofoam yang biasa disebut gabus, bersifat
racun dan bisa mencemari makanan serta minuman, terutama makanan yang masih
panas dan berlemak ketika dimasukan kedalam kemasan ini tidak lama kemudian
akan leleh, styrofoam tergolong keluarga plastik, plastik pada bahan styrofoam
tersusun dari polymer, yakni rantai panjang dari satuan
- satuan
yang lebih kecil yang biasa disebut monomer.
Bila makanan
dibungkus dengan bahan plastik, monomer - monomer ini akan
berpindah kedalam makanan dan selanjutnya berpindah ketubuh orang yang
mengkonsumsinya. Bahan kimia yang telah masuk kedalam tubuh ini tidak dapat
larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar baik melalui urine maupun kotoran.
Lembaga
kesehatan dunia ( WHO ), international agency for research on cancer dan EPA (
infiromental protection sgency telah nyata nyata mengkategorikan styrofoam
sebagai bahan karsinogen ( bahan penyebab kangker). Pada plastik pembungkus
makanan berbahan styrofoam mengandung formalin ( zat pengawet mayat ) formalin
pada styrofoam merupakan senyawa - senyawa yang terkandung
dalam bahan dasar plastik.
Berikut adalah
faktor – faktor yang mempengaruhi berpindahnya zat – zat kimia dari styrofoam
ke makanan :
a) Suhu yang
tinggi, makanan sebelum disajikan kedalam
styrofoam sebaiknya didinginkan dahulu dan diberi alas daun jangan plastik
styrofoam sebaiknya didinginkan dahulu dan diberi alas daun jangan plastik
b) Kadar lemak
tinggi, bahan kimia yang terkandung dari styrofoam akan berpindah cepat
kemakanan jika dalam suatu makanan memiliki kadar lemak yang tinggi.
c) Kadar alkohol
dan asam yang tinggi
d) Makanan lama
kontak, semakin lama makanan disimpan dalam wadah styrofoam semakin besar
kemungkinan jumlah zat kimia berpindah ke dalam makanan.
C. Bahaya
penggunaan styrofoam bagi manusia
a) Menyebabkan
gangguan pada sistem syaraf pusat (gejala sakit kepala, letih, depresi)
b) Disfungsi sistem
syaraf pusat (pengurangan daya ingat, berkurangnya fungsi intelektual,
kecepatan visiomotor)
c) Berkurangnya
daya pendengaran
d) Mempercepat
detak jantung
e) Insomia
Pada styrofoam
ditemukan kandungan dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen, dimana
benzen merupakan larutan yang sulit dicerna, selain itu benzen juga tidak bisa
dikeluarkan melalui feces (kotoran) dan urine.
Makin lama zat
ini akan semakin menumpuk dan berbalut lemak dimana bisa memicu sel kanker,
bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan kematian. Selain itu benzena
dapat juga merusak sumsum tulang belakang dan menyebabkan
anemiaBerkurangnya sistem imun tubuh sehingga menyebabkan infeksi.
D. Dampak Bagi
Lingkungan
Styrofoam
merupakan musuh terbesar dalam lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat
diuraikan oleh alam sama sekali sehingga sulit untuk di daur ulang. Dampak
styrofoam bagi lingkungan dimulai dari limbah yang dihasilkan dari proses
produksi styrofoam sangat berbahaya, dari data EPA (Environmental Protection
Agency) limbah proses produksi styrofoam ditetapkan sebagai salah satu limbah
berbahaya terbesar di dunia. Bau yang ditimbulkan dapat mengganggu pernafasan
dan mengandung 57 zat berbahaya yang dilepaskan ke udara.
Sementara itu
Cloro Fluoro Carbon (CFC) sebagai bahan peniup pada saat proses produksi
styrofoam merupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat
stabil, begitu stabilnya gas ini sehingga baru akan terurai setelah 65-130
tahun. Gas ini akan melayang ke udara mencapai lapisan ozon di atmozfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan
pelindung bumi serta menimbulkan efek rumah kaca.
E. Pengendalian
penggunaan styrofoam
Ada beberapa
cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan styrofoam agar dapat
mengurangi bahaya dampak buruk dari styrofoam antara lain :
1.
Fokus pengemas baru yang ramah lingkungan
Dengan semakin
jelasnya dampak buruk yang ditimbulkan styrofoam maka pencarian alternatif
bahan pengemas lain harus menjadi fokus penelitian yang baru.
2. Menghentikan
penggunaan styrofoam
Upaya ini telah
dilakukan oleh beberapa industri makanan seperti mc donald’s pada tahun 1987
yang telah menyatakan berhenti menggunakan bahan pembungkus makanan menggunakan
styrofoam.
3. Selain itu di
Indonesia sendiri PT pembangunan Jaya Ancol juga mendeklarasikan area wisata di
utara Jakarta sebagai kawasan area bebas styrofoam, sebagai realisasi kawasan
rekreasi yang peduli terhadap kesehatan keluarga dan keberlangsungan lingkungan
makhluk hidup.
4. Melakukan upaya
prinsip 3 R pada styrofoam.
Ada beberapa
perusahaan yang mendaur ulang styrofoam, namun sebenarnya adalah menghancurkan
styrofoam lama dan membentuk menjadi styrofoam baru.
Dengan keadaan yang seperti ini yang dapat perlu dilakukan
adalah mengurangi pemakaian styrofoam baru, dan beralihlah ke styrofoam hasil
daur ulang, tanpa digunakan lagi styrofoam hasil daur ulang tadi tidak ada
artinya.
Proses pembuatan
styrofoam menggunakan gas CFC ( Cloro Fouro Carbon ) yang merupakan gas rumah
kaca, sifatnya stabil yang membuat gas ini dapat bertahan lama diudara dan
merusak lapisan ozon, sehingga semakin meningkatkan peristiwa global warming.
Styrofoam
merupakan musuh besar bagi kelangsungan kesehatan lingkungan, karena styrofoam
tidak dapat diuraikan secara alami dan masih sulit menemukan fasilitas untuk
mendaur ulangnya.
Ada beberapa
cara sudah dilakukan untuk mengurangi bahaya styrofoam baik bagi kesehatan
maupun lingkungan, diantaranya membuat kemasan baru yang dapat diuraikan oleh
lingkungan, mengembangkan teknologi yang dapat menguraikan styrofoam,
memanfaatkan kembali limbah styrofoam yang ada dilingkungan dan sebaiknya
mengurangi pemakaian styrofoam sebagai kemasan makanan.
3.2
Pemanfaatan Limbah Styrofoam Sebagai Batako
Plastik dan styrofoam adalah jenis sampah yang tak mudah
terurai di tanah. Meski menjadi musuh bagi lingkungan, styrofoam tidak bisa lepas
dari kehidupan manusia. Sampah styrofoam
ini masih bisa dipakai sebagai bahan baku batako yang sudah pasti
ramah lingkungan.
Batako berbahan baku styrofoam memang belum
sepopuler batako biasa yang mudah ditemukan di toko material. Pembuatan
batako dari styrofoam sangat
sederhana sehingga tidak perlu keahlian khusus. "Yang penting takaran bahan bakunya tepat," kata Marzuki.
Bahan
baku styrofoam memang
mendapat porsi lebih banyak dibandingkan dengan bahan baku lainnya.
Komposisinya 50% styrofoam, 40%
pasir, dan 10% semen. Marzuki mengatakan, penggunaan styrofoam bisa menghemat
50% kebutuhan pasir ketimbang penggunaan batu bata.
Bahan
baku styrofoam juga
lebih unggul dibandingkan dengan semen karena dalam styrofoam terkandung banyak serat. Ini
membuat fondasi bangunan yang menggunakan styrofoam
lebih kuat.
Bahkan
Marzuki yakin batako ini tahan guncangan. Uji coba pernah dilakukan Universitas
Gajah Mada terhadap batako dari styrofoam.
"Bahan material styrofoam
ternyata tahan gempa," ujar Marzuki. Makanya, batako jenis ini
disarankan sebagai bahan material rumah agar bangunan lebih kokoh.
Surani,
pemain lain yang juga memproduksi batako dari limbah styrofoam, menjelaskan
proses pembuatannya. Ada empat tahap pembuatan batako styrofoam: Pertama,
styrofoam yang berbentuk lembaran digiling sampai hancur menjadi
butiran-butiran kecil. Kedua,
butiran styrofoam
dicampur dengan pasir dan semen. "Untuk komposisinya sebanyak
80% dari styrofoam lalu
dicampur 20% dari pasir dan semen,"
Surani
menambahkan air secukupnya pada adonan agar lengket. Tahap ketiga adalah proses
pencetakan dari adonan bahan baku dengan menggunakan mesin pencetakan. Keempat, penjemuran batako
styrofoam yang
memerlukan waktu setengah hari. Lamanya waktu penjemuran juga bergantung pada
jumlah semen yang digunakan. "Makin
sedikit semen yang digunakan, waktu pengeringannya juga lebih singkat,"
tandas Surani.
Batako
styrofoam memiliki
ciri fisik hampir sama dengan ukuran bata merah. Namun, batako dari hasil
limbahan styrofoam ini
memiliki keunggulan dibanding dengan bata merah. Selain lebih mudah dalam
pemasangan, menurut Marzuki, batako styrofoam
mampu meredam suara sehingga sangat cocok digunakan pada bangunan
untuk studio band. "Ini karena
kandungan serat pada styrofoam
sebagai bahan baku batako cukup tinggi," kata Marzuki.
Sifat
styrofoam yang
mengikat akan membuat batako kuat. "Cocok
untuk daerah rawan gempa dan bangunan yang tinggi," papar Marzuki.
Bobotnya yang ringan menjadikan pemasangan batako ini juga lebih cepat.
Meski
pesanan batako styrofoam belum
terlalu banyak, Surani yakin masyarakat akan makin banyak yang memesan batako styrofoam. Apalagi
sekarang ini, tren penghijauan tengah mewabah dan banyak orang yang membangun
konstruksi rumah dengan konsep ramah lingkungan. Belum lagi kelebihannya sebagai
bahan bangunan konstruksi yang tahan gempa.
Ada empat tahap proses pembuatan batako styrofoam, yaitu:
1.
Styrofoam
yang berbentuk lembaran digiling sampai hancur menjadi butiran-butiran kecil.
2.
Butiran styrofoam dicampur dengan pasir dan semen. “Untuk komposisinya sebanyak 80% dari
styrofoam lalu dicampur 20% dari pasir dan semen,” tambahkan air secukupnya pada adonan
agar lengket.
3.
Proses
pencetakan dari adonan bahan baku dengan menggunakan mesin pencetak.
4.
Penjemuran
batako styrofoam
yang
memerlukan waktu setengah hari. Lamanya waktu penjemuran juga bergantung pada
jumlah semen yang digunakan. “Makin
sedikit semen yang digunakan, waktu pengeringannya juga lebih singkat,”.
Batako styrofoam memiliki ciri fisik hampir sama dengan
ukuran bata merah. Namun, batako dari hasil limbah styrofoam ini memiliki keunggulan dibanding
dengan bata merah. Selain lebih mudah dalam pemasangan, batako styrofoam juga mampu meredam suara sehingga sangat
cocok digunakan pada bangunan untuk studio band. “Ini karena kandungan serat pada
styrofoam sebagai bahan baku batako cukup tinggi,”.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan
di atas maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa limbah styrofoam dapat mengganggu kesehatan lingkungan
jika tidak dikelola secara tepat karena sangat sulit untuk dapat diuraikan oleh
lingkungan. pemanfaatan
limbah styrofoam tentu akan sangat membantu dan bernilai ekonomi seperti digunakan
sebagai bahan batako anti gempa, dengan demikian dapat menjaga
kebersihan lingkungan dan mencegah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
limbah styrofoam.
4.2 Saran
Dari
kesimpulan yang diambil maka penulis menyarankan agar setiap pembaca peduli
terhadap lingkungan, terutama dari sampah yang sulit untuk diuraikan seperti
plastic dan styrofoam dan dapat memanfaatkannya menjadi barang yang lebih
bernilai secara fungsi maupun ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Gambar Batako dari styrofoam


KARYA ILMIAH
PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM SEBAGAI
BATAKO
DISUSUN
OLEH:
NAMA : YULIUS HENDRI WIJAYA
NIS :
KELAS : XI IPS 1
GURU
PEMBIMBING : SIGIT,S.Pd
NIP :

PEMERINTAH KABUPATEN OKU TIMUR
DINAS PENDIDIKAN NASIONAL
SMA NEGERI 1 BELITANG
III
ALAMAT : Jalan Raya Desa Nusa Bakti Kecamatan Belitang
III
Kabupaten OKU Timur
Tahun Ajaran 2015/2016
LEMBAR PENGESAHAN
Telah di sahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
Yang mengasahkan
Guru Pembimbing:
SIGIT,S.Pd
|
Penyusun,
YULIUS HENDRI WIJAYA
|
Belitang III,
November 2015
Diketahui oleh
Kepala Sekolah
Dra. Suliyah
Nip : 196504041990102001
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan
baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yakni Nabi Muhammad SAW.
Karya ilmiah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentang "PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM SEBAGAI BATAKO ". Karya ilmiah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya karya
ilmiah ini dapat terselesaikan.
Karya ilmiah ini memuat tentang “PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM SEBAGAI BATAKO” yang sangat bermanfaat karena dapat memberi pengetahuan tentang
pemnfaatan Styrofoan sebagai batako.
Karya ilmiah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki
detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima
kasih kepada guru pembimbing yaitu Bapak Sigit,S.Pd yang telah membimbing
penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah
yang baik dan sesuai kaidah.
Semoga karya ilmiah ini dapat
memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun karya ilmiah
ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran
dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Belitang III, November 2015
Penyusun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar