cari

Pemanfaatan limbah styrofoam bahan baku batako



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Styrofoam adalah bahan yang tidak asing dalam kehidupan kita sehari-hari. Kebanyakan dari kita mengenalnya sebagai bahan untuk pembungkus / pengepakan (packaging) terutama untuk aplikasi pengepakan yang membutuhkan insulasi suhu (thermal insulation) yang baik, seperti pengepakan ikan segar, bahan makanan perishable lainnya, es krim, dan sebagainya.
Sebagian dari kita juga sudah tahu bahwa styrofoam adalah limbah (waste) yang semakin hari semakin menjadi masalah lingkungan yang berat, karena terlihat makin berserakannya cangkir, bongkah, dan lembaran styrofoam sepanjang mata memandang di pembuangan – pembuangan sampah, dan diperburuk citranya dengan fakta bahwa styrofoam ini adalah tidak membusuk (non-biodegradeable), sehingga timbunan sampah styrofoam akan terus bertambah apabila tidak didaur-ulang (recycled) secara profesional.
Sebenarnya istilah styrofoam ini adalah merek dagang milik Dow Chemical Corp dari Amerika Serikat. Jadi, untuk menghargai hak cipta mereka, dari titik ini, artikel ini akan membahas bahan tersebut dengan nama umumnya, yaitu EPS (expanded polystyrene). Untungnya, dengan berkembangnya penelitian akan kegunaan EPS terakhir ini, penggunaan EPS sudah jauh lebih berwawasan dan bertanggung jawab dibanding dengan penggunaan untuk bahan pembungkus (packaging) dan dekorasi. Salah satu contoh penggunaan baru EPS yang mulai adalah untuk bahan panel bangunan.
Penggunaan EPS untuk bahan bangunan jauh lebih ramah lingkungan dibanding penggunaan EPS untuk packaging, karena jangka pemakaiannya yang sangat panjang (bertahun-tahun selama bangunan digunakan), dan bukannya “sekali pakai buang” seperti EPS untuk packaging. Selain itu, sewaktu bangunan suatu hari dibongkar, proses daur ulang EPS dapat dilaksanakan secara sistematis. Salah satu perusahaan EPS terkemuka di Eropa, Jebsen & Jessen, misalnya, dahulunya memproduksi EPS hanya untuk packaging, tetapi saat ini sudah lebih dari 70% omzetnya di Eropa adalah dari penjualan EPS untuk keperluan non-packaging, seperti untuk aplikasi bahan konstruksi. Di Indonesia sendiri pembuatan bahan bangunan dengan bahan EPS bekas terus berkembang salah satunya adalah batako styreofoam yang memberikan kualitas tinggi dengan biaya produksi yang lebih rendah. Hal ini yang melatar belakangi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah ini.     
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar bekang yang telah di uraikan maka rumusan masalah yang diambil penulis adalah.
1. Bagaimana bahaya limbah Styrofoam bagi lingkungan?
2. Bagaimana Pemanfaatan limbah styrofoam bahan baku batako?

1.3    Tujuan
Berasarkan rumusan masalah yan telah ditentukan maka tujuan dari penulisan masalah ini adalah:
1. Menjelaskan bahaya limbah Styrofoam bagi lingkungan.
2. Menjelaskan cara pemanfaatan limbah styrofoam bahan baku batako.


1.4  Manfaat
Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1.    Mengetahui  bahaya limbah Styrofoam bagi lingkungan.
2.    Mengtahui  cara pemanfaatan limbah styrofoan bahan baku batako.

















BAB II
Landasan Teori
2.1  Definisi Styrofoam
Styrofoam merupakan bahan kimia an organik jenis polimer yakni sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi dan tidak dapat terurai oleh alam. Styrofoam terdiri dari butiran-butiran monomer styrene yang diproses dengan mengunakan benzena. Sedangkan benzena adalah zat yang dapat menimbulkan masalah pada kelenjar tyroid dan dapat menganggu system syaraf.
Bahan dasar styrofoam adalah polystyrene, yakni suatu  bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara lemak rendah atau tinggi. Karena bahan tersebut cepat rapuh, polystyrene dicampur seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan polystyrene kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zatplasticier seperti dioktilptalat (DOP), butyl hidroksi toluena, atau butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel-sel kecil, ini merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas chlorofluorocarbon (CFC). Hasilnya adalah bentuk plastik busa seperti yang kita pergunakan saat ini.

2.2  Bahaya Penggunaan Styrofoam
   Saat  ini penggunaan Styrofoam banyak diaplikasikan masyarakat dalam kegiatan pengangkutan, alat rumah tangga, mainan, pengaman benda elektronik dan kemasan plastik. Kemasan plastik ini mampu merebut pasar dunia menggantikan kemasan kaleng dan gelas. Di Indonesia kemasan plastik juga mulai mendominasi industri makanan, dan kemasan luwes (fleksibel). Selain karena bahannya mudah didapat, Styrofoam juga murah dan praktis. Namun pada kenyataannya, pemakaian styrofoam sebagai wadah makanan menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.
Styrofoam dikatakan berbahaya adalah ketika styrofoam digunakan untuk mengemas makanan atau minuman pada suhu tinggi, hal ini memungkinkan monomer styrene dapat bermigrasi ke dalam makanan dan selanjutnya masuk ke dalam tubuh. Migrasi dipengaruhi oleh suhu, lama kontak, dan tipe pangan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak suatu pangan, semakin besar migrasinya dan semakin besar pula bahaya bagi kesehatan. Adapun bahaya monomer styrene di dalam Styrofoam terhadap kesehatan antara lain : Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala, letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi dan kecepatan visiomotor, fungsi intelektual) , hilang pendengaran, dan neurofati periperal.
Beberapa penelitian epidemiologik menduga bahwa terdapat hubungan antara paparan styrene dan meningkatnya risiko leukemia dan limfoma. Bahan dasar styrofoam, bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang sel kanker). Selain itu Residu styrofoam dalam makanan dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan. Jadi jelas sekali bahwa penggunaan kemasan makanan berbahan dasar Styrofoam sangat bahaya bagi kesehatan.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Bahaya Limbah Styrofoam Terhadap Lingkungan
Styrofoam memiliki nama lain polystiren. Polystiren adalah monomer yang dibuat dari styrene. Susunan styrene yaitu C6H5-CH=CH2, dimana styrene merupakan salah satu jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan tergolong murah namun cepat rapuh.
Agar styrena tidak cepat rapuh maka dicampur dengan seng dan senyawa botadine sehingga warna menjadi putih susu. Untuk kelenturanya polystirene ditambahkan zat plasticier seperti dioktilptalat ( DOP ), butil hidroksi toluena atau n- butil stearat, plastik busa yang menjadi struktur sel sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas chloro, fluoro karbon (CFC).hasilnya adalah bentuk yang seperti kita gunakan pada saat ini.
A. Proses Reaksi kimia Styrofoam
Polystyrene ( styrofoam) dibentuk dari molekul – molekul styrene. Ikatan rangkap antara bagian CH2 dan CH dari molekul disusun kembali hingga membentuk ikatan dengan molekul - molekul styrene berikutnya dan pada akhirnya membentuk polystyrene. Bilamana polystyrene dipanaskan dan udara ditiupkan maka melalui pencampuran tersebut akan terbentuk styrofoam.
Polistirena foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Dahulu, blowing agent yang digunakan adalah CFC (Freon), karena golongan senyawa ini dapat merusak lapisan ozon maka saat ini tidak digunakan lagi, kini digunakan blowing agent yang lebih ramah lingkungan.
B. Dampak penggunaan styrofoam
Styrofoam sebagai wadah makanan sangat marak digunakan mengingat bentuknya yang praktis dan simpel serta harganya yang murah, namun demikian dibalik semua keunggulan yang dimiliki styrofoam terdapat pengaruh buruk bagi kesehatan manusia.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa styrofoam memiliki potensi yang sangat membahayakan kesehatan manusia. Bahan pembentuk styrofoam yang biasa disebut gabus, bersifat racun dan bisa mencemari makanan serta minuman, terutama makanan yang masih panas dan berlemak ketika dimasukan kedalam kemasan ini tidak lama kemudian akan leleh, styrofoam tergolong keluarga plastik, plastik pada bahan styrofoam tersusun dari polymer, yakni rantai panjang dari satuan - satuan yang lebih kecil yang biasa disebut monomer.
Bila makanan dibungkus dengan bahan plastik, monomer - monomer ini akan berpindah kedalam makanan dan selanjutnya berpindah ketubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan kimia yang telah masuk kedalam tubuh ini tidak dapat larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar baik melalui urine maupun kotoran.
Lembaga kesehatan dunia ( WHO ), international agency for research on cancer dan EPA ( infiromental protection sgency telah nyata nyata mengkategorikan styrofoam sebagai bahan karsinogen ( bahan penyebab kangker). Pada plastik pembungkus makanan berbahan styrofoam mengandung formalin ( zat pengawet mayat ) formalin pada styrofoam merupakan senyawa - senyawa yang terkandung dalam bahan dasar plastik.
Berikut adalah faktor – faktor yang mempengaruhi berpindahnya zat – zat kimia dari styrofoam ke makanan :
a)     Suhu yang tinggi, makanan sebelum disajikan kedalam 
styrofoam sebaiknya didinginkan dahulu dan diberi alas daun jangan plastik
b)     Kadar lemak tinggi, bahan kimia yang terkandung dari styrofoam akan berpindah cepat kemakanan jika dalam suatu makanan memiliki kadar lemak yang tinggi.
c)     Kadar alkohol dan asam yang tinggi
d)     Makanan lama kontak, semakin lama makanan disimpan dalam wadah styrofoam semakin besar kemungkinan jumlah zat kimia berpindah ke dalam makanan.
C. Bahaya penggunaan styrofoam bagi manusia
a)     Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat (gejala sakit kepala, letih, depresi)
b)     Disfungsi sistem syaraf pusat (pengurangan daya ingat, berkurangnya fungsi intelektual, kecepatan visiomotor)
c)     Berkurangnya daya pendengaran
d)     Mempercepat detak jantung
e)     Insomia
Pada styrofoam ditemukan kandungan dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen, dimana benzen merupakan larutan yang sulit dicerna, selain itu benzen juga tidak bisa dikeluarkan melalui feces (kotoran) dan urine.
Makin lama zat ini akan semakin menumpuk dan berbalut lemak dimana bisa memicu sel kanker, bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan kematian. Selain itu benzena dapat juga merusak sumsum tulang belakang dan menyebabkan anemiaBerkurangnya sistem imun tubuh sehingga menyebabkan infeksi.
D. Dampak Bagi Lingkungan
Styrofoam merupakan musuh terbesar dalam lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat diuraikan oleh alam sama sekali sehingga sulit untuk di daur ulang. Dampak styrofoam bagi lingkungan dimulai dari limbah yang dihasilkan dari proses produksi styrofoam sangat berbahaya, dari data EPA (Environmental Protection Agency) limbah proses produksi styrofoam ditetapkan sebagai salah satu limbah berbahaya terbesar di dunia. Bau yang ditimbulkan dapat mengganggu pernafasan dan mengandung 57 zat berbahaya yang dilepaskan ke udara.
Sementara itu Cloro Fluoro Carbon (CFC) sebagai bahan peniup pada saat proses produksi styrofoam merupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil, begitu stabilnya gas ini sehingga baru akan terurai setelah 65-130 tahun. Gas ini akan melayang ke udara mencapai lapisan ozon di atmozfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung bumi serta menimbulkan efek rumah kaca.


E. Pengendalian penggunaan styrofoam
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan styrofoam agar dapat mengurangi bahaya dampak buruk dari styrofoam antara lain :
1.    Fokus pengemas baru yang ramah lingkungan
Dengan semakin jelasnya dampak buruk yang ditimbulkan styrofoam maka pencarian alternatif bahan pengemas lain harus menjadi fokus penelitian yang baru.
2.    Menghentikan penggunaan styrofoam
Upaya ini telah dilakukan oleh beberapa industri makanan seperti mc donald’s pada tahun 1987 yang telah menyatakan berhenti menggunakan bahan pembungkus makanan menggunakan styrofoam.
3.  Selain itu di Indonesia sendiri PT pembangunan Jaya Ancol juga mendeklarasikan area wisata di utara Jakarta sebagai kawasan area bebas styrofoam, sebagai realisasi kawasan rekreasi yang peduli terhadap kesehatan keluarga dan keberlangsungan lingkungan makhluk hidup.
4.  Melakukan upaya prinsip 3 R pada styrofoam.
Ada beberapa perusahaan yang mendaur ulang styrofoam, namun sebenarnya adalah menghancurkan styrofoam lama dan membentuk menjadi styrofoam baru.

Dengan keadaan yang seperti ini yang dapat perlu dilakukan adalah mengurangi pemakaian styrofoam baru, dan beralihlah ke styrofoam hasil daur ulang, tanpa digunakan lagi styrofoam hasil daur ulang tadi tidak ada artinya.
Proses pembuatan styrofoam menggunakan gas CFC ( Cloro Fouro Carbon ) yang merupakan gas rumah kaca, sifatnya stabil yang membuat gas ini dapat bertahan lama diudara dan merusak lapisan ozon, sehingga semakin meningkatkan peristiwa global warming.
Styrofoam merupakan musuh besar bagi kelangsungan kesehatan lingkungan, karena styrofoam tidak dapat diuraikan secara alami dan masih sulit menemukan fasilitas untuk mendaur ulangnya.
Ada beberapa cara sudah dilakukan untuk mengurangi bahaya styrofoam baik bagi kesehatan maupun lingkungan, diantaranya membuat kemasan baru yang dapat diuraikan oleh lingkungan, mengembangkan teknologi yang dapat menguraikan styrofoam, memanfaatkan kembali limbah styrofoam yang ada dilingkungan dan sebaiknya mengurangi pemakaian styrofoam sebagai kemasan makanan.
3.2    Pemanfaatan Limbah Styrofoam Sebagai Batako
            Plastik dan styrofoam adalah jenis sampah yang tak mudah terurai di tanah. Meski menjadi musuh bagi lingkungan, styrofoam tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Sampah styrofoam ini masih bisa dipakai sebagai bahan baku batako yang sudah pasti ramah lingkungan.
            Batako berbahan baku styrofoam memang belum sepopuler batako biasa yang mudah ditemukan di toko material.        Pembuatan batako dari styrofoam sangat sederhana sehingga tidak perlu keahlian khusus. "Yang penting takaran bahan bakunya tepat," kata Marzuki.
   Bahan baku styrofoam memang mendapat porsi lebih banyak dibandingkan dengan bahan baku lainnya. Komposisinya 50% styrofoam, 40% pasir, dan 10% semen. Marzuki mengatakan, penggunaan styrofoam bisa menghemat 50% kebutuhan pasir ketimbang penggunaan batu bata.
   Bahan baku styrofoam juga lebih unggul dibandingkan dengan semen karena dalam styrofoam terkandung banyak serat. Ini membuat fondasi bangunan yang menggunakan styrofoam lebih kuat.
   Bahkan Marzuki yakin batako ini tahan guncangan. Uji coba pernah dilakukan Universitas Gajah Mada terhadap batako dari styrofoam. "Bahan material styrofoam ternyata tahan gempa," ujar Marzuki. Makanya, batako jenis ini disarankan sebagai bahan material rumah agar bangunan lebih kokoh.
   Surani, pemain lain yang juga memproduksi batako dari limbah styrofoam, menjelaskan proses pembuatannya. Ada empat tahap pembuatan batako styrofoam: Pertama, styrofoam yang berbentuk lembaran digiling sampai hancur menjadi butiran-butiran kecil. Kedua, butiran styrofoam dicampur dengan pasir dan semen. "Untuk komposisinya sebanyak 80% dari styrofoam lalu dicampur 20% dari pasir dan semen,"
   Surani menambahkan air secukupnya pada adonan agar lengket. Tahap ketiga adalah proses pencetakan dari adonan bahan baku dengan menggunakan mesin pencetakan. Keempat, penjemuran batako styrofoam yang memerlukan waktu setengah hari. Lamanya waktu penjemuran juga bergantung pada jumlah semen yang digunakan. "Makin sedikit semen yang digunakan, waktu pengeringannya juga lebih singkat," tandas Surani.
   Batako styrofoam memiliki ciri fisik hampir sama dengan ukuran bata merah. Namun, batako dari hasil limbahan styrofoam ini memiliki keunggulan dibanding dengan bata merah. Selain lebih mudah dalam pemasangan, menurut Marzuki, batako styrofoam mampu meredam suara sehingga sangat cocok digunakan pada bangunan untuk studio band. "Ini karena kandungan serat pada styrofoam sebagai bahan baku batako cukup tinggi," kata Marzuki.
   Sifat styrofoam yang mengikat akan membuat batako kuat. "Cocok untuk daerah rawan gempa dan bangunan yang tinggi," papar Marzuki. Bobotnya yang ringan menjadikan pemasangan batako ini juga lebih cepat.
   Meski pesanan batako styrofoam belum terlalu banyak, Surani yakin masyarakat akan makin banyak yang memesan batako styrofoam. Apalagi sekarang ini, tren penghijauan tengah mewabah dan banyak orang yang membangun konstruksi rumah dengan konsep ramah lingkungan. Belum lagi kelebihannya sebagai bahan bangunan konstruksi yang tahan gempa.
Ada empat tahap proses pembuatan batako styrofoam, yaitu:
1.        Styrofoam yang berbentuk lembaran digiling sampai hancur menjadi butiran-butiran kecil.
2.        Butiran styrofoam dicampur dengan pasir dan semen. “Untuk komposisinya sebanyak 80% dari styrofoam lalu dicampur 20% dari pasir dan semen,” tambahkan air secukupnya pada adonan agar lengket.
3.        Proses pencetakan dari adonan bahan baku dengan menggunakan mesin pencetak.
4.        Penjemuran batako styrofoam yang memerlukan waktu setengah hari. Lamanya waktu penjemuran juga bergantung pada jumlah semen yang digunakan. “Makin sedikit semen yang digunakan, waktu pengeringannya juga lebih singkat,”.

 Batako styrofoam memiliki ciri fisik hampir sama dengan ukuran bata merah. Namun, batako dari hasil limbah styrofoam ini memiliki keunggulan dibanding dengan bata merah. Selain lebih mudah dalam pemasangan, batako styrofoam juga mampu meredam suara sehingga sangat cocok digunakan pada bangunan untuk studio band. “Ini karena kandungan serat pada styrofoam sebagai bahan baku batako cukup tinggi,”.












BAB IV
PENUTUP


4.1  Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa limbah styrofoam dapat mengganggu kesehatan lingkungan jika tidak dikelola secara tepat karena sangat sulit untuk dapat diuraikan oleh lingkungan. pemanfaatan limbah styrofoam tentu akan sangat membantu dan bernilai ekonomi seperti digunakan sebagai bahan batako anti gempa, dengan demikian  dapat menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah styrofoam.
4.2  Saran
            Dari kesimpulan yang diambil maka penulis menyarankan agar setiap pembaca peduli terhadap lingkungan, terutama dari sampah yang sulit untuk diuraikan seperti plastic dan styrofoam dan dapat memanfaatkannya menjadi barang yang lebih bernilai secara fungsi maupun ekonomi.
















DAFTAR PUSTAKA







LAMPIRAN
Gambar Batako dari styrofoam
809684692p.jpg uin01-045_0001.jpg















KARYA ILMIAH
PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM SEBAGAI BATAKO
DISUSUN OLEH:
NAMA                        : YULIUS HENDRI WIJAYA
NIS                 :
KELAS          : XI IPS 1
GURU PEMBIMBING         : SIGIT,S.Pd
NIP                 :

PEMERINTAH KABUPATEN OKU TIMUR
DINAS PENDIDIKAN NASIONAL
SMA NEGERI 1 BELITANG III
ALAMAT : Jalan Raya Desa Nusa Bakti Kecamatan Belitang III
Kabupaten OKU Timur
Tahun Ajaran 2015/2016


LEMBAR PENGESAHAN

Telah di sahkan pada       :
Hari                                        :
Tanggal                                :

Mengetahui

Yang mengasahkan
Guru Pembimbing:



SIGIT,S.Pd
Penyusun,




YULIUS HENDRI WIJAYA



Belitang III,     November 2015
Diketahui oleh
Kepala Sekolah



Dra. Suliyah
Nip : 196504041990102001





Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Karya ilmiah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM SEBAGAI BATAKO ". Karya ilmiah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Karya ilmiah ini memuat tentang “PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM SEBAGAI BATAKO” yang sangat bermanfaat karena dapat memberi pengetahuan tentang pemnfaatan Styrofoan sebagai  batako. Karya ilmiah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing yaitu Bapak Sigit,S.Pd yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah yang baik dan sesuai kaidah.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun karya ilmiah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Belitang III,    November 2015

Penyusun




Tidak ada komentar: